MARAKNYA PENYELUNDUPAN PENYU DI BALI, WWF DAN UNIVERSITAS UDAYANA INISIASI STUDI FORENSIK DNA (1)
"Oleh: Sheyka Nugrahani Fadela (Marine Species Conservation Assistant, WWF-Indonesia)
Banyak orang mengenal Bali sebagai salah satu destinasi wisata bahari favorit di Indonesia. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Bali juga merupakan destinasi utama penyelundupan penyu.
“Bali adalah pemanfaat daging penyu terbesar di Indonesia. Bali merupakan hub bagi rantai perdagangan satwa dilindungi ini,” ungkap Dwi Suprapti, Koordinator Nasional Konservasi Spesies Laut WWF-Indonesia, pada Seminar Nasional: Konservasi Penyu dari Perspektif Genetika Ekologi yang digelar Universitas Udayana bersama WWF-Indonesia, di Denpasar, Rabu (3/5) lalu.
Hal ini senada dengan pernyataan Kombes. Pol. Ir. Sukandar, M.M dari Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) POLDA Bali yang menginisiasi gerakan LIBAS (Bali Bebas) Perdagangan Penyu Ilegal. Ia mengungkap fakta bahwa sebanyak 175 penyu hijau (Chelonia mydas) berhasil diselamatkan di Bali pada periode 2015-2016 yang disampaikannya pada Seminar Nasional tersebut.
Namun, meski dengan predikat demikian, dari Pulau Dewata inilah, WWF-Indonesia bersama Universitas Udayana menginisiasi sebuah studi genetik terbaru untuk konservasi penyu. Hasil studi ini diperkenalkan di Gedung Pascasarjana Universitas Udayana hari itu oleh pemakalah, drh. Maulid Dio Suhendro, S.KH _-Mahasiswa Magister Ilmu Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Dio memaparkan hasil investigasi genetik yang ia lakukan pada penyu-penyu sitaan hasil penyelamatan oleh Ditpolair Bali. Studi genetik ini bertujuan untuk mengetahui asal usul penyu. Tak hanya WWF-Indonesia dan Universitas Udayana, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar dan Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) pun terlibat dalam penelitian ini.
“Berdasarkan hasil analisa terhadap 136 sampel DNA dari bagian tubuh penyudiketahui bahwa penyu yang diselundupkan ke Bali berasal dari berbagai pantai peneluran di Indonesia dan negara-negara tetangga,” ungkap Dio. “Namun, mayoritas penyu yg diselundupkan berasal dari pantai peneluran Sangalaki Kabupaten Berau, atau sekitar 51.19% dari total sampel,” lanjut dia.
Hal ini berarti, perdagangan penyu dan derivatnya secara ilegal ke Bali akan berdampak pada kelestarian populasi penyu di Indonesia khususnya perairan Berauserta pada populasi di sejumlah negara, seperti Australia, Malaysia, dan negara-negara di Kepulauan Pasifik.
drh. I. B. Windia Adnyana, Ph.D salah satu pembicara dari Universitas Udayana dalam seminar ini mengutarakan, semakin banyak studi genetik yang dilakukan terhadap penyu, semakin terlihat struktur populasinya.
“Hal ini dapat mendukung studi dinamika populasi yang mendasari pengelolaan konservasi penyu di masa depan. Hasil dari studi tersebut dapat menjadi justifikasi lokasi-lokasi prioritas konservasi penyu oleh berbagai lembaga,” katanya.
Penyu adalah reptil laut yang diketahui memiliki tempat singgah yang berbeda-beda selama hidupnya. Lokasi bertelur satwa ini umumnya sama dengan lokasidimana ia ditetaskan dulu, namun lokasinya mencari makan dan kawin bisa jadi berbeda.
Karena itulah, upaya konservasi penyu di Indonesia memerlukan kerjasama yang baik antara berbagai pihak di seluruh Indonesia, yang mana bukan hanya terdiri atas Pemerintah, penegak hukum dan masyarakat umum, melainkan juga akademisi, peneliti, hingga praktisi kedokteran hewan.
Baca Selanjutnya: WWF dan Universitas Udayana Inisiasi Studi Genetik, Harapan Baru Bagi Konservasi Penyu (2)