KONSUMI TELUR PENYU ANCAM KESEHATAN MANUSIA DAN KESEIMBANGAN LAUT
Oleh Rusli Andar & Creusa Hitipeuw
Jakarta (08/03)-Tahukah Anda bahwa pendapat yang meyakini bahwa telur penyu baik untuk kesehatan tubuh dan seksual itu hanya mitos belaka?Ya, setidaknya hal itulah yang telah dibuktikan oleh salah satu publikasi ilmiah dalam jurnal Environmental Health Perspective di tahun 2009, yang berjudul ‘Dangerous Delicacy’ – Contaminated Sea Turtle Eggs Pose A Potential Health Threat.""
Jurnal ilmiah tersebut melaporkan hasil penelitian kandungan zat kimia dari sampel telur penyu yang dijual di Peninsula Malaysia. Hasilnya, ditemukan kandungan senyawa yang tergolong Polutan Organik Persisten (POP) dan logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kanker, liver, kerusakan sistem syaraf, dan gangguan sistem hormon endokrin adalah daftar penyakit yang dapat ditimbulkan dari zat berbahaya itu.
Kandungan polychlorinated biphenyl atau PCB dalam telur penyu juga relatif tinggi yakni 300 kali di atas batas aman harian yang ditetapkan oleh lembaga WHO. PCB merupakan senyawa yang dilarang oleh Kongres AS sejak 1979 setelah terkait dengan kasus cacat lahir dan berbagai jenis kanker.
Tidak hanya itu, dalam dekade terakhir, telur penyu juga dilaporkan mengandung kadar kolestrol yang sangat tinggi. Ya, satu telur penyu ternyata mengandung lemak dan kolestrol setara dengan 20 telur ayam. Kadar kolestrol tinggi akan berpotensi meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke.
Rentetan fakta tersebut bisa jadi membuat Anda bergidik dan berpikir ulang untuk mengkonsumsi telur penyu. Tunggu dulu. Masih ada dampak buruk lainnya jika telur penyu terus diambil untuk dikonsumsi manusia. Eksploitasi telur penyu berkontribusi terhadap menurunnya populasi penyu yang lambat laun bisa menyebabkan penyu punah.
Prediksi ini tidaklah berlebihan mengingat penyu membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai tingkat kematangan seksual untuk bereproduksi. Seekor penyu baru bisa bertelur setelah berumur 30 tahun. Itu pun hanya menghasilkan 60 - 130 butir telur. Tidak semua telur penyu mampu berkembang menjadi tukik (anak penyu) hingga menjadi penyu dewasa. Diantara semua jenis penyu, yang paling rajin bertelur adalah penyu sisik. Ironisnya, penyu sisik ini merupakan hewan dengan tingkat kepunahan ”paling terancam” (critically endangered).
Seekor penyu sisik yang akan bertelur, akan menggali sarangnya di pasir selama 45 menit. Dibutuhkan waktu 20 - 30 menit untuk meletakkan telur-telurnya. Bertelur dalam 1,5 jam dan menghasilkan telur paling banyak 200 butir, walau ukuran telurnya tergolong kecil dibandingkan penyu-penyu lainnya. Usianya dapat mencapai 100 tahun dan bertelur pada usia 10 - 20 tahun. Selagi bertelur dan menetaskan telurnya, penyu sisik akan bertelur lagi sekitar 2-5 tahun kemudian. Bisa dibayangkan bukan, lamanya waktu yang dibutuhkan penyu untuk bereproduksi? Sangat tidak seimbang dibandingkan dengan cepatnya perburuan telur penyu.
Menurunnya populasi penyu pun dapat menganggu keseimbangan ekosistem laut mengingat penyu merupakan predator yang penting dalam jaringan dan rantai makanan di laut. Satwa laut ini juga berperan dalam menjaga produktivitas habitat lamun dan menyebarkan nutrisi di perairan yang menunjang kelimpahan berbagai jenis ikan yang menjadi sumber protein bagi manusia.
Semua jenis penyu termasuk dalam kategori threatened species dan dimasukan dalam daftar merah IUCN yang berarti terancam punah. Beberapa jenis yang bertelur di pesisir perairan di Indonesia yang berstatus critically endangered adalah penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang dan penyu belimbing. Kondisi ini sudah sepantasnya menjadi “alarm” bagi kita semua untuk melindungi kelestarian penyu, salah satunya adalah dengan tidak mengkonsumsi telur maupun daging penyu.
Jika fakta telah berbicara bahwa telur penyu membahayakan bagi kesehatan kita, serta bagaimana ekploitasi telur penyu berdampak bagi keseimbangan ekosistem laut, lalu masihkah telur penyu layak untuk dikonsumsi?
***
- Rusli Andar adalah Site Coordinator Marine Program WWF Indonesia - Berau, randar@wwf.or.id
- Creusa Hitipeuw adalah Koordinator Program Spesies Laut WWF-Indonesia, chitipuew@wwf.or.id