BABE IDIN, MENCIPTAKAN OASE DI TENGAH DERU URBANISME
Oleh: Merry Cristin Natalia Simaremare (Fundraiser WWF-Indonesia)
Jakarta, sebagai ibukota dan pusat pertumbuhan bisnis serta modernisasi, dipadati dengan berbagai gedung menjulang dan dipadati jutaan jiwa dengan mobilitas yang tinggi. Namun di tengah deru urbanisme itu, hadir sebuah “oase hijau” seluas 120 hektare yang menyimpan keindahan alam. Oase itu bernama Hutan Kota Sangga Buana yang terletak di bilangan Jakarta Selatan. Kicauan burung terdengar diantara gemericik sungai, sesekali ditimpali bunyi batang-batang bambu muda yang bergesekan. Aroma dedaunan dan tanah basah menyeruak. Jalan setapak membelah hamparan rumput dan barisan pepohonan. Sungguh sebuah kondisi yang kontras dengan kemacetan jalan akibat padatnya kendaraan di ibukota. “Kaya lagi nggak di Jakarta, ya!” ujar seorang teman fundraiser WWF-Indonesia saat mengunjungi Hutan Kota Sangga Buana pada Senin (23/01) silam.
Saya pun langsung bertanya-tanya dalam hati, sosok seperti apakah yang bisa mempertahankan areal hijau seluas 120 hektare di tengah deru urbanisme yang menggempur pesat, dimana harga sepetak tanah di megapolitan sangatlah tinggi? Saya membayangkan ia pastilah seseorang dengan titel atau jabatan tinggi dan berpenampilan borjuis. Namun ketika saya mendapat kesempatan untuk mengikuti capacity building tim F2F Fundraiser WWF-Indonesia di lokasi tersebut, saya harus menahan malu ketika salah menilai seseorang dari penampilannya. Saat berpapasan dengan seorang bapak berpakaian lusuh dan tanpa alas kaki, tanpa berpikir panjang saya bertanya, “Bapak penjaga kebun di sini ya?”. Betapa kagetnya saya ketika beliau ternyata adalah sang penggagas Hutan Kota ini. Saya jadi teringat sebuah quote dari Alan Turing dalam film “The Imitation Game”: “Sometimes it is the people no one imagines anything of who do the things that no one can imagine.”
Adalah H. Chaerudin, atau yang akrab disapa Babe Idin, lelaki asli Betawi yang berpenampilan sederhana dan sedikit nyentrik namun sudah tak terhitung berapa kali diundang di berbagai acara, baik diwawancarai di acara TV Nasional maupun sebagai pembicara di berbagai forum. Beliau kerap mengenakan pakaian yang sama, yaitu kaus, celana tradisional Betawi, ikat pinggang berdompet dan peci, bahkan dalam acara penting sekalipun. “Inilah jati diri saya. Saya Muslim, tapi saya bukan Arab. Bukan pula Amerika. Saya Muslim Nusantara,” pungkasnya. Babe Idin ingin menanamkan filosofi supaya kita bangga menjadi diri kita sendiri sebagai warga pribumi nusantara, bukan menyerupai orang atau negara lain.
Babe Idin mengaku “hanya” mengecap pendidikan hingga setara kelas 4 Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat). Namun Babe Idin mengaku tidak menyesal akan hal itu karena dia bisa belajar dari alam dan kehidupan bermasyarakat secara langsung. “Kampus yang sebetulnya paling dahsyat adalah alam dan masyarakat. Manusia bisa belajar dari aliran sungai, atau hijaunya daun. Itu yang saya sebut manajemen kearifan alam. Keseharian yang kita lihat, kita raba, kita rasa, itulah kampus sebenarnya yang nggak pernah ada batasan akademisnya. Nah, itu saya belajar dari situ,” ungkapnya.
Berangkat dari rasa kesal, H. Chaerudin alias Babe Idin, mendirikan Hutan Kota Pesanggrahan. Pada tahun 1992, Babe Idin melakukan perjalanan dari Gunung Pangrango ke Kampung Muara. Babe Idin merasa kesal sebab di sepanjang perjalanan, beliau tidak menjumpai pepohonan. Yang tampak justru timbunan sampah yang memenuhi bantaran sungai dan rumah-rumah warga yang membelakangi sungai. Bermodal nekat dan kemauan yang kuat, Babe Idin menginisiasi Kelompok Tani yang dinamakan Sangga Buana. Sangga Buana mengandung filosofi yang dalam tentang penyelamatan alam. Arti “Sangga” adalah tiang yang berfungsi untuk menyangga atau menopang serta menunjang sesuatu benda yang ada di atasnya. Sedangkan “Buana” menyimbolkan Bumi atau dunia yang di dalamnya terdapat udara, tumbuhan, air, manusia, satwa, dan lain-lain yang harus dijaga dan dirawat serta dilestarikan.
Kelompok Tani Lingkungan Hidup “Sangga Buana” berhasil “menyulap” lautan sampah menjadi areal hijau berbasis edukasi-konservasi dan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang mengandung nilai-nilai kehidupan dan peradaban. Mereka melakukan penanaman pohon, konservasi bambu, survei dan penelitian sehingga mereka berhasil menjernihkan air Kali Pesanggrahan yang sangat tercemar dengan membuat semacam penampungan dan airnya difilter dengan memanfaatkan bambu yang memiliki daya absorbsi timbal dan daya reduksi residu atau toxic yang tinggi. Bahkan kini kali tersebut dijadikan areal pemancingan dan bisa memenuhi kebutuhan air tanah untuk warga sekitar.
Babe Idin memang membangun hutan kota untuk bisa dinikmati dan dimanfaatkan secara arif oleh masyarakat sekitar. Babe menyediakan beberapa hektar areal untuk dijadikan lahan agroforestry dimana masyarakat bisa menanam tanaman perkebunan diselingi dengan tanaman kehutanan. Tidak dengan serta-merta anti pembangunan dan peradaban, Babe Idin bekerja sama dengan pengembang mendirikan resor di tengah hutan selama proses pembangunan dan pembuangan limbahnya sesuai dengan AMDAL dan berdasar sustainable development. Beliau menyebutnya “Manajemen Kearifan”.
Sampah juga menjadi perhatian Babe Idin. Beliau menciptakan mesin pengelola sampah yang mampu membakar berbagai macam sampah tanpa menghasilkan limbah asap, hanya meninggalkan residu atau abu yang bahkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku batako bangunan yang tahan panas dan api. Selain itu, Babe Idin juga mengekplorasi sisi humanis generasi muda dengan membentuk kegiatan Teater Alam. Babe Idin percaya seni juga merupakan interpretasi dari upaya harmonisasi manusia dengan Sang Pencipta dan ciptaan-Nya: antar sesama manusia dan alam, termasuk flora dan fauna di dalamnya. Dalam filosofi yang diusung Teater Alam, manusia sejatinya adalah aktor atau pemeran utama yang berlakon di panggung kehidupannya masing-masing, yang setiap harinya dihadapkan dengan pilihan-pilihan, apakah kita akan berlakon yang baik atau buruk.
Babe Idin selalu menyampaikan banyak pesan dan filosofi-filosofi, terutama untuk generasi muda. Babe Idin menggantungkan harapan besar untuk anak-anak muda Indonesia supaya memiliki cita-cita yang sama dengannya, yaitu membangun negeri. “Itulah mental Sang Jawara,” tutupnya berpesan kepada para fundraiser WWF-Indonesia.