#XPDCMBD: JUAL HARGA DIRI (IKAN) KE TIMOR LESTE
Penulis: Adrian Damora (WWF-Indonesia)
Kaya akan sumber daya ikan. Mungkin julukan itu yang bisa saya simpulkan ketika mulai menaiki kapal cepat untuk kembali ke Seven Seas, setelah hari ini (3/11) selesai menjelajahi Desa Ustutun, sebuah desa yang berada di Pulau Liran, pulau paling barat Kabupaten Maluku Barat Daya. Selama kurang lebih enam jam saya dan Tim Darat berada di desa ini untuk menggali informasi tentang pemanfaatan dan tata kelola sumber daya laut. Dimulai dengan diskusi bersama kepala desa dan warga, wawancara langsung dengan nelayan, hingga mengamati pendaratan hasil tangkapan ikan.
Dari serangkaian kegiatan yang saya dan Tim Darat lakukan di Desa Ustutun, satu hal yang sangat menarik perhatian saya adalah bagaimana nelayan di sana memasarkan ikan hasil tangkapannya. Sedikit informasi, jenis ikan yang ditangkap oleh para nelayan Desa Ustutun sebagian besar adalah ikan karang, mulai dari jenis kakap, kerapu, baronang, dan kakatua. Mungkin terdengar biasa saja bagi masyarakat yang memahami bidang perikanan. Tapi tunggu dulu! Ada keunikan yang saya coba cermati, yang membuat dahi saya mengernyit. Bayangkan! Semua jenis ikan hasil tangkapan dijual secara tercampur, tidak dipisah berdasarkan jenis seperti yang sering kita lihat di daerah-daerah lain. Keheranan saya makin menjadi ketika tahu ikan-ikan tersebut dihargai berdasarkan jenis alat tangkapnya. Hasil tangkapan pancing dihargai IDR 25.000 per kilogram, sedangkan hasil tangkapan jaring insang dihargai IDR 15.000 per kilogram. Menarik bukan?
Rasa penasaran saya pun belum tuntas. Saya pun mencoba mengorek informasi lebih dalam tentang alur pemasaran ikan-ikan tersebut. Dahi saya pun makin mengernyit, ketika tahu ikan-ikan tersebut dijual oleh para pengepul – sebutan untuk pembeli ikan pertama dari nelayan – ke para pembeli dari Timor Leste. Mereka menjual ikan tetap dalam kondisi tercampur. Menurut mereka, para pembeli tersebut baru menjual ikan berdasarkan jenis setelah tiba di Timor Leste, yang artinya nilai jual ikan-ikan tersebut baru mulai mengikuti harga pasar pada umumnya. Saya pun langsung berprasangka. Bisa jadi para pembeli dari Timor Leste ini mengekspor ikan-ikan karang Pulau Liran ini ke luar Timor Leste, yang sudah pasti tentu harganya jauh dari harga jual nelayan ke pengepul. Miris sekali.
Sudah berapa banyak kerugian yang dialami oleh para nelayan di Desa Ustutun? Mereka pun juga tidak bisa disalahkan menjual hasil tangkapan ikan ke Timor Leste. Alasan mereka cukup jelas, yaitu pemerintah daerah maupun pusat belum memberikan fasilitasi kepada mereka dengan sistem penanganan hasil tangkapan dan pemasaran yang layak, sehingga ikan-ikan hasil tangkapan dari Desa Ustutun dapat tetap menembus pasar ekspor melalui jalur dalam negeri tanpa harus menjualnya ke Timor Leste.
Saya berharap besar, Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang saat ini sedang diusung Pemerintah Indonesia dapat membantu memberikan solusi dari permasalahan ini. Jangan sampai nelayan pulau-pulau terluar Indonesia terpaksa menjual ‘harga diri’ ikan bangsa ke negara-negara lain namun mereka sendiri tetap hidup dalam garis kemiskinan.
.