MENJAGA ‘SURGA’ DI KOON
Penulis: Terry Endropoetro (travel blogger http://negerisendiri.com/2016/web/)
Pulau terdekatnya adalah Pulau Grogos, pulau berpenduduk dengan 69 kepala keluarga. Di pulau inilah WWF-Indonesia dalam #XPDCKOON di Seram Bagian Timur harus bekerja keras untuk mensosialisasikan dan memberi pemahaman tentang kawasan konservasi. Termasuk meluruskan kabar yang tersebar di pulau-pulau Seram Bagian Timur, bahwa Pulau Koon sudah dibeli oleh pemodal asing.
Rizal dan Aliana Nafsal (WWF-Indonesia) dalam pertemuan dengan Kelompok Nelayan Tubirtulu, memberi pemahaman bahwa sesuai kesepakatan lokal pengelolaan kawasan konservasi dengan Petuanan Adat Negeri Kataloka sudah ditentukan 3 zona inti, yaitu daerah ikan bertelur, konservasi terumbu karang, dan habitat berbagai jenis ikan. Ketiga zona inti ini pun hanya 2% dari luas keseluruhan kawasan konservasi. Bukan tak boleh mengambil ikan, tapi mengambil ikan di tempat yang tepat, yang tak mengganggu pertumbuhan terumbu karang, memberi kesempatan ikan untuk bertelur dan berkembang biak berarti menyimpan kekayaaan untuk masa depan.
Saya dan Kopral Muklis Said Cokro dari TNI AL Ambon yang juga ikut dalam pertemuan ini sempat melihat bagaimana resahnya nelayan Pulau Grogos tentang zona inti di bagian utara dan selatan pulau. Mereka merasa keberatan dengan adanya pelarang mencari ikan di daerah tersebut pendapatan mereka akan berkurang. Lagi pula daerah tersebut dekat dengan pulau, dan bila musim barat di mana angn bertiup kencang dari arah utara, para nelayan bisa mencari ikan di bagian selatan pulau. Begitu pula sebaliknya ketika angin dari selatan bertiup saat musim timur, para nelayan masih bisa mencari ikan di bagian utara pulau.
“Saya menyelam di sekitar Pulau Koon pada tahun 90-an, pemandangan lautnya luar biasa. Berbeda ketika kembali pada tahun 2000-an, ternyata sudah banyak terumbu karang yang rusak”, kata Sulaiman Siomlimbona dari Dinas Kelautan & Perikanan Seram Bagian Timur yang ikut pula dalam pertemuan dengan para nelayan.
Saat ekspedisi berlangsung pun saya melihat ada dua kapal pinisi yang melego jangkar di dekat Pulau Koon. Kapal wisata ini membawa belasan wisatawan asing untuk menyelam. Karena memang di sekitar pulau ini terumbu karang menghias sampai ke dasar, belum lagi ratusan jenis ikan di dalamnya.
Apabila masyarakat Pulau Grogos bisa mengetahui peluang wisata ini, Tentunya bisa membuat perekonomian di sana berputar. Apalagi masyarakat pulau ini terkenal dengan pembuatan ikan garam (ikan asin) dan teripang kering yang bisa jadi andalan kuliner khas di pulau ini. Yang jelas perairan di sekitar Pulau Koon adalah sebuah ‘surga’ di timur Indonesia.
Ketika pertemuan selesai dan tim ekspedisi kembali ke kapal Menami milik WWF-Indonesia yang berada tak jauh dari Pulau Grogos, kami melihat para nelayan berperahu motor menjaring ikan di kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan zona inti. Ironis!