HOAT SOARBAY, MENUJU SUMBERDAYA KEPITING BERKELANJUTAN
Oleh: Muhamad Iqbal (Fisheries Assistant, WWF-Indonesia Inner Banda Arc Sub-Seascape )
Salah seorang nelayan di Ohoi Evu pernah berkata, “Sebanyak daun mangi-mangi atau bakau yang jatuh, sebanyak itu kepiting yang ada di alam”. Namun, kepercayaan yang sudah turun temurun diwariskan tersebut berbeda dengan kenyataannya. Hasil tangkapan kepiting di Ohoi Evu sudah berkurang karena aktivitas nelayan yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, WWF-Indonesia melalui program Fisheries Improvement Program (FIP) berinisiasi membentuk kelompok dampingan nelayan kepiting bakau, Sinar Abadi, agar nelayan dapat menerapkan praktik perikanan berkelanjutan dengan melakukan penangkapan yang ramah lingkungan.
Jika kita bicara tentang kepiting bakau di Pulau Kei Kecil, maka tidak bisa lepas dari Ohoi atau Desa Evu sebagai salah satu penghasil kepiting bakau sejak tahun 1980. Ohoi Evu yang berada dalam kawasan Hoat Soarbay atau Teluk Surabaya ini memiliki luas 959.05 Ha dengan sumber daya alam yang melimpah serta hamparan mangrove terluas di Kepulauan Kei. Sebenarnya, wisatawan lebih mengenal Ohoi Evu sebagai destinasi wisata yang terkenal dengan kejernihan air sungainya, dibandingkan sebagai penghasil kepiting bakau. Dengan jumlah hasil tangkapan lebih dari 250 kg per bulan nelayan menangkap kepiting bakau menggunakan alat tradisional berupa perangkap yang terbuat dari bambu atau lebih dikenal dengan nama Bubu.
Selama beberapa tahun terakhir kelompok Sinar Abadi telah belajar banyak menganai cara pengelolaan perikanan berkelanjutan dengan melakukan pencatatan hasil tangkapan, penerapan ukuran tangkap dan juga terlibat dalam pengawasan ekosistem mangrove di Hoat Soarbay. Praktik perikanan berkelanjutan yang telah diterapkan di dalam kelompok mendapatkan perhatian khusus dari para stakehoder, maka WWF-Indonesia dan Dinas Perikanan Maluku Tenggara menginisiasikan terbentuknya Kelompok Kerja (POKJA) Pengelolaan Perikanan Kepiting Bakau yang bertujuan untuk menjadikan kelompok nelayan kepiting bakau Ohoi Evu sebagai kelompok nelayan pertama yang mendapatkan pengakuan secara internasional melalui sertifikasi ekolabel Marine Stewardship Council (MSC).
Selain dari sisi praktik perikanan berkelanjutan, pengembangan bisnis kelompok Sinar Abadi dirasa penting dalam memperbaiki perekonomian masyarakat khususnya di kelompok Sinar Abadi. Pengembangan bisnis kelompok berupa olahan kepiting bakau menyasar wisatawan sebagai target utama penjualannya. Pengembangan bisnis berupa olahan kepiting bakau tersebut ditunjang dengan beberapa pelatihan yang telah diikuti oleh kelompok diantaranya pelatihan masak dengan Chef Komunal 88 dan pelatihan pengemasan bersama Fish n Blues. Selain itu, demi memperluas pasar Kelompok Sinar Abadi mencoba bekerja sama dengan pengusaha perikanan agar dapat memasarkan kepiting mereka hingga keluar daerah. Sedangkan untuk olahan kepiting bakau, peran para istri atau mama dari para nelayan sangat berpengaruh dalam pengembangan bisnis olahan kepiting dengan melakukan pemasaran tahap pertama bersama Fish n Blues.
Berdasarkan pengamatan di lapang ternyata antusias wisatawan terutama yang berasal dari luar kota cukup tinggi untuk mencoba produk olahan kepiting bakau. Hal ini terlihat dari jumlah permintaan terhadap produk yang terus bertambah. Kami berharap, respon pasar yang baik tersebut dapat membawa dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat dengan tidak melupakan penangkapan dan bisnis yang berkelanjutan agar tercipta sumberdaya #KepitingLestari.