WWF SIAP KEMBANGKAN POTENSI ENERGI TERBARUKAN DI KALIMANTAN DAN SUMATRA
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Bandung (29/07)-Usai mengunjungi sejumlah lokasi percontohan “Field Trip Renewable Energy” yang diselenggarakan oleh Program Iklim dan Energi WWF-Indonesia, sejumlah project leader, koordinator, maupun staf dari WWF Kalimantan dan Sumatra mengaku akan maksimalkan pengembangan potensi di masing-masing daerah praktik konservasi mereka. Salah satunya adalah di wilayah Putussibau, Kalimantan Barat dan Bukit Barisan Selatan.
Menurut keterangan Markus Lasa, Field Forest Officer WWF-Kalimantan Barat untuk Kapuas Hulu-Putussibau, sekitar bulan Januari lalu, survei lokasi maupun penghitungan debit air sudah dilakukan. Rencananya, pembangkit akan dibangun di Dusun Sungai Luar menggunakan turbin jenis cross flow.
Sebelumnya sudah ada kincir sederhana yang dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik. Namun setelah beroperasi selama dua tahun, kini kondisi kincir tersebut sangat memprihatinkan. Listrik yang dihasilkan juga relatif kecil.
“Selama ini listrik yang dihasilkan kincir hanya mampu menerangi 2 bilik di rumah betang (rumah komunitas suku Dayak Iban). Harapan saya dengan dibangunnya pembangkit mikrohidro, seluruh KK di Rumah Betang akan dapat menikmati listrik,” ungkap Markus.
Rencana pengembangan energi terbarukan juga diutarakan oleh Afrizal, Koordinator Sustainable Land-Use WWF Bukit Barisan Selatan. Berbeda dengan di Putussibau, masyarakat Bukit Barisan Selatan sudah cukup akrab dengan teknologi mikrohidro. Bahkan tiga tahun lalu, WWF juga telah melakukan studi banding di Ulu Belu dengan mengajak sejumlah tokoh masyarakat dari 7 desa binaan di wilayah Buffer Zone. Hingga kini, sudah ada 29 pembangkit yang telah dibangun secara swadaya. Pembangkit tersebut memiliki kapasitas mulai dari 5.000 hingga 15.000 watt.
Namun ironisnya, pembangkit yang masih aktif hanya 60 %. Sementara 40 %nya sudah tidak beroperasi lagi. “Kerusakan tersebut disebabkan karena perawatan alat yang tidak maksimal. WWF akan membantu upaya perbaikan ini, misalnya dengan mengirimkan tenaga ahli untuk melakukan perbaikan. Selain itu untuk jangka panjangnya kita juga akan menyusun mekanisme pengawasan dan pengaturan pemakaian untuk mencegah adanya kerusakan lebih lanjut,” jelas Afrizal.
Energi listrik mikrohidro juga dapat dimanfaatkan untuk menerangi perkemahan patroli gajah di Bukit Barisan Selatan. “Selama ini beban listrik untuk camp patroli gajah cukup mahal. Setiap bulannya kami harus mengalokasikan sekitar 900 ribu rupiah. Dengan berswadaya listrik melalui pembangkit mikrohidro, maka pengeluaran tersebut bisa diminimalisir. Tidak menutup kemungkinan kotorannya pun bisa dijadikan biogass, ” tambah Afrizal.
Afrizal juga mengemukakan potensi energi terbarukan dalam mengefektifkan program coffee and conservation WWF Bukit Barisan Selatan. Misalnya dengan memanfaatkan energi listrik mikrohidro untuk menggerakkan mesin pengupas kulit kopi yang selama ini menggunakan bahan bakar solar. Tidak hanya itu, dalam proses pengeringan kopi, energi terbarukan solar cell dapat pula dimanfaatkan dengan menggunakan inovasi solar dryer.