TETAPKAN PERATURAN DESA, DESA WAENIBE DI PULAU BURU KATAKAN 'TIDAK' PADA PERBURUAN PENYU
Oleh: Syarif Yulius Hadinata - Marine Species Assistant Inner Banda Arc Subseascape
’Awasi, cegah dan lapor’, begitulah komitmen masyarakat Desa Waenibe dalam perlindungan penyu di Pantai Peneluran Penyu Desa Waenibe. Perlindungan ini telah ditetapkan melalui Perdes No. 01 Tahun 2018 tentang Perlindungan Penyu di Desa Waenibe, Kecamatan Fena Leisela, Kabupaten Buru pada tanggal 17 September 2018. Perdes tersebut merupakan bentuk tata kelola pemerintahan desa berbasis masyarakat yang berwawasan lingkungan, dengan mengedepankan prinsip-prinsip pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Desa Waenibe memiliki luas wilayah 8.750 ha dan panjang garis pantai 4,1 km, serta berbatasan dengan Kali Waenibe hingga Kali Waemasi.
Perdes ini dilatarbelakangi oleh tingginya potensi di Pantai Peneluran Penyu Buru Utara tepatnya di Kecamatan Fena Leisela, yang merupakan rumah bagi 3 spesies penyu bertelur dari 4 spesies bertelur di Indonesia. Diantaranya adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea) jejak 251 dan bertelur 203, penyu lekang (Lepidochelys olivacea) jejak 237 dan bertelur 211, penyu hijau (Chelonia midas) jejak 1 dan bertelur 1 (Monitoring Populasi Penyu WWF Indonesia – Inner Banda Arc Subseascape tahun 2017).
Andreas Hero Ohoiulun selaku Project Leader WWF Indonesia - Inner Banda Arc Subseascape mengungkapkan “Keberadaan penyu belimbing di Buru Utara adalah anugerah Tuhan yang patut disyukuri oleh masyarakat Buru. Penyu ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem lautan dan meningkatkan produktifitas sektor perikanan. Selain itu, penyu belimbing dapat mendongkrak popularitas dan menjadi icon sektor Pariwisata”.
Penyusunan Perdes mengacu pada Permendagri No. 111 Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Ruang lingkup yang dimuat meliputi perlindungan spesies penyu, perlindungan habitat, pemberian sanksi dan peran serta masyarakat. Perdes Perlindungan Penyu yang ditetapkan ini mampu mengubah stigma sebagian besar masyarakat Desa Waenibe yang dulunya merupakan pelaku perburuan, perdagangan, serta mengkonsumsi penyu dan telur, sekarang menjadi pelindung penyu. Kesadaran itu muncul setelah masyarakat mengetahui peran ekologi penyu terhadap kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan.
Elfis Tasidjawa selaku Kepala Desa mengungkapkan hal senada bahwa ia setuju jika pengembangan diarahkan pada sektor wisata. Beliau juga menyatakan bahwa sebelum Perdes ini diresmikan, masyarakat sudah mulai tidak memanfaatkan penyu sejak awal WWF-Indonesia melakukan monitoring populasi penyu yang melibatkan warga lokal pada tahun 2017. “Penyu harus dilestarikan bersama sesuai dengan Perdes yang sudah ditetapkan, kalau ada masyarakat berbuat pelanggaran maka akan ada teguran dan sanksi sebagaimana dituangkan dalam Perdes” ujarnya di sela pembicaraan proses penyebarluasan informasi Perdes.
Pasal 8 Perdes Perlindungan Penyu Desa Waenibe mengatur larangan bagi setiap masyarakat Desa Waenibe maupun masyarakat desa lainnya untuk tidak: (a) melakukan perburuan penyu; (b) melakukan pengambilan telur penyu; (c) mengkonsumsi daging dan telur penyu; (d) melakukan perdagangan penyu, telur penyu dan produk turunan penyu lainnya; (e) berinteraksi dengan spesies penyu jika tidak diperlukan; (f) membuang limbah rumah tangga ke sungai, pantai, dan laut; (g) membuang limbah perkebunan ke sungai, pantai dan laut; (h) Membuang kotoran manusia dan hewan di pantai; (i) meracuni, menyetrum dan/atau menggunakan bahan peledak di laut dan sungai; dan (j) membakar sampah sembarangan di pantai dimalam hari.
Warga yang mengetahui adanya perburuan atau perdagangan ilegal penyu dapat melapor ke Pemerintah Desa Waenibe untuk kemudian diproses penyelesaiannya ditingkat desa dengan sanksi denda dari Rp 250.000 hingga Rp 5.000.000 menyesuaikan dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan. Jika tidak bisa kemudian akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dengan tindakan lebih lanjut oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, serta aparat keamanan setempat Polsek dan Koramil Air Buaya.
Bukan hanya untuk Desa Waenibe begitupula dengan daerah lainnya di Indonesia, karena penyu dilindungi penuh oleh Pemerintah RI berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Cara lain untuk melapor yang bisa dilakukan yaitu lewat aplikasi Gakkum yang disediakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan E-Pelaporan Satwa Dilindungi milik Bareskrim Polri.