SLPO AJAK MASYARAKAT IKUT LESTARIKAN BADAK JAWA DAN BERHENTI MERAMBAH HUTAN
Oleh: Sela Ola Olangi Barus
Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) adalah taman nasional yang telah diakui oleh UNESCO sebagai situs warisan alam dunia sejak tahun 1991. Terletak dekat dengan kawasan Gunung Krakatau menjadikan TNUK menyimpan banyak kekayaan alam hayati. TNUK tidak hanya rumah bagi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), tapi juga tempat bernaung bagi 700 jenis flora yang hidup di sana.
Kekayaan alam yang melimpah tentu dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sekitar taman nasional. Salah satu kegiatan pemanfaatan alam yang dapat dilakukan adalah usaha pertanian. Hal ini didorong dari selalu adanya permintaan akan hasil tani, sehingga bertani dapat menjadi pilihan sebagai sumber keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Namun sayangnya, kegiatan pertanian dianggap kurang menarik bagi masyarakat di desa-desa penyangga TNUK. Penyebabnya adalah biaya produksi yang tinggi dalam penggunaan pestisida kimia dan sarana produksi pertanian lainnya.
Melihat kondisi tersebut, WWF-Indonesia berinisiatif membuat Sekolah Lapang Pertanian Organik (SLPO). Windy Botutihe, Communication and Awareness Officer WWF-Indonesia di Ujung Kulon, menuturkan bahwa SLPO merupakan program community development untuk mendampingi dan mengedukasi masyarakat di sekitar taman nasional tentang pengelolaan pertanian yang murah dan ramah lingkungan.
Akhmad Fauzi, Community Organizer WWF-Indonesia di Ujung Kulon, menjelaskan tiga poin utama yang menjadi tujuan dari program SLPO. Pertama, mendekatkan pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat terkait pola pertanian ekologis/ organik. Kedua, menekan biaya produksi usaha tani dengan memanfaatkan potensi lingkungan, sehingga petani bisa mengurangi bahkan tidak tergantung pada sarana produksi pertanian buatan pabrik. Ketiga, mendorong kesadaran ekologis agar masyarakat petani di desa paham terhadap ekosistem di wilayahnya, sehingga dapat memanfaatkan sumber daya dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
Program SLPO mulai dikembangkan sejak tahun lalu dan mulai dijalankan pada bulan April 2017. Pelaksanaanya pun dilakukan selama musim tanam, yaitu delapan belas minggu dalam satu kali periode program, mulai dari pengolahan lahan hingga pasca panen. Teknik pengedukasian dilakukan di setiap minggunya oleh petani pemandu yang disebar lokasi pelaksanaan SLPO dan dilakukan langsung di sawah. Hal ini dilakukan agar para petani dapat belajar langsung dari sawah dan dari pengalaman bertaninya.
Pelaksanaan SLPO saat ini berlokasi di tiga desa penyangga Taman Nasional Ujung Kulon, yaitu di Kampung Trans, Desa Keramat Jaya; Kampung Cegog; dan Kampung Air Jeruk, Desa Ranca Pinang, Kecamatan Cimanggu. Sedangkan lokasi SLPO lainnya, bertempat di Kampung Paniis, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur.
Sampai sejauh ini, masyarakat sangat antusias dalam mengikuti program SLPO. Hal ini terbukti dari konsistensi masyarakat yang selalu hadir dalam setiap pertemuan mingguan (selama delapan belas minggu), serta dalam kegiatan atau pertemuan lainnya. Jumlah masyarakat dari ketiga lokasi desa yang mengikuti program SLPO saat ini berjumlah 98 peserta. Melihat antusias masyarakat terhadap program ini, harapan kedepannya SLPO dapat berkembang sebuah kegiatan berbasis agro-forestry yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di desa-desa penyangga TNUK.
Terkait konservasi badak di TNUK, program SLPO tentu memiliki keterkaitan secara tidak langsung. Akhmad Fauzi menjelaskan bahwa ketika masyarakat yang tinggal di desa-desa penyangga mampu mengoptimalkan sumber-sumber mata pencaharian di sekitar kampung, maka hal ini tentu akan memperkuat penjagaan kawasan TNUK yang menjadi habitat Badak Jawa. Selain itu, pelaksaanan SLPO yang menggunakan pendekatan ekologis membuat masyarakat dapat memahami manfaat dari kawasan taman nasional, termasuk hutan. Sehingga hal yang prioritaskan kini adalah bagaimana membangun kembali keseimbangan ekosistem di areal pertanian. Windy Botutihe menambahkan, program SLPO juga meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk melestarikan sumber-sumber penghidupan yang berasal dari hulu kawasan, dalam hal ini kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat sekitar kawasan untuk turut berpartisipasi dalam upaya pelestarian menjadi harapan bagi terwujudnya habitat Badak Jawa yang lestari.