TAK ADA GADING DI GAJAH YONGKI
Penulis: Fathi Hanif - Praktisi Hukum dan Kebijakan Sumberdaya Alam
Ditengah maraknya kebakaran hutan dan kabut asap yang menyelimuti sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan, masyarakat dikejutkan dengan berita kematian Gajah Sumatera yang bernama Yongki. Gajah Yongki ditemukan mati dan kedua gadingnya hilang pada Jumat 18 September lalu sekitar pukul 07.30 WIB. Lokasi kematian gajah berada di sekitar 300 meter belakang Pos Resort Pemerihan, SPTN Wilayah II Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, pemekaran Kabupaten Lampung Barat, dalam areal hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Kematian Gajah Yongki ini tentu saja mengejutkan, jika sebelumnya berita kematian gajah Sumatera terjadi pada gajah-gajah liar yang masih hidup di kawasan hutan Sumatera. Pada kali ini kematian justru terjadi pada seekor gajah jinak yang telah membantu pemerintah (balai TN BBS) dalam melakukan pengamanan hutan dari gangguan gajah liar dan mitigasi konflik di kawasan pemukiman disekitar kawasan taman nasional.
Peristiwa ini paling tidak memiliki dua hal yang perlu dicermati. Pertama, minimnya perhatian dan penghargaan pemerintah kepada satwa yang dilindungi. Kedua, masih lemahnya upaya perlindungan dan penegakan hukum satwa yang dilindungi.
Minimnya apresiasi pemerintah
Dalam upaya pengamanan kawasan hutan konservasi dari perambahan, illegal logging dan perburuan satwa liar dilindungi di sebagian kawasan hutan konservasi Sumatera sejak satu dekade terakhir dikembangkan model pengamanan dengan mempergunakan Gajah Sumatera sebagai Bagian dari regu pengamanan. Model ini dapat dilihat pada kawasan TN Teso Nillo di Riau dan TN Bukit Barisan Selatan Lampung yang di inisiasi oleh Balai TN/Balai BKSDA dengan lembaga konservasi non pemerintah (WWF Indonesia).
Gajah Sumatera yang sebelumnya liar kemudian diberikan pelatihan khusus untuk bisa melakukan kegiatan patroli pengamanan di kawasan taman nasional. Gajah ini melakukan tugasnya bersama seorang mammoth/pawang gajah, dan bertugas dengan kelompok kecil (2-3 ekor).
Dari informasi yang diperoleh penulis, Walaupun mereka bertugas membantu tugas pokok lembaga pemerintah yakni pengamanan kawasan konservasi, namun apresiasi dan penghargaan dari lembaga pemerintah sangat minim diperoleh. Seperti dalam hal status kepegawaian dan honorarium pawang, kebutuhan pakan dan kesehatan Gajah. satuan regu pengamanan ini bisa melakukan kegiatan lapangan karena dukungan dari lembaga non pemerintah.
Kematian Yongki yang berjarak 300 m dari kantor resor menimbulkan banyak sekali pertanyaan seperti bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh petugas dimalam hari, bagaimana kondisi kandang gajah, bagaimana tingkat keamanan gajah dari gangguan satwa lain atau manusia.
Jika saja perhatian dan apresiasi aparat ditingkat pusat dan lapangan sangat tinggi, tentulah gajah yongki dan pawangnya yang telah banyak membantu melakukan tugas pengamanan diberlakukan sangat special dan ‘manusiawi’. Sehingga dapat terhindari dari tindakan yang membahayakan hingga kematian.
Upaya penegakan hukum
Kematian yongki menambah pekerjaan rumah aparat penegak hukum dan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan untuk menuntaskan kasus-kasus kematian gajah (dengan kehilangan gading) serta jenis satwa dilindungi lainnya seperti harimau dan orangutan.
Dalam tiga tahun terakhir saja tidak kurang 22 kasus kematian gajah di kawasan sumatera dan tidak sampai separuhnya selesai pada proses hukum. Jikapun sampai pada proses persidangan, pengadilan hanya memutuskan pidana hitungan bulan hingga satu tahun. Kondisi ini tidak membuat efek jera dimasyakarat.
Keseriusan aparat dalam menuntaskan kasus kematian yongki ini ditunggu masyarakat, yang telah membuat dukungan penuntasan kasus ini melalui media sosial. Seperti dukungan yang tinggi pada kasus kakatua jambul kuning pada bulan Mei 2015 lalu.
Proses penyelidikan pada kasus ini tentunya tidak hanya diarahkan pada pihak luar yang diduga melakukan peracunan dan pengambilan gading gajah, akan tetapi perlu juga menyasar pada petugas balai hingga pimpinannya. Oleh karena kematian yongki ini bisa terjadi karena adanya kelalaian petugas dalam mengawasi dan atau memberlakukan sang gajah ketika beristirahat di malam hari.
Kasus kematian gajah ini juga diharapkan tidak berhenti pada sanksi hukum terhadap pelaku pembunuhan gajahnya. Akan tetapi bisa mengungkap siapa yang telah mengambil atau membawa kedua gading gajah tersebut. Hal ini penting untuk dilakukan, oleh karena hampir semua kasus kematian gajah di kawasan hutan yang hilang gadingnya. Kemudian aparat penegak hukum tidak berhasil mengungkap dimana dan kemana gading itu dibawa. Serta siapa pihak yang bertanggung jawab atas hilangnya gading tersebut.
Dalam pasal 21 ayat 2 huruf a UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Sedangkan dalam huruf b- disebutkan setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
Pelanggaran dengan sengaja ketentuan diatas ancamannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sedangkan jika dilakukan tanpa sengaja/kelaiaian dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Oleh karena itu dalam kasus kematian gajah yongki pihak yang telah lalai dalam melakukan tugasnya dan pihak yang telah sengaja ‘meracun’ hingga matinya sang gajah dapat dihukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Tinggal sekarang kita menunggu keseriusan aparat penegak hukum dan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan untuk mengungkap tuntas kasus ini dan memproses hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Hal ini penting untuk memberikan efek jera kepada pelaku, dan menghindari kematian secara tidak wajar gajah lainnya- kawan-kawan yongki.