MENYAMBUT BMP BUDIDAYA UDANG WINDU VERSI 2014
Oleh Agis Riyani
Udang windu merupakan spesies asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak digemari oleh pasar ekspor. Saat ini di Indonesia, aktivitas budi daya udang windu kalah pamor jika dibandingkan dengan budi daya udang vannamei. Berdasarkan data statistik perikanan budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jumlah produksi udang windu dari tahun 2008 ke tahun 2012 mengalami penurunan sekitar 18 ribu ton. Salah satu faktor utama penyebab menurunnya jumlah produksi budi daya udang windu tersebut adalah mewabahnya serangan virus white spot syndrome (WSS).
Masalah lain yang dihadapi oleh industri budi daya udang windu di Indonesia pada beberapa tahun terakhir adalah adanya penolakan di beberapa negara tujuan ekspor yang disebabkan adanya kandungan antibiotik yang melebihi ambang batas yang ditentukan. Maraknya penggunaan antibiotik dan produk kimiawi berbahaya sebenarnya dapat membahayakan para konsumen. Minimnya benur yang berkualitas baik, pencemaran lingkungan dari aktivitas budi daya, degradasi kualitas lingkungan, dan konversi lahan budi daya yang tidak sesuai dengan ketentuan pun menambah deretan permasalahan dalam budi daya udang windu di Indonesia.
Terkait dengan berbagai permasalahan tersebut, WWF-Indonesia berinisiatif membuat Better Management Practices (BMP) Budidaya Udang Windu pada tahun 2011 lalu. BMP tersebut terdiri dari tiga jenis: BMP Budidaya Udang Windu Tanpa Pakan Tanpa Aerasi, BMP Budidaya Udang Windu Dengan Pakan Tanpa Aerasi, dan BMP Mencegah Dan Mengatasi Penyakit Udang. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya udang windu, dibutuhkan pula BMP yang lebih komprehensif. Oleh karena itu, pada tahun 2014 ini WWF-Indonesia melakukan penggabungan dari ketiga BMP tersebut sekaligus menyempurnakannya menjadi BMP Budidaya Udang Windu versi 2014.
Sebagai usaha untuk menyusun draf BMP Budidaya Udang Windu versi 2014, dilakukan proses external expert review di kantor WWF-Indonesia di Denpasar, Bali pada awal November 2014 yang lalu. Kegiatan ini melibatkan beberapa praktisi dari Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Payau Jepara, pengusaha budi daya udang windu, dan perwakilan dari LSM lokal yang membawahi pembudidaya udang windu di Sidoarjo, Jawa Timur. Di dalam BMP Budidaya Udang Windu versi 2014 dijelaskan tentang beberapa aspek budi daya udang windu, seperti aspek teknis (penggunaan benur yang berkualitas, larangan penggunaan produk kimiawi yang berbahaya, penanggulangan dan pencegahan penyakit), aspek sosial, dan aspek legalitas usaha yang mencakup perizinanan usaha budi daya dan tata letak lokasi usaha budi daya udang windu.
Untuk mewujudkan perikanan budi daya yang bertanggung jawab, WWF-Indonesia juga melakukan Aquaculture Improvement Program (AIP) atau program perbaikan perikanan budi daya yang bertujuan untuk melakukan praktik perikanan budidaya sesuai dengan standar BMP dan Aquaculture Stewardship Council (ASC). Ada beberapa tempat di Indonesia yang menjadi lokasi penerapan AIP untuk budidaya udang windu, yaitu di Lhokseumawe – Aceh, Tarakan – Kalimantan Utara, dan Pinrang – Sulawesi Selatan. Ke depannya, diharapkan perbaikan perikanan budi daya di Lhokseumawe, Tarakan, dan Pinrang dapat terus dilakukan dan direplikasi di daerah lain sehingga produksi udang windu Indonesia dapat terus meningkat dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.