NELAYAN FLORES TIMUR KELOLA PERIKANAN UMPAN POLE AND LINE
Cakalang, merupakan salah satu komoditas perikanan tangkap terbesar di Flores Timur sebesar 17% (2.325 Kg/Tahun) dari total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Flores Timur sebesar 13.715 Ton/Tahun (DKP Flores Timur, 2011). Aktif sejak pertengahan tahun 1980-an, Industri cakalang tumbuh pesat di kalangan masyarakat Flores Timur. Namun, data terkait perikanan cakalang dan umpan yang digunakan di Flores Timur belum cukup baik untuk dijadikan dasar pertimbangan pengelolaan.
Data perikanan berperan penting dalam memberikan informasi dan sebagai pengetahuan bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi pengambil kebijakan untuk menentukan kebijakan tepat yang mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Keberadaan ikan umpan sendiri di Flores Timur semakin berkurang, mulai dari jenis umpan hingga kuantitas yang tersedia. Ikan Layang, tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 60% dari tahun 2011 (DKP Provinsi NTT, 2012). Sementara, saat ini jenis umpan yang sering digunakan adalah ikan tembang (sardinella) dan layang (decapterus). Kedua jenis ikan tersebut selain dijadikan umpan untuk pole and line, juga dikonsumsi oleh masyarakat yang menyebabkan permintaan jenis ikan tersebut semakin tinggi.
Langkah Pengelolaan
Februari 2013, tim perikanan tangkap WWF-Indonesia menginisiasi pengumpulan informasi pemanfaatan ikan umpan pada armada Bagan dan Purse Seine mini. Hal tersebut merupakan langkah untuk mengetahui ketersediaan ikan umpan dan cakalang di Flores Timur. Selama satu setengah tahun pengambilan data dilakukan, hingga pada November 2014 lalu diselenggarakan presentasi hasil pengolahan data pemanfaatan ikan umpan.
Dari hasil pendataan biologi dijelaskan bahwa hasil tangkapan ikan layang pada alat tangkap Bagan Perahu terbesar pada bulan juni 2013 dengan ukuran panjang berkisaran 6-16 cm dan berat berkisar 2-78 gr. Sedangkan pada ikan tembang jumlah tangkapan terbesar pada bulan September dengan panjang berkisar antara 9-19 cm dan berat antara 7-78 gr.
Hasil tangkapan ikan layang pada alat tangkap purse seine terbesar pada bulan Juni 2013 dengan ukuran panjang berkisaran antara 8,4-19,6 cm dan berat berkisar 4-80 gr. Sedangkan pada ikan tembang jumlah tangkapan terbesar pada bulan Februari 2013 dengan panjang berkisar antara 11,3-22,7 cm dan berat anatar 14-55 gr.
Selain itu, jumlah armada yang beroperasi bertambah. Armada Pole and Line, pada tahun 2012 berjumlah 61 kini menjadi 70, diikuti dengan Purse Seine sekarnag menjadi 68 armada dan Bagan 31 armada. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kuantitas ikan layang mengalami penurunan pada tahun 2011-2012 (DKP Kab.
Flores Timur, 2012).
Setelah presentasi, dilakukan diskusi bersama 40 peserta yang hadir mewakili Pemerintah Daerah Flores Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Flores Timur, Polairud Kabupaten Flores Timur, Dinas Kehutanan Flores Timur, Asosiasi Pole and Line Flores Timur, perwakilan perusahaan cakalang serta seluruh stakeholder lain yang terkait perikanan umpan. Diskusi menghasilkan kesepakatan untuk membangun komitmen bersama menuju perbaikan perikanan umpan.
Asosiasi Purse Seine dan Bagan
Kesepakatan mengarah kepada pembentukan Asosiasi Purse Seine dan Bagan, selaku alat tangkap ikan umpan. Bertujuan untuk memudahkan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam melakukan pendataan serta pencatatan untuk jumlah armada aktif dan jumlah nelayan yang terlibat. Selain itu, dengan adanya asosiasi diharapkan dapat memperkuat masyarakat pesisir, dengan berorganisasi dan berkumpul dalam lingkup alat tangkap yang sama dimana mereka dapat bersama-sama mengajukan permohonan bantuan dan memudahkan alur sosialisasi.
Januari lalu, telah terbentuk asosiasi nelayan Bagan. Sementara asosiasi nelayan Purse Seine dibentuk di Desember 2014 lalu. Saat ini keduanya dalam proses peresmian oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Pembetukan asosiasi adalah langkah awal dari banyak langkah yg harus ditempuh dalam melakukan pengelolaan perikanan yg memastikan keberlanjutan SDI, setelah tersedianya hasil kajiannya dapat menjadi rekomendasi secara scientific bagi para stakeholder dan pengambil kebijakan, untuk mengatur pemanfaatan SDI hingga berujung pemulihan stok ikan.
Penulis: Saraswati Adityarini (Fisheries Officer Lesser Sunda Project)