DUSUN RANGKO: MENJAGA PESONA, MERAWAT HARAPAN
Di sudut kecil Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, tersembunyi sebuah dusun yang menyimpan pesona alam luar biasa dari daratan hingga ke kedalaman lautan. Dusun Rangko, namanya. Sebuah wilayah kecil dengan satu ikon memikat yaitu Gua Rangko. Sejak ditemukan, gua ini telah memukau siapa pun yang datang, dengan kolam air asinnya yang sebening kaca dan stalaktit yang menggantung bak ukiran tangan semesta.
Namun, keindahan ini tak mungkin lestari tanpa kepedulian dan cinta dari mereka yang menyebut tanah ini sebagai rumah. Dari semangat itulah, pada tahun 2018 atas saran Dinas Pariwisata setempat lahirlah kelompok bernama Pokdarwis Rangko. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan utama untuk memastikan keberlanjutan pariwisata di wilayah Rangko, terutama dalam pengelolaan Gua Rangko agar tetap lestari.
Hasilnya mulai terlihat dari meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Gua Rangko. Dusun kecil ini berhasil menarik hampir 1.000 wisatawan setiap tahunnya, dengan sekitar 90% di antaranya berasal dari mancanegara. Tingginya minat kunjungan ini tentu tak lepas dari keunikan dan pesona alam yang ditawarkan. Bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman terbaik di Rangko, waktu paling ideal untuk berkunjung adalah antara bulan Maret hingga Agustus ketika cuaca cenderung stabil dan kondisi laut lebih bersahabat.
Seiring waktu, Pokdarwis Rangko tumbuh dan memperluas cakupan destinasi yang mereka rawat. Kini, Dusun Rangko tidak lagi hanya dikenal karena guanya. Bersama Yayasan WWF Indonesia, masyarakat membuka akses keindahan-keindahan lain yang tak kalah menakjubkan seperti area snorkeling Batu Dua dengan dunia bawah lautnya yang kaya warna dan kehidupan, Pantai Pasir Timbul yang seolah mengambang di tengah lautan biru, Gua Intan yang menyimpan keajaiban tersembunyi di dalam diamnya batuan, Pantai Toroh Mirah dengan warna tanjung yang memikat hati, dan Hutan Mangrove Nanga Lumu sebagai rumah bagi ekosistem pesisir.
Di antara seluruh kekayaan itu, muncul satu aktivitas baru yang kini menjadi kekuatan wisata Rangko: kayaking menyusuri hutan mangrove. Aktivitas ini menawarkan pengalaman yang tenang, menyenangkan, sekaligus mendidik. Wisatawan dapat melihat langsung keunikan ekosistem mangrove, sambil memahami pentingnya menjaga lingkungan pesisir.
Dalam mengembangkan potensi ini, Pokdarwis Rangko menerima ajakan kerja sama Kayak Asia Indonesia. Kerja sama ini bertujuan menciptakan pengalaman kayaking yang lebih profesional, aman, dan berkelanjutan. Harapannya, wisatawan yang datang tidak hanya berfoto-foto dan pergi begitu saja, tetapi mereka juga dapat mengalami, memahami, dan mencintai alam Rangko secara utuh.
Tak berhenti di situ, Pokdarwis Rangko sedang mengembangkan sebuah inisiatif penting yaitu kerja sama dengan pemerintah desa untuk merumuskan Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tata kelola pariwisata. "Dengan adanya Perdes nanti kita ajak ke teman-teman yang bergerak di wisatawan itu untuk selalu menjaga wisatawan yang datang berkunjung ke Gua Rangko. Menjaga dalam arti menjelaskan apa saja terkait destinasi yang dikunjungi. Perdes juga mengatur dalam tata cara pengantar jemput tamu yang menggunakan kapal-kapal dan juga terkait dengan penjagaan laut kita khususnya di daerah Desa Tanjung Boleng,” ujar Hanafi, Ketua Pokdarwis Rangko.
Lebih dari sekadar destinasi wisata, Dusun Rangko kini menjadi bagian dari Desa Tanjung Boleng yang sedang menapaki jalan penting menuju pengakuan sebagai OECM (Other Effective Area-Based Conservation Measures). Pengakuan ini merupakan bentuk penghargaan atas pengelolaan kawasan secara efektif di luar skema kawasan konservasi formal. Upaya ini didorong oleh kolaborasi erat antara pemerintah daerah, pemerintah desa serta kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Desa Tanjung Boleng, dan Yayasan WWF Indonesia.
Namun, proses ini tentu tidak mudah. Edukasi menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam mensosialisasikan konsep kawasan konservasi kepada masyarakat. “Kami telah melakukan sosialisasi bersama WWF-Indonesia di Desa Tanjung Boleng tapi memang belum semua masyarakat memahami. Masih ada yang menganggap laut itu milik pribadi, padahal ada mekanisme hukum tentang kepemilikan laut. Ini yang menjadi tantangan, karena sebagian warga merasa ruang gerak mereka sebagai nelayan menjadi terbatas,” jelas Robertus Eddy Surya, Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi untuk wilayah Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat.
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara kebijakan konservasi dan regulasi yang berlaku di tingkat provinsi. Jika sebuah wilayah memiliki potensi konservasi, maka pendekatan yang dilakukan harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa kawasan tersebut tetap bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan asalkan ditata dan dikelola dengan baik.
Bagi masyarakat Dusun Rangko, OECM bukan sekadar label konservasi, melainkan harapan. Harapan bahwa setiap sudut Dusun Rangko tetap lestari dan setiap warganya tetap dapat hidup berdampingan dengan alam yang mereka rawat dengan sepenuh hati. Pokdarwis Rangko hadir untuk menjaga mimpi, menlindungi warisan, dan bukti nyata bahwa pariwisata dan konservasi bisa berjalan beriringan. Di Dusun Rangko, masa depan sedang dibangun satu dayung, satu langkah, dan satu senyuman dalam setiap sapaan ramah kepada mereka yang datang menjelajah.