SURVEI DUYUNG DAN HABITATNYA DI KABUPATEN ALOR
Juraij, Dwi Suprapti, Casandra Tania – Tim Marine Species Conservation
Duyung (Dugong dugon) merupakan satu dari 35 jenis mamalia laut yang dijumpai tersebar di perairan Indonesia, khususnya di ekosistem lamun. Meskipun bertubuh besar dengan bobot mencapai 600 kg, satwa laut menyusui ini memiliki perilaku yang ramah dan hidup berasosiasi secara khusus dengan ekosistem lamun sebagai habitat pakannya.
Duyung memiliki ancaman kehidupan yang begitu kompleks. Secara alami duyung memiliki reproduksi yang lambat karena duyung membutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi dewasa dan memerlukan waktu 14 bulan untuk melahirkan satu individu baru. Ancaman lainnya yang bisa ditemui, yaitu tertangkapnya duyung secara tidak sengaja oleh alat tangkap perikanan (bycatch) dan perburuan masif untuk pemanfaatan daging, taring, dan air matanya yang disinyalir memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Perairan Alor, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, termasuk dalam kawasan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar, sering dilaporkan keberadaan duyung di sekitar habitat lamun. Namun, penelitian terhadap duyung dan lamun di wilayah ini baru sebatas pengamatan umum tingkah laku. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Mei - 6 Juni 2016 tim gabungan dari DKP Kabupaten Alor, Universitas Muhammadiyah Kupang, BKKPN Kupang, BPSPL Denpasar, IPB dan WWF Indonesia melakukan penelitian lebih lanjut tentang duyung dan lamun di Kabupaten Alor.
Berdasarkan pengamatan sebaran lamun yang terdapat di perairan Alor teridentifikasi 7 jenis lamun dari dua famili yaitu: 1) Famili Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halophila ovalis). 2) Famili Potamogetonaceae (Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium). Penutupan dan kepadatan lamun yang tertinggi ditemukan pada stasiun Pantai Mali, dengan nilai tutupan 68% dengan jenis Halophila ovalis (565 – 1082 tegakan/m2 ).
Selain itu, berdasarkan analisis jejak makan yang dilakukan pada habitat makan duyung, panjang rata-rata jejak yang didapatkan, yaitu 80-100 cm, sedangkan lebarnya 15-20 cm. Jejak makan tersebut banyak ditumbuhi jenis-jenis lamun pionir seperti Halophila ovalis, Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata. Hasil dari pengamatan visual dan aerial selama 5 hari, hanya ditemukan satu ekor Duyung yang berada pada di kawasan Perairan Alor. Duyung tersebut beraktivitas setiap harinya di kawasan padang lamun yang terdapat kawasan perairan tersebut, dimana padang lamun juga merupakan habitat pakan bagi Penyu Hijau.
Hal yang menarik dalam survey ini terlihat adanya interaksi antara Duyung dan Penyu yang mana keduanya saling berbagi habitat dan terdokumentasi saat pengamatan aerial dengan menggunakan drone. Duyung terlihat berupaya bersahabat dan mendekati penyu hijau dalam waktu yang lama, sedangkan penyu hijau pun tampak santai dan tidak menunjukkan gerakan agresif atau pun upaya untuk menghindar sebagai reaksi terganggu atau pun terancam.
Duyung juga sempat terdokumentasi sedang bermain dengan penyu hijau di pesisir Mesir Oktober 2016. Dalam video yang direkam oleh seorang penyelam tersebut, duyung terlihat seolah-olah sedang mencium, memeluk, dan menunggangi penyu hijau (Imbler, 2016). Penyebab interaksi antara duyung dan penyu hijau sampai saat ini masih belum diketahui dan dokumentasi interaksi ini pun masih sangat terbatas.
Studi yang mendalam dan pemantauan yang rutin sangat diperlukan karena masih banyak yang perlu diketahui tentang duyung dan lamun, mulai dari estimasi populasi, status, sebaran hingga interaksi antara duyung dengan biota lainnya serta ancamannya baik terhadap habitat, pemanfaatan ilegal maupun aktivitas pariwisata. Data dan informasi tentang mamalia laut pemalu ini akan sangat bermanfaat untuk mendukung efektivitas pengelolaan kawasan SAP Selat Pantar.
Imbler, S. 2016. Watch a Duyung Ride a Sea Turtle – No, Really. http://www.azula.com/Duyung-rides-sea-turtle/