WWF-INDONESIA AJAK MILENIAL LINDUNGI HIU DARI ANCAMAN KEPUNAHAN
Oleh: Vinni Nurizky (Bycatch and Sharks Conservation Assistant)
Hiu merupakan salah satu aktor laut yang paling disoroti masyarakat milenial kini. Jumlahnya yang semakin menipis, aktivitas pariwisata yang tidak bertanggung jawab dan perburuan besar-besaran akan siripnya untuk dikonsumsi semakin memperburuk status keberadannya. Seminar Nasional UIBIOFEST 2017 dengan tema “Protecting Indonesia Ocean by Conserving the Sharks” yang diselenggarakan pada 19 November kemarin mengajak kaum milenial untuk semakin mengenal kondisi laut Indonesia. Dengan mengundang narasumber dari berbagai latar belakang yang berbeda, tim Seminar Nasional UIBIOFEST 2017 berharap pengetahuan peserta yang hadir mengenai hiu dapat bertambah. Ketiga narsumber kunci tersebut ialah Dwi Ariyogagautama, Bycatch and Sharks Coordinator WWF-Indonesia, Hamish Daud Wyllie, publik figur yang juga aktivis lingkungan, dan Bapak Setiono, Kepala Seksi Pemanfaatan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam presentasinya Yoga menjelaskan bahwa hiu di Indonesia memiliki ancaman besar dari aspek perikanan tangkap. Faktanya, tangkapan sampingan pada kapal industri dan sebagian kapal skala kecil pun sangat tinggi dan praktek shark finning masih dijumpai. Dilain pihak permintaan akan produk untuk didagangkan terus terjadi tanpa mengindahkan cara penangkapan hiu tersebut terjadi. Terutama permintaan produk hiu di kota-kota besar di Indonesia, seperti di Jakarta.
Yoga menambahkan, kampanye #SOSharks yang digalakkan WWF-Indonesia melalui media sosial cukup berpengaruh pada tingkat konsumsi hiu di Indonesia. Besarnya partisipasi masyarakat mulai dari mengangkat isu perlindungan hiu melalui media sosial hingga pelaporan restoran yang menjual hiu di Jakarta menunjukkan penurunan konsumsi hiu sebesar 20,32% menjadi 12.622 kg sirip hiu dalam satu tahun dari setidaknya 15.840 kg di tahun 2014 (DJPT, 2016).
Pemaparan Yoga disetujui oleh Hamish, sebagai seorang publik figur ia sangat percaya kekuatan media sosial. “Meski jauh dari laut, masyarakat perkotaan juga bisa menunjukkan kepeduliannya terhadap laut salah satunya melalui media sosial. Kita bisa ‘meracuni’ teman, keluarga, dan para followers untuk turut peduli dengan laut dan seisinya.” tambah Hamish.
Di antara ratusan peserta seminar yang hadir, Pak Setiono menghimbau untuk mulai mengenal biota laut. Menurutnya, meski Indonesia tercatat sebagai negara mega biodiversitas, tapi tidak banyak peneliti ahli yang berasal dari dalam negeri. Sangat disayangkan, bila kekayaan yang dimiliki Indonesia dikelola oleh pihak luar, karena ini dapat membuka kemungkinan hal yang tidak diinginkan terjadi.
Peserta yang masuk kategori generasi milenial memiliki andil besar dalam membangun sebuah isu, terlebih lagi mereka juga bisa mengambil langkah lebih lanjut sebagai akademisi untuk melakukan penelitian mengenai hiu dan satwa langka lainnya demi mendorong upaya pelestarian satwa langka di Indonesia. Karena meski di era masa kini, informasi menjadi jauh lebih mudah didapatkan melalui internet dan media sosial, namun masih ditemukan orang di luar sana yang minim pengetahuan tentang pentingnya menjaga kelestarian satwa terancam punah. Jika kamu generasi milenial yang peduli lingkungan, yuk terus dukung pelestarian alam dengan cara mu sendiri!