CATATAN #XPDCMBD: PULAU LUANG (2)
Penulis: Nara Wisesa (WWF-Indonesia)
Desa Luang Barat
Desa Luang Barat juga terletak di Pulau Luang, dipisahkan oleh bukit dari Luang Timur. Kedua desa, Luang barat dan Luang Timur, berbagi kawasan ‘meti’. Namun, gugus pulau yang ada di sebelah barat Luang terbagi dua oleh kedua desa tersebut. Pulau-pulau di utara, termasuk Amartaun, menjadi teritori Luang Timur; sementara pulau-pulau di selatan, termasuk Meatimiarang, menjadi teritori Luang Barat.
Tim Darat mulai bergerak sekitar pukul 08.00 WIT. Di perjalanan kami bertemu sekelompok lumba-lumba besar, atau kemungkinan False Killer Whale (Pseudorca crassidens). Ketika mencapai kepala karang, air masih surut dan kapal cepat yang ditumpangi Tim Darat kembali kesulitan untuk mencari jalan, ditambah kali ini tidak ada nelayan lokal yang bantu memandu. Setelah memakan waktu yang cukup lama, kapal cepat pun berhasil memasuki kawasan ‘meti’ dan memutari pulau untuk mencapai Desa Luang Barat. Namun begitu tiba di depan Desa Luang Barat, kapal cepat kembali menghadapi masalah dengan padang lamun yang tebal, sehingga beberapa kali mesin terpaksa dimatikan dan beberapa anggota Tim Darat terpaksa turun untuk membantu kru Seven Seas mendorong kapal cepat tersebut.
Sejak tiba di Luang Barat, terlihat bahwa desa ini adalah desa pembudidaya rumput laut. Dapat terlihat barisan tali budidaya rumput laut dan perahu ‘sampang’ yang penuh berisikan hasil panen. Tempat-tempat menjemur rumput laut pun dapat ditemui hampir di semua rumah di desa ini. Berdasarkan informasi dari pejabat kepala desa (kades), semua keluarga, yang berjumlah sekitar 232 Kepala Keluarga (KK) di desa ini adalah pembudidaya rumput laut. Sama dengan Desa Luang Timur, hal ini membuat kegiatan menangkap ikan menggunakan pancing dan jaring lebih untuk kebutuhan makan sehari-hari.
Warga desa melakukan pembibitan rumput laut menggunakan caranya sendiri. Sebelumnya warga mencoba menggunakan bibit rumput laut dari Saumlaki, namun gagal. Menariknya, pembibitan baru berhasil dilakukan setelah ada warga yang menemukan bibit rumput laut yang hanyut di atas sebuah rakit di tengah laut. Sebelum popularnya budidaya rumput laut kotoni, pedagang yang mayoritas dari Makassar datang ke desa ini untuk membeli agar-agar alam. Sayangnya, harga rumput laut kering turun drastis dalam setahun terakhir, yaitu dari IDR 12.500/kg pada bulan Februari 2015 menjadi sekitar IDR 6.000/kg. Para pembeli tersebut biasanya datang dengan 5-7 buah kapal sekaligus.
Yang cukup miris, ketika berjalan menuju rumah pejabat kades, terlihat beberapa bongkahan karang yang belum lama diambil dari laut dan digunakan sebagai bahan bangunan. Terlihat juga deretan produk laut yang diasinkan sedang dijemur, seperti ikan kakaktua berukuran cukup besar) dan gurita.
Setibanya di rumah pejabat kades, ternyata Tim Darat berangkat terlalu pagi ke desa. Willy, karyawan UPTD yang dihubungi oleh Kris (DKP Maluku Barat Daya) via radio komunikasi lokal, juga baru tiba di rumah tersebut sehingga belum sempat melakukan koordinasi. Koordinasi awal pun menjadi kurang maksimal sehingga tim harus berkeliling dan mencari sendiri warga desa untuk kegiatan. Untungnya Willy dan beberapa warga yang lain membantu, hingga akhirnya Tim Darat melakukan diskusi kelompok terarah, pemetaan cepat, dan wawancara informan penting secara bersamaan di sebuah gubuk di bawah pohon sukun yang sangat rindang.
Selain anggota Tim Darat, hari ini, Very (WWF-Indonesia) juga hadir. Saat semua anggota tim sedang melakukan pengambilan data, Very yang sedang berkeliling desa diajak oleh para guru SMP Desa Luang Barat untuk menjadi pembicara tamu di hadapan pelajar kelas 9 mengenai pengetahuan seputar konservasi kelautan dan perikanan, serta memotivasi para pelajar untuk giat belajar dan mendukung upaya-upaya konservasi di desa mereka.
Ketika pengambilan data sosial dan perikanan sedang berlangsung, terlihat ada beberapa wajah, yang bukan khas Maluku, ikut mengamati proses pengambilan data tersebut dengan raut curiga. Mereka ternyata adalah para pedagang dari Makassar yang datang untuk membeli rumput laut dan hasil laut lainnya, termasuk hasil buka sasi. Karena ‘hak makan bersama’ antara Desa Luang Barat dan Desa Luang Timur untuk kawasan sasi di sekitar Pulau Luang, maka pembukaan sasi akan dilakukan oleh kedua desa secara bersamaan.
Hal menarik lainnya dari Desa Luang Barat adalah profil geologinya. Sehari sebelumnya, saat Tim Darat sedang mengambil data di Desa Luang Timur, memang sudah terlihat bahwa di atas bukit Pulau Luang banyak terdapat batu-batu hitam besar. Ternyata di area Desa Luang Barat, jumlah batu tersebut jauh lebih banyak dan mendominasi. Bahkan di beberapa pesisir pulau, tumpukan bebatuan tersebut mencapai tepi laut, seperti bekas aliran lava dari puncak bukit menuju laut.
Saat perjalanan kembali ke kapal Seven Seas dengan kapal cepat di siang hari, kondiisi air sudah cukup tinggi sehingga hamparan gosong pasir yang menghambat jalan Tim Darat di pagi hari sudah bisa dilalui dan berganti menjadi hamparan pasir putih luas yang indah di bawah air dangkal.