WWF GANDENG MASYARAKAT LEPAS 468 TUKIK PENYU SISIK DI PULAU HOAT, MALUKU TENGGARA
Oleh: Alan Batkormbawa (Yamdena MPA Site Representative WWF-Indonesia Inner Banda Arc Subseascape)
“Kapan datang ke pulau, penyu sudah 5 kali naik,” ujar Mama Ina melalui saluran telepon pada Selasa, 20 Februari 2018 lalu. Mama Ina tergabung dalam kelompok Jejaring Penyu Lestari yang merupakan kelompok dampingan WWF-Indonesia. Selain budidaya rumput laut, kelompok ini juga turut berkomitmen dalam menjaga dan mengawasi aktivitas penyu bertelur di Pulau Hoat, Kecamatan Manyew, Maluku Tenggara.
Perjalanan menuju Pulau Hoat ditempuh selama 30 menit menggunakan speedboat dari Ohoi Dian Pulau, salah satu desa di Kecamatan Hoat Sorbay, Maluku Tenggara. Siang itu, cuaca terik dan air laut teduh, hari yang baik untuk melepas tukik (anak) Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). “Total 6 kali penyu naik bulan ini dan total 468 tukik penyu sisik yang sudah menetas dari tiga sarang yang ada,” terang Mama Ina Letsoin.
Pulau Hoat termasuk dalam KKP3K-TPK Pulau Kei Kecil, Pulau-Pulau dan Perairan di Sekitarnya yang menjadi tempat peneluran (nesting area) penyu di Maluku Tenggara. Memahami kebiasaan penyu yang sering naik dan bertelur, maka di pulau ini ada papan informasi untuk mencatat aktivitas penyu. Hal ini telah dilakukan oleh Kelompok Nelayan Rumput Laut Jejaring Penyu Lestari sejak tahun 2010 silam.
“Jadi kami melakukan pemantauan dengan mencatat jenis penyu, ukuran karapas, lokasi sarang, perkiraan waktu naik ke pantai, jumlah telur, dan jumlah telur yang berhasil menetas,” jelas Mama Ina Letsoin, anggota kelompok.
Pukul 17.30 WIT mentari mulai terbenam di ufuk barat, saat yang tepat untuk melepaskan tukik. Kami menuju ke pantai bagian timur Pulau Hoat diantarkan oleh Mama Ina Letsoin dan beberapa anggota Kelompok Nelayan Rumput Laut Hoat Indah. Total tukik Penyu Sisik yang berhasil menetas dan dilepaskan di Pulau Hoat selama periode Mei 2017 hingga Februari 2018 adalah 1.045 tukik. WWF-Indonesia IBAS bersama dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait, selalu memberikan sosialisasi penanganan penyu dan pelepasan tukik yang sesuai prosedur.
Muhamad Iqbal, Fisheries Assistant WWF-Indonesia IBAS, menjelaskan cara melepas tukik ke laut, “Jadi kalau release tukik, jangan dipegang ya tukiknya, biarkan mereka bergerak sendiri. Kalau mau dokumentasi, jangan menggunakan blitz karena akan mengaburkan pandangan tukik.“
Kabupaten Maluku Tenggara yang terdiri dari gugusan kepulauan yang terletak di timur laut perairan Laut Banda dan termasuk Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle) merupakan jalur migrasi, feeding area, dan nesting area bagi beberapa jenis penyu seperti Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Di sisi lain, aktivitas nelayan saat ini masih menjadi salah satu ancaman bagi kelangsungan hidup penyu. Kasus penyu yang menjadi tangkapan sampingan (bycatch) hingga pembantaian penyu untuk dikonsumsi maupun dijual menjadi ancaman serius bagi penyu.
Mama Ina Letsoin, Mama Lin Letsoin dan Kelompok Nelayan Rumput Laut Jejaring Penyu Lestari menjadi contoh masyarakat pesisir yang peduli terhadap konservasi penyu. Pembinaan dan pemberdayaan kepada masyarakat dalam konservasi harus terus dilakukan karena mayoritas masyarakat pesisir di Maluku Tenggara adalah nelayan sehingga interaksi dengan spesies-spesies laut terutama yang dilindungi sangat tinggi. Masyarakat pesisir hendaknya menjadi ujung tombak dan kunci utama dalam konservasi karena pengelolaan dan keberlanjutan sumber daya alam berada di tangan masyarakat pesisir. Mari kita bersama-sama menjaga keberadaan penyu dengan tidak menangkap, mengkonsumsi, dan memperdagangkan spesies dilindungi demi keseimbangan ekosistem perairan!