ANCAMAN MENGINTAI DUYUNG DI ALOR, BANGKITKAN KESADARAN MASYARAKAT DAN APARAT
Oleh: Alexandra M. Waskita (DSCP Site Manager Alor, WWF-Indonesia)
Kejadian yang mengganggu duyung dan habitatnya tidak hanya terjadi satu kali. Kejadian “diserbu”nya habitat duyung oleh 30 orang wisatawan asing pernah terjadi pada September 2017 lalu. Laporan dari Jakbes Asamau, Kepala Sekolah SMA Kabola sekaligus pengurus Kelompok Nelayan Mail’Maha, diterima oleh Onesimus Laa dan kelompok yang langsung diusir oleh masyarakat.
Kejadian pemasangan jaring hiu yang terjadi di wilayah terdekat, Desa Pante Deere, juga telah berhasil dilaporakan dan ditangani lebih lanjut oleh pihak aparat penegak hukum. Semakin meningkatnya tekanan terhadap duyung dan habitatnya serta ekosistem sekitarnya mendorong pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan pengawasan pada kawasan pesisir dan laut.
Informasi-informasi yang diterima oleh Onesimus beberapa kali meningkatkan kekhawatirannya dan mendorongnya untuk berkontribusi lebih. Saat ini perannya juga mendorongnya untuk mengajak lebih banyak orang untuk bekerja bersama untuk menjaga kelestarian pesisir.
Saat ini ia berperan sebagai Ketua Forum Nelayan Kabola dan Ketua Kelompok Pecinta Lingkungan Ol’Oho, salah satu pegiat konservasi di kawasan Pantai Mali dan Pulau Sika, Kelurahan Kabola dan Alor. Pihak TNI AL dan Polair menyatakan bahwa peran seluruh masyarakat adalah melakukan pemantauan terhadap kejadian merusak yang terjadi di lapang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.
“Selain laporan kronologi kejadian dan informasi mengenai kapal-alat tangkap-kegiatan merusak yang terjadi, minimal dibutuhkan adanya foto atau video yang merekam kejadian pelanggaran di kawasan konservasi agar dapat ditindak lanjut,” jelas Yosh A. BRIPKA Polair Alor.
Rasyid Blegur juga menambahkan, upaya meningkatkan kesadartahuan masyarakat nelayan dan keamanan dalam kegiatan pemanfaatan di laut sangat diperlukan. “Sebaiknya dipasang tanda-tanda batas zonasi di sekitar zona inti di Pulau Sika, serta papan informasi mengenai zonasi dan larangannya. Terutama, hukuman pidana yang dapat diberlakukan.”
Sosialisasi di sekolah juga sangat penting dilakukan, ujar Junaedi BRIGPOL Polair Alor, yang ditambahkan oleh Sardin Lotang – Pokmaswas Sinar Kabola – perlu dilakukan di rumah-rumah ibadah. Sosialisasi jenis ikan dilindungi akan dilakukan pula oleh DKP Alor bagian perikanan tangkap di kawasan pendaratan ikan di Desa Ampera, Kecamatan Alor Barat Laut. Perlindungan terhadap hewan langka secara umum telah diatur dalam UU RI No.5 tahun 1990 dan secara khusus hewan yang dilindungi serta hukumannya tertuang dalam turunannya, Peraturan Perundang-Undangan No. 7 tahun 1999.
Kejadian pelanggaran di kawasan konservasi yang bersifat insidental mendorong keberadaan pihak pengelola SAP Selat Pantar sesegera mungkin, melalui kerja sama pengelolaan antara pihak pemerintah (Dinas Kelautan Perikanan) Provinsi dan Kabupaten. Keterlibatan dan kolaborasi pihak pengelola dengan pihak lain di level masyarakat dan pemerintah lokal sangat dibutuhkan, mengingat adanya kesenjangan rentang kendali serta perbedaan kewenangan dari segi konservasi dan penegakan hukum di level provinsi dan kabupaten.