NUSA TENGGARA TIMUR PELAJARI OPTIMASI DESAIN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PERIKANAN BERKELANJUTAN
Oleh: Muhammad Erdi Lazuardi (Project Leader for Lesser Sunda, WWF-Indonesia)
“Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi dengan kawasan konservasi perairan (KKP) terluas di Indonesia. Provinsi kita ini mempunyai 10 KKP dengan luas total 4,4 juta hektar,” papar Bapak Agustinus Bulu, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT hari itu (27/2). Ia tengah membuka rangkaian lokakarya yang digelar WWF-Indonesia mengenai optimasi desain jejaring KKP untuk perikanan berkelanjutan di Hotel Naka, Kupang, 27 Februari – 3 Maret 2017.
“Pemerintah Indonesia menargetkan 20 juta hektar KKP pada tahun 2020, di mana saat ini telah tercapai sekitar 17,8 juta hektar. Dengan demikian, NTT menyumbangkan 24,7% capaian nasional,” lanjutnya lagi.
Sebuah KKP dibangun untuk mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan melalui tiga pilar: biofisik – ekosistem yang terjaga baik; sosial ekonomi – manfaat untuk masyarakat; maupun tata kelola kelembagaan. Aktivitas perikanan maupun pariwisata – bisa dikelola tanpa menempatkan ekosistem dalam bahaya.
Pelatihan optimasi desain KKP ini menjadi sebuah rangkaian agenda WWF-Indonesia untuk mengeksplorasi desain KKP yang lebih maju, agar bisa berfungsi optimal dalam mendorong perikanan berkelanjutan. Termasuk KKP di Nusa Tenggara Timur, yang berada dalam wilayah kerja WWF-Indonesia di Lesser Sunda Sub-seascape, jantung bentang laut Sunda Banda dalam Segitiga Terumbu Karang Dunia.
Peserta pelatihan ini berasal dari berbagai instansi, seperti Dewan Konservasi Perairan Provinsi (DKPP) NTT, DKP Provinsi NTT, Bappeda Provinsi NTT, Dinas Pariwisata Provinsi NTT, Dinas Perhubungan Provinsi NTT, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi NTT, Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi NTT, PSDKP Kupang, dan Spadu Provinsi NTT.
Selain itu, turut hadir DKP Provinsi NTB, DKP dan Bappeda Kabupaten Alor, Flores Timur, Sikka, dan Manggarai Barat, Balai Taman Nasional Komodo, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar Wilker Kupang, The Nature Conservacy (TNC), dan akademisi dari Universitas Nusa Cendana, Universitas Kristen Artha Wacana, Universitas Muhammadiyah, dan Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
Dalam pelatihan ini, peserta belajar mengenai pemodelan spasial dan non-spasial yang dapat mendukung pembuatan desain KKP.. Hal ini penting bagi para pembuat kebijakan, perencana tata ruang, pengelola kawasan konservasi, dan para peneliti yang terlibat langsung dalam kegiatan perancangan tata ruang laut dan kawasan konservasi perairan.
Dengan kombinasi metode pembelajaran berupa kuliah umum, praktek, diskusi, studi kasus, dan praktek dengan komputer, para peserta diharapkan dapatmenerapkan metode baru untuk mengoptimalkan konektivitas antar KKP melalui penyebaran larva ikan dan mempraktikkan dasar perancangan desain dan jejaring KKP berdasarkan analisis spasial..
“Desain KKP harus dirumuskan secara tepat, untuk perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut yang efektif dan berkelanjutan,” tegas Bapak Izaak Angwarmasse dari DKP NTT, menutup pelatihan ‘Spatial Planning for Marine Protected Area Design in Indonesia’ selama enam hari tersebut. “Setelah ini, dibutuhkan forum berkala untuk berbagi informasi dan solusi jejaring dan pengelolaan KKP, sesuai dengan Permen KP No. 13 2014 tentang Jejaring Kawasan Konservasi Perairan,” lanjutnya lagi.
Sejatinya, konservasi bukan untuk melarang, namun memastikan pemanfaatan berkelanjutan,ramah lingkungan, dengan menghormati pengelolaan ulayat adat. Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil adalah stakeholder kunci konservasi. Mereka bukanlah objek, namun subjek yang turut andil dalam pengelolaan kawasan-kawasan konservasi perairan di negeri ini.