KELAS TERPADU MANGGARAI BARAT: PERKUAT SINERGI PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM (1)
Oleh:
- Saraswati Adityarini (Fisheries Officer, WWF-Indonesia)
- Jensi Sartin (Komodo MPA Coordinator, WWF-Indonesia)
Manggarai Barat perlu segera menerapkan pendekatan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem untuk mencegah penurunan sekaligus membangun perikanan. Demikian rekomendasi utama dari Kelas Terpadu Organisasi Perangkat Daerah di Manggarai Barat, Kamis (23/03/2017) di Labuan Bajo.
Rekomendasi ini berdasarkan hasil penilaian terhadap perikanan di Manggarai Barat tahun 2015 yang sekaligus memberikan usulan rencana perbaikan perikanan dan pembentukan tim khusus perikanan berkelanjutan di kabupaten yang mencakup wilayah Taman Nasional Komodo ini.
Kabupaten Manggarai Barat sendiri memiliki luas 9.450,00 km2, dengan 64% wilayahnya adalah perairan, atau seluas 6.052,50 km2.. Sektor perikanan dan kelautan, baik perikanan tangkap maupun budidaya, memegang peran penting dalam perekonomian daerah. Hal ini memberikan urgensi bagi adanya pengelolaan yang terpadu, demi menjamin ketersediaan ikan di masa depan.
Sejak tahun 2012, pengelolaan perikanan lewat pendekatan ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management – EAFM) diperkenalkan sebagai sebuah pendekatan yang bertujuan pada perikanan berkelanjutan. Penerapan EAFM di Manggarai Barat sendiri melalui proses yang panjang hingga saat ini.
Dalam paparan pada Kelas Terpadu yang mengangkat tema mengenaiintegrasi pengelolaan perikanan berbasis ekosistem (EAFM) dalam pembangunan berkelanjutan, Ir. Jotham S.R. Ninef, M.Sc dari Learning Center Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) menyampaikan pentingnya pendekatan kehati-hatian dalam pengelolaan perikanan.
“Jangan hanya berpikir bahwa ikan di laut masih aman-aman saja. Jangan merasa, selama di pasar masih ada ikan, ya tidak masalah,” kata Bapak Jotham.
Di hadapan para perangkat pemerintah Manggarai Barat, Bapak Jotham memaparkan secara detail hasil penilaian performa pengelolaan perikanan di Manggarai Barat dengan indikator EAFM pada tahun 2013 dan 2016. Penilaian ini dilakukan WWF-Indonesia bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Manggarai Barat dan Universitas Kristen Artha Wacana dan Politani Kupang.
“Ada 6 domain indikator EAFM sebagai pendekatan komprehensif yang menjadi alat pengukur dalam melihat kondisi pengelolaan perikanan daerah, yaitu habitat dan ekosistem, sumber daya ikan, teknologi penangkapan ikan, sosial, ekonomi, serta kelembagaan,” terangnya.
Secara keseluruhan, kondisi perikanan di Manggarai Barat masih berada pada kategori kurang. Hasil analisis dengan indeks komposit menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan di Manggarai Barat masih kurang mendapat perhatian.