BERSAMA ARIFIN PUTRA, KAMPANYE DUYUNG DAN LAMUN PROMOSIKAN KONSERVASI ALOR LEWAT VIDEO
Oleh: Nisa Syahidah (Sunda Banda Seascape Communication & Campaign Assistant, WWF-Indonesia)
“Ayo ayo semua, kita menanam bakau
Untuk melestarikan alam dan lingkungan
Untuk penahanan ketika gelombang
Ayo, ayo, mari kita lakukan,”
Mama Martha, ketua Kelompok Cinta Persahabatan (KCP) di Kelurahan Kabola, Alor, menyanyikan lagu tersebut lengkap dengan gerakan tangannya. Ada energi besar dalam vibra suara Mama yang merdu, satu-satu kali ditimpali suara ombak kecil yang menyentuh anak-anak bakau yang ia tanam di pantai. Di samping kami adalah kebun pembibitan yang memuat ribuan polybag anakan bakau yang didominasi jenis Rhizopora sp. Sejak 2008, KCP telah aktif menanam puluhan ribu bakau untuk mencegah abrasi di Kabupaten Alor.
Dengat semangat menggebu dan jagung bose buatannya, Mama Martha menyambut tim WWF-Indonesia bersama Arifin Putra, aktor dan supporter WWF-Indonesia yang baru saja dikukuhkan jadi Duta Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) pada 2 November 2017. Selama 25-30 November 2017, kami tengah melakukan pengambilan gambar untuk video yang mengangkat upaya konservasi ekosistem pesisir di Alor, sebagai bagian dari Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Perairan Sekitarnya. Ketiga ekosistem pesisir ini adalah ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.
Sehari sebelumnya (26/11), kami menyusuri ekosistem mangrove Desa Aimoli, Kecamatan Alor Barat Laut, untuk menemukan hamparan kebun rumput laut milik Kelompok Tomesah – yang tergabung dalam Forum Rumput Laut Alor (FoRLa). Beberapa pembudidaya tampak sibuk merentangkan tali ris penuh dengan bibit rumput laut, yang kelak dipanen dalam 90 hari.
“Tomesah itu dalam Bahasa Alor, artinya sehati, sepikir, dan dengan kasih sayang,” Pak Ipu, Ketua FoRLa, menjelaskan pada kami di sela-sela pengambilan gambar. Nama yang indah itu dibarengi dengan komitmen kelompok untuk menerapkan praktik budi daya yang ramah lingkungan, sesuai dengan Better Management Practices (BMP) Budi daya Rumput Laut WWF-Indonesia.
“Ekosistem mangrove penting untuk budi daya rumput laut,” Pak Sonter, yang menjabat Sekretaris Kelompok Tomesah, menjelaskan pada Arifin yang duduk bersama Mama-mama yang tengah mengikat bibit-bibit rumput laut. “Maka dari itu kami jaga, kami buat peraturan bahwa mangrove ini dirawat. Siapa mencabut dan merusak, akan didenda,” lanjutnya menjelaskan Peraturan Desa Aimoli yang melarang penebangan dan pengambilan biota laut di ekosistem mangrove – dengan denda Rp500,000 hingga Rp1,500,000. Mereka memahami bahwa mangrove tak hanya menahan abrasi, tetapi juga berkontribusi pada perbaikan lingkungan, yang akan meningkatkan kualitas produksi rumput laut sebagai salah satu sumber penghasilan.
Melalui kisah mereka dalam video ini nantinya, Arifin dan WWF-Indonesia, yang tergabung dalam DSCP bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, ingin menginspirasi lebih banyak orang untuk berbuat serupa – sekaligus mengapresiasi upaya mereka.
Video ini akan membuka mata publik mengenai status perlindungan duyung (Dugong dugon) dan habitat lamun yang ada di Pantai Mali, Alor. Tak lupa, menyorot status kawasan SAP Selat Pantar dan Perairan Sekitarnya – yang sejak 2016, tengah mengalami pengalihan kewenangan pengelolaan kawasan konservasi dari pemerintah tingkat kabupaten kepada provinsi (UU No. 23 Tahun 2014).
Karena itulah, pada hari berikutnya (28/11), kami mempertemukan Arifin Putra dengan Onesimus Laa, yang akrab disapa Pak One. Ia adalah penggiat konservasi yang menumbuhi Pulau Sika di dekat Bandara Mali dengan ribuan pohon bakau sejak tahun 2009. “Susah payah kami tanam bakau itu, supaya jangan kalau kita mati tidak meninggalkan apa-apa, tapi tinggalkan bakau-bakau itu untuk anak cucu,” Pak One berkisah pada kami dengan berapi-api.
Dia adalah simbol perlindungan terhadap Pulau Sika dan perairan Mali dengan padang lamun yang menjadi habitat seekor duyung – yang ia namai Mawar. Keduanya berada di dalam zona inti kawasan konservasi SAP Selat Pantar dan Perairan Sekitarnya – dan keduanya berada dalam tekanan pariwisata yang tinggi. Kalau saja kita tidak sama-sama melindungi.