TURUN KE DANAU BATUR, RELAWAN HSBC RASAKAN SEMANGAT PERBAIKAN BUDIDAYA TILAPIA
Oleh : I Komang Dianto (Fasilitator Lokal Aquaculture Improvement Program)
Matahari tidak seberapa terik saat kami – WWF-Indonesia dan lima relawan HSBC (Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited) tiba di Dermaga Kedisan, Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Hari itu (17/12), kami mengunjungi lokasi budidaya mitra WWF-Indonesia dalam melakukan pendampingan Aquaculture Improvement Program (AIP) terhadap pembudidaya tilapia.
Sejak September 2016 lalu, dengan dukungan HSBC, WWF-Indonesia telah memulai sosialisasi perbaikan praktik budidaya terhadap pembudidaya tilapia di Danau Batur. Pendampingan ini bertujuan untuk mewujudkan praktik budidaya tilapia yang bertanggung jawab di Danau Batur.
Dengan memperhatikan kualitas lingkungan, diharapkan tercipta praktik budidaya berkelanjutan, sehingga sumber penghasilan masyarakat pun terjamin. Sebagai permulaan, pembudidaya dikenalkan dengan Aquaculture Stewardship Council (ASC), standar yang digunakan untuk praktik budidaya yang lebih baik.
Kami bergegas menaiki speedboat di dermaga, hendak menemui Kelompok Mina Sari di Cemara Landung, Desa Trunyan – salah satu desa yang mengelilingi danau seluas 16,05 km2 ini. Dengan volum tampung air 815,58 juta m3, tak heran bahwa danau terluas di Bali ini menjadi cadangan air penting bagi masyarakat secara umum – dan sumber mata pencaharian bagi masyarakat pembudidaya ikan nila.
Kami disambut dengan ramah di tengah-tengah Kelompok Mina Sari. Diskusi yang terjalin hari itu tak hanya memperkenalkan sejarah kelompok dan manajemen pengelolaan budidaya, tetapi juga membahas cita-cita kelompok ke depannya untuk meningkatkan hasil produksi budidaya.
“Perencanaan dan praktik yang berpihak pada pelestarian lingkungan sangat diperlukan dalam upaya merintis jalan menuju ekonomi yang lestari,” HSBC menyampaikan pesannya siang itu.
Dalam menghadapi dua masalah utama pembudidaya di Danau Batur - buruknya kualitas benih dan tingginya tingkat kematian ikan, sebuah rencana kerja akan disusun dan diimplementasikan. Pembudidaya juga diharapkan mengangkat dan mengubur ikan-ikan yang mati untuk mengurangi kontaminasi penyakit.
Tak hanya itu, penanaman eceng gondok dengan pertumbuhan terkontrol pun dicetuskan sebagai upaya menjaga lingkungan perairan dari limbah pakan atau feses ikan. Tentunya, di samping penerapan Panduan Budidaya Ikan Nila yang Baik (Better Management Practices).
Kunjungan kami hari itu tak sebatas diskusi. Relawan berkesempatan terlibat dalam kegiatan budidaya meliputi pemberian pakan ikan dan pengukuran kualitas air. Saya mendampingi mereka melakukan pengukuran kecerahan, suhu, DO, dan pH perairan di beberapa titik karamba. Tentunya, dibarengi dengan penjelasan mengenai paramater-parameter kualitas air tersebut.
Kelompok Mina Sari mengapresiasi diskusi hari itu dengan harapan agar ke depannya, pendampingan ini terus berjalan dengan baik. Mereka juga menyimpan harapan agar tak lagi ada kerugian dalam proses budidaya yang dilakukan.
Kami optimis, pendampingan penerapan praktik budidaya yang bertanggung jawab mampu mengatasi permasalahan yang pembudidaya alami selama ini. Sehingga nantinya, kualitas maupun kuantitas produksi dapat meningkat - dengan kondisi lingkungan yang tetap lestari.