EKSPLORASI PEWARNA ALAM DI MALINAU BERSAMA ASRI WELAS
Ada yang pernah dengar Malinau?
Sebuah kabupaten di Kalimantan Utara yang mungkin asing di beberapa telinga kita namun kaya akan kultur dan sumber daya. Namun apa sih hubungannya Malinau, WWF, dan Asri Welas?
Pada awal Juni 2024, WWF-Indonesia bekerja sama dengan tokoh publik Asri Welas dan Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FOMMA) Malinau, Kalimantan Utara mengadakan lokakarya yang diikuti oleh perempuan dayak dari sekitar wilayah Malinau untuk mengeksplorasi penerapan penggunaan pewarna alami ke dalam industri fesyen yang bertanggung jawab.
Menggandeng Asri Welas yang juga menekuni isu penggunaan limbah tekstil daur ulang, WWF- Indonesia melihat misi Asri Welas sejalan dengan tujuan program untuk mengurangi dampak lingkungan dan mendukung mata pencaharian yang berkelanjutan. Ada 17 perempuan adat dari desa-desa sekitar yang antusias mengikuti lokakarya selama 3 hari. Peserta terjauh datang dari desa Long Sule yang berada di hulu Kabupaten Malinau, yang hanya dapat ditempuh dengan akomodasi pesawat Cesna karena belum ada akses jalan darat maupun sungai. Namun, kondisi itu tidak menyurutkan semangat Ibu Daben dan Ibu Dina yang berasal dari desa Long Sule.
Alasan utama memilih Malinau adalah kebiasaan perempuan Dayak di sana membuat pewarna alami dari daun, akar-akaran, kulit pohon, dan bahan alami lain sebagai pengikat warna seperti kapur, tawas, dan tanah lempung. Namun, kerajinan ini biasanya dilakukan hanya dalam skala kecil dan objek yang terbatas seperti pada kerajinan rotan dan anyaman tikar. Hal ini sangat menarik karena WWF percaya bahwa dengan bekal pengetahuan lokal mereka dan pendampingan yang kuat, bisa memberi keuntungan bagi perempuan adat dayak dalam mendapatkan manfaat dari alamnya sendiri.
Malinau adalah kabupaten dengan luas wilayah adat terluas di Indonesia yang telah diakui melalui 3 SK Bupati pada tahun 2020 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat. Mencapai angka lebih dari 1 juta hektar dan 311.456 ha diantaranya telah masuk dalam peta indikatif hutan adat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Capaian ini hasil kolaborasi WWF-Indonesia melalui program Leading the Change 1, FOMMA, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Pemerintah Kabupaten, dan dukungan penuh masyarakat.
Nah, dalam kunjungan ke Malinau kemarin, WWF-Indonesia dan Asri Welas mengadakan sesi eksplorasi untuk mengasah keterampilan perempuan adat, mencoba mengaplikasikan ke dalam media tekstil, berbagi pengetahuan tentang teknik pewarnaan, penggunaan bahan-bahan alami yang tepat dan memotivasi mereka untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada serta merencanakan langkah-langkah ke depan. Program ini juga mempromosikan penggunaan pewarna alami sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan pewarna kimia, yang juga berpengaruh dalam meningkatkan peluang pendapatan dan menjaga warisan budaya mereka sendiri.
WWF-Indonesia melalui program Leading the Change 2 akan terus mengembangkan inisiasi yang membantu perempuan adat Dayak mendapatkan manfaat yang adil dan berkelanjutan dari wilayah kelola mereka. Tunggu progress selanjutnya ya!
Lestari alamnya, sejahtera perempuan adatnya!