JALAN PANJANG MENUJU KKPD PALOH: UPAYA KONSERVASI DAN INISIATIF PERLINDUNGAN
Yayasan WWF Indonesia sejak April 2009 merintis program konservasi di Kecamatan Paloh, ditandai dengan pelaksanaan kegiatan “Lokakarya Multipihak Dalam Rangka Pengelolaan Habitat Peneluran Penyu di Kecamatan Paloh”, yang dilaksanakan di Sambas dan dibuka oleh Bupati Sambas, Ir. H. Burhanuddin AR. Kala itu Bupati Sambas berharap agar adanya kerjasama antara WWF, Pemerintah Kabupaten Sambas serta masyarakat dalam upaya penyelamatan penyu di pesisir pantai Paloh.
Salah satu arah kebijakan dalam bidang kelautan dan perikanan yang termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sambas, tentang peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam mendukung perekonomian dan tetap menjaga kelestariannya. Salah satu strategi pembangunannya yaitu dengan mendorong Kabupaten Sambas menuju Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) .
Sebagai langkah awal, Yayasan WWF Indonesia melakukan kajian berupa monitoring dan pendataan di sepanjang pesisir pantai Paloh untuk mengetahui populasi dan ancaman terhadap penyu serta habitatnya. Kegiatan ini dilakukan setiap hari sepanjang tahun, untuk mendata jumlah penyu yang naik untuk bertelur serta perburuan telur penyu. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak sebagai salah satu mitra utama, turut berkolaborasi dalam pelaksanaan pemantauan, dengan melibatkan 3 enumerator lapangan yang direkrut dari kelompok lokal , serta pembangunan hatchery sejak tahun 2016 hingga saat ini.
Upaya lainnya dengan mendorong peran keterlibatan masyarakat dalam upaya penyelamatan penyu Paloh dengan terbentuknya Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Kambau Borneo tahun 2011. Kelompok ini beranggotakan 27 orang, setengah di antaranya adalah mantan permburu telur yang sudah memiliki kesadartahuan. Mereka prihatin dengan maraknya perdagangan telur penyu, serta semakin sedikitnya penyu yang naik ke pantai Paloh. Keterlibatan masyarakat ini didukung pula oleh para penegak hukum dan instansi terkait seperti Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, BPSPL Pontianak, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Barat, Pemerintah Kabupaten Sambas, serta Aparat Kepolisian.
Tahun 2012, WWF bersama BPSPL Pontianak turut menginisiasi kampanye sosialisasi perlindungan penyu yang dikemas dalam bentuk Festival Pesisir Paloh (FESPA). Festival ini bertujuan sebagai bentuk promosi wisata pesisir, pelestarian tradisi dan budaya lokal, serta upaya penyadartahuan masyarakat akan potensi sumber daya alam maupun adat istiadat yang dimiliki. Sehingga timbul rasa bangga dan berupaya melestarikannya. Kegiatan ini juga sebagai bentuk peralihan dari kegiatan “Festival Lempar Telur Penyu” yang dilaksanakan pada setiap musim puncak peneluran, yang merupakan pesta rakyat untuk mensyukuri hasil panen telur penyu yang berlimpah. Hingga tahun 2018 telah dilaksanakan sebanyak 7 kali, dan sejak 2017 telah diambil alih dan diadopsi pelaksanaannya oleh Pemerintah Kabupaten Sambas.
Pembukaan akses jalan, turut meningkatkan tekanan terhadap penyu. Tahun 2016 tercatat angka kehilangan sarang mencapai di atas 25%. Hal ini mendorong pelaksanaan program pendampingan masyarakat, melalui pengembangan mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan. Sebagai langkah menyandingkan upaya perlindungan dengan peningkatan taraf hidup masyarakat lokal dampingan, potensi madu kelulut (Heterotrigona itama) hasil budidaya sudah mulai dikenal di masyarakat Paloh. Selain karena harga jual madu yang tinggi, teknis pengelolaan yang mudah, serta ketersediaan sarang yang masih berlimpah, membuat ternak kelulut menjadi salah satu opsi yang menjanjikan.
Hasil studi awal di delapan desa di Kecamatan Paloh terdapat setidaknya 82 peternak kelulut dengan jumlah total sarang sebanyak 2.627 log. Jika produktivitas madu pada periode panen (Maret–November) rata-rata 400 ml perbulan per log (Laba Lebah Tanpa Sengat – Trubus), maka diperkirakan potensi produksi madu kelulut di Paloh adalah 7-9 ton/tahun. Tentunya ini merupakan sebuah peluang dan tantangan dalam membangun keharmonisan, antara masyarakat dan kerja konservasi untuk perlindungan penyu yang ada di pesisir Paloh.
Lain di daratan lain pula di perairan. Ancaman tertangkap tidak sengaja (bycatch) penyu pada jaring insang (gillnet) nelayan Paloh masih cukup tinggi. Selain kerugian akibat jaring yang rusak, penyu yang tertangkap seringkali dijumpai telah mati dan akhirnya terdampar di pantai. Salah satu upaya untuk menurunkan dan menghindari potensi tertangkapnya penyu pada jaring adalah dengan pemasangan lampu LED hijau pada jaring insang. Cahaya hijau yang dihasilkan oleh lampu LED tersebut diharapkan bisa terdeteksi oleh penyu sehingga mereka akan menjauh atau mengubah arah renang dan tidak akan terjerat oleh jaring insang.
Penggunaan lampu LED merupakan salah satu program Smartgear yang sudah disosialisasikan oleh WWF-US dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Di Indonesia, Paloh menjadi lokasi pertama dalam uji coba lampu LED. Uji coba penggunaan lampu LED pada jaring insang di Perairan Paloh telah berlangsung selama empat tahun, dimulai pada pertengahan tahun 2014 hingga akhir tahun 2017 dengan hasil yang sangat baik. Dari hasil uji coba, efektif menurunkan bycatch penyu sebesar 62,5% serta meningkatkan hasil tangkapan nelayan hingga 15%.
Upaya konservasi yang dilakukan banyak pihak sudah memberikan dampak yang cukup signifikan. Data pemantuan penyu tahun 2019 menunjukkan terjadi penurunan dalam perburuan telur penyu, angka kehilangan sarang tersisa 11%. Namun ancaman belum berhenti sampai di sini, perlu kerja kolaboratif banyak pihak untuk pengelolaan yang lebih efektif di masa mendatang.