HARI PEDULI SAMPAH NASIONAL: WWF AJAK MASYARAKAT BERSIHKAN SAMPAH DI PULAU HOAT
Oleh : Alan Batkormbawa (Yamdena MPA Site Representative WWF-Indonesia Inner Banda Arc Subseascape)
Hari Peduli Sampah Nasional merupakan momen berharga untuk peduli terhadap kebersihan lingkungan terutama dalam pengelolaan sampah dengan langkah sederhana yaitu Reduce, Reuse, Recycle (3R). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mengatakan, saat ini sampah di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dan baru 5,6% masyarakat yang memilah sampah. Peraturan Presiden No. 97 tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Nasional Pengelolaan Sampah mencanangkan pada tahun 2025 terdapat pengurangan timbulan sampah sebesar 30% atau setara 20,9 juta ton dan penanganan sampah mencapai 70% atau setara 49,9 juta ton (KLHK, 2017).
Selasa 20 Februari 2018 speedboat WWF-Indonesia Inner Banda Arc Subseascape (IBAS) melaju kencang menuju Pulau Hoat, Kecamatan Manyew, Kabupaten Maluku Tenggara. Panas terik dan angin laut semakin menambah semangat untuk melakukan bersih-bersih sampah di Pulau Hoat. Spontanitas ini kami lakukan untuk merayakan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2018 yang diperingati pada 21 Februari 2018 dengan tema “Sayangi Bumi, Bersihkan dari Sampah”.
Setibanya di Pulau Hoat, tim WWF-Indonesia menurunkan kantong sampah ke pantai sambil menunggu anggota Kelompok Nelayan Rumput Laut “Hoat Indah” yang sedang panen rumput laut di barat Pulau Hoat. Kelomok Nelayan Rumput Laut “Hoat Indah” merupakan kelompok dampingan WWF-Indonesia Inner Banda Arc Subseascape (IBAS) yang membudidayakan rumput laut di Pulau Hoat.
Setelah menunggu 30 menit, akhirnya kami bertemu dengan beberapa anggota kelompok yaitu Mama Ina, Mama Lin, dan Om Ebi sambil membantu mereka menaikkan rumput laut hasil panen ke pantai dan menjemurnya. “Mama, hari ini kami mau mebersihkan sampah-sampah yang ada di pantai sebelah timur sana, kita mau merayakan Hari Peduli Sampah Nasional 2018 yang jatuh besok hari,” kata Muhamad Iqbal, Fisheries Assistant WWF-Indonesia IBAS.
Sekitar pukul 16.00 WIT, tim kami bergerak menuju pantai di bagian timur Pulau Hoat. Sampah dengan berbagai macam produk, ukuran, jenis, dan warna berserakan di sepanjang pantai. “Selepas musim angin barat, biasanya sampah darimana saja akan naik ke pantai. Ya begini sudah setiap tahun,” terang Mama Ina kepada kami sambil memasukkan beberapa botol air mineral ke dalam trashbag. Mayoritas sampah yang kami kumpulkan adalah sampah plastik seperti plastik bungkus makanan dan botol air mineral serta serpihan-serpihan kayu dalam ukuran kecil hingga sedang. Pukul 17.00 WIT kami berhasil mengumpulkan 2 kantong sampah besar berisi sampah lalu membuangnya ke TPA.
Faktanya, masyarakat masih menjadikan sungai dan laut sebagai tempat sampah. Akibatnya beberapa sampah yang tidak mudah terurai terutama plastik akan terbawa hingga mengotori pantai dan laut. Sampah-sampah ini juga mencemari ekosistem laut dan berefek negatif terhadap biota laut. Sampah plastik yang terurai di laut akan menjadi mikroplastik dan dapat tertelan oleh hewan laut secara tidak sengaja. Padahal, UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah memasuki tahun kesepuluh. Namun permasalahan sampah masih menjadi masalah serius dan belum terselesaikan dengan baik.
Kepedulian dan keterlibatan masyarakat dalam hal pengeleloaan sampah perlu ditingkatkan dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada di Maluku Tenggara. Hal ini menjadi masalah serius mengingat Maluku Tenggara menjadi salah satu destinasi wisata bahari di Indonesia Timur. Aksi nyata seperti pembersihan pantai dan sosialisasi bagi masyarakat terutama generasi muda dapat menjadi cara untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat. Ke depannya diharapkan masyarakat di Maluku Tenggara dapat mengurangi sampah dan turut serta menjaga lingkungan sekitar dari sampah demi terwujudnya kebersihan dan keindahan di Maluku Tenggara.