#XPDCMBD: BERPACU MENUJU MALUKU BARAT DAYA
Penulis: Estradivari (WWF-Indonesia)
Ada yang berbeda dengan Ekspedisi Maluku Barat Daya ini. Tak seperti ekspedisi WWF-Indonesia lainnya, ekspedisi kali ini berfokus pada tiga aspek, yaitu ekologi, sosial, dan perikanan. Ketiga hal tersebut masing-masing memiliki metode serta kompleksitas yang berbeda untuk pengumpulan data dan pengambilan lokasi sampel, misalnya data yang diperlukan tak hanya dari desa tapi juga perairan setempat. Tidak hanya itu, wilayah ekspedisi ini juga sangat luas dengan pulau-pulau yang letaknya berjauhan satu sama lain. Ini adalah tantangan utama yang akan kami hadapi adalah penentuan rute dan tempat yang akan dikunjungi.
Mendatangi ‘blank spot’ di Bentang Laut Sunda Banda ini – yang mana data dan informasi mengenai tiga aspek tersebut sangat terbatas – adalah mimpi para peneliti. Oleh karena itu, sebagai peneliti laut yang mendapatkan kesempatan langka berekspedisi di wilayah ini, saya ingin mengambil sampel data sebanyak-banyaknya.
Sayangnya, saya harus lebih sedikit realistis. Ekspedisi ini hanya berlangsung selama 15 hari, dengan 12 hari efektif untuk pengambilan data. Kami berencana untuk mengumpulkan data sosial dan perikanan setidaknya di delapan desa dan 30 tempat pengambilan sampel data ekologi. Untuk mencapai angka-angka tersebut, tim yang bertugas di darat memerlukan waktu sekitar satu sampai satu setengah hari di tiap desa untuk mengumpulkan data sosial dan perikanan. Sementara itu, tim yang bertugas mengumpulkan data ekologi harus menyelam setidaknya tiga kali sehari di wilayah sekitar desa yang Tim Darat kunjungi.
Kapal Seven Seas tiba berangkat sedikit terlambat menuju Kabupaten Maluku Barat Daya, karena harus menunggu Budi (KKP) yang baru mendarat di Bandara Frans Seda, Maumere, di siang hari. Destinasi pertama Tim Darat adalah Desa Ustutun, yang terletak di Pulau Liran, sebelah barat daya Pulau Wetar, sekitar 38 jam perjalanan laut dari Maumere.
Dengan kecepatan normal, sekitar tujuh knot per jam, kapal akan mencapai desa kurang lebih pada tanggal 3 November pukul 14.00 waktu setempat. Agar kami dan kru kapal memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat sesampainya di tujuan setelah berlayar satu setengah hari tanpa henti, Wahyu, Kapten Seven Seas, memutuskan untuk menambah kecepatan menjadi sembilan knot per jam. Kami pun sangat beruntung karena laut dan cuaca sedang dalam kondisi bersahabat dan arah angin pun sejalan dengan arah kapal, hingga kapal dapat merapat lebih awal di Desa Erai, desa terdekat yang memiliki dermaga, pada tanggal 2 November sekitar pukul 22.00 waktu setempat.
Seperti yang telah diperkirakan, segera setelah mesin kapal dimatikan, lampu diredupkan, para kru dan tim Ekspedisi Maluku Barat Daya pun beranjak tidur untuk mengumpulkan energi dan bersiap untuk menyambut hari pertama pengambilan data esok hari (3/11).