TAMAN NASIONAL KOMODO JADI RUMAH PENELITIAN HIU DAN PARI SELAMA LIMA BULAN KE DEPAN!
Oleh: Ranny R. Yuneni (Shark & Rays Bycatch Officer, WWF-Indonesia)
Hiu dan pari hingga kini masih menjadi komoditas penting yang dimanfaatkan oleh banyak nelayan di berbagai belahan Indonesia. Menurut laporan FAO tahun 2015, Indonesia adalah penghasil tangkapan hiu dan pari terbesar, yang mana menyumbang 13% produksi hiu di dunia.
Upaya-upaya konservasi masih terus dilakukan guna melestarikan spesies hiu dan pari – yang masuk ke dalam Daftar Merah IUCN – agar kedua kelompok spesies tersebut tidak mengalami kepunahan. Salah satu upaya konservasi tersebut adalah dengan mendorong Kawasan Konservasi Perairan (KKP) untuk perlindungan hiu, atau dikenal dengan Marine Protected Area (MPA) for Shark.
KKP tersebut mengupayakan adanya implementasi pengendalian atas penangkapan hiu, terutama hiu berukuran kecil dan hiu hamil. Alternatif pemanfaatan yang dilakukan dapat bersifat non ekstraktif, seperti melalui pariwisata bahari (snorkling dan menyelam).
Di Indonesia, Hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus) dan hiu karang sirip putih (Triaenodon obesus) merupakan jenis hiu karang yang paling umum ditemukan saat penyelaman. Tapi, tidak menutup kemungkinan penyelam juga menemui hiu jenis lain seperti grey reef shark, hammerhead shark, bamboo shark, leopard shark, thresher shark, nurse shark, dan sebagainya.
Selain melalui skema pariwisata bahari, terdapatnya informasi mengenai kemunculan jenis-jenis; kelimpahan dan biomassa spesies; rasio kelamin; dan tingkah laku hiu, merupakan faktor penting dalam pengumpulan data untuk mendukung pengelolaan jenis hiu yang berkelanjutan di suatu wilayah.
Sejak tahun 2015, WWF-Indonesia mulai melakukan penelitian hiu di perairan sekitar Dusun Mekko di Kabupaten Flores Timur dan Taman Nasional (TN) Wakatobi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pendataan hiu dan pari yang dilakukan menggunakan metode time swim di empat kedalaman ini melibatkan para pihak dari masing-masing kawasan tersebut.
Pada tanggal 11-14 November 2016, WWF-Indonesia berkolaborasi dengan Balai TN Komodo dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Manggarai Barat, mengadakan pelatihan mengenai penelitian hiu dan pari di Kantor Balai TN Komodo di Labuan Bajo.
Selama pelatihan, peserta diperkenalkan pada jenis-jenis hiu dan pari, metode pendataan, cara berinteraksi yang baik dan benar dengan satwa laut, dan kondisi terkini mengenai hiu dan pari di Manggarai Barat. Selain itu, informasi mengenai pemantauan kesehatan terumbu karang – termasuk identifikasi pola pertumbuhan karang dan jenis-jenis ikan karang yang menjadi target – juga menjadi salah satu materi yang disosialisasikan di kegiatan ini.
Setelah mendapatkan pelatihan teori, para peserta diarahkan ke lapangan untuk mempraktikkan langsung metode pendataan dengan menggunakan sabak sebagai alat pencatatan spesies di bawah laut. Terdapat tiga macam data yang diambil, yaitu data hiu dan pari, data bentik, serta data karakteristik lokasi.
Peserta dibagi ke dalam beberapa tim kecil beranggotakan tiga orang dan satu orang dive master. Jumlah ini dianggap ideal untuk keselamatan penyelam dan pertimbangan efek terhadap habitat bawah laut. Kegiatan praktik pengambilan data di bawah laut juga melibatkan para operator selam, yang mana lebih intensif berinteraksi dengan satwa laut saat sedang beroperasi.
Sebagai pelaku wisata bahari, keterlibatan para operator selam ini dinilai penting dalam mendukung pengelolaan hiu dan pari yang berkelanjutan di perairan TN Komodo. Karena dalam menjaga sebuah kawasan konservasi secara optimal, tidak hanya membutuhkan komitmen tetapi juga kerja sama yang baik antar berbagai pihak.
Dengan diadakannya kegiatan ini, diharapkan para pihak yang terlibat dapat melakukan penelitian hiu dan pari di TN Komodo selama lima bulan ke depan untuk mengumpulkan informasi-informasi terkini demi mendukung KKP untuk perlindungan hiu.