PANTHERA TIGRIS SONDAICA, HARIMAU INDONESIA
Sembilan subspesies harimau yang dikenal dunia, yaitu Harimau Indo-cina (Panthera tigris corbetii), Harimau Bengal (Panthera tigris tigris), Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis), Harimau Siberia (Panthera tigris altaica), Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni), Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), Harimau Bali (Panthera tigris balica), dan Harimau Kaspia (Panthera tigris virgata).
Tepatnya pada tanggal 26 Juni 2015, sebuah hasil dari studi tentang taksonomi kucing besar dengan pola bulu belang diterbitkan. Penelitian tersebut dilakukan oleh beberapa ilmuwan dari Institute of Leibniz for Zoo and Wildlife Research (IZW) Berlin, Jerman, yaitu Andreas Wilting, Alexandre Courtiol, Per Christiansen, Jürgen Niedballa, Anne K. Scharf, Ludovic Orlando, Niko Balkenhol, Haribert Hofer, Stephanie Kramer-Schadt, Jörns Fickel, dan Andrew C. Kitchener. Hasil penelitian berjudul “Perencanaan Pemulihan Harimau: Memahami Variasi Intraspesifik untuk Konservasi yang Efektif” dinilai revolusioner dan berhasil membuat geger dunia konservasi. Tak hanya itu, sebagian orang menganggap hasil penelitian ini kontroversial.
Berbeda dengan studi taksonomi pada umumnya, para peneliti Eropa ini justru menyederhanakan klasifikasi subspesies harimau yang ada. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advance volume 1 No. 5 tahun 2015, mengungkap fakta ilmiah yang menunjukkan klasifikasi baru harimau di dunia, dari sembilan subspesies menjadi dua subspesies.
Semua jenis harimau yang tersebar di daratan Asia, mulai dari Rusia, Timur Tengah, India, China, Indo-China hingga semenanjung Malaysia dianggap sebagai satu subspesies yang sama, yaitu Harimau Kontinental. Nama ilmiah yang digunakan adalah Panthera tigris tigris, yang selama ini hanya digunakan untuk menyebut Harimau Bengal. Sedangkan ketiga jenis harimau di Indonesia (Harimau Jawa, Harimau Bali dan Harimau Sumatra) dianggap sebagai satu subspesies yang diberi nama Harimau Sunda dengan nama ilmiah Panthera tigris sondaica. Pemilihan kata “Sunda” mengacu pada wilayah biogeografi yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali.
Klasifikasi kedua subspesies tersebut dilakukan oleh Andreas Wilting berdasarkan penggabungan berbagai karakter kunci dari tiga aspek utama yaitu morfologi, genetika, dan ekologi. Hal ini berbeda dengan kajian taksonomi sebelumnya yang hanya mengandalkan ciri-ciri bentuk tubuh atau morfologi. Selain mempertimbangkan karakter genetik dan morfologis seperti tengkorak dan belang, para ilmuwan ini juga mempertimbangkan karakteristik ekologis harimau, seperti karakteristik ekologis yang khas (Niche) dan daya adaptasi harimau di berbagai tipe habitat. Namun, penyederhanaan taksonomi subspesies kucing belang besar ini masih dikaji oleh International Commission on Zoological Nomenclature di tingkat global, dan juga oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai otoritas ilmiah di tingkat nasional.
Jika memang Harimau Jawa, Harimau Bali, dan Harimau Sumatra merupakan subspesies yang sama dengan Harimau Sunda, pertanyaannya apakah upaya konservasi Harimau Sumatra yang dilakukan di pulau lain seperti Jawa dan Bali dapat dilakukan? Reintroduksi spesies merupakan upaya yang memungkinkan untuk mengembalikan spesies yang telah dinyatakan punah di wilayah tertentu. Terkait hal tersebut, ahli ekologi satwa WWF-Indonesia Sunarto mengatakan bahwa reintroduksi Harimau Sumatera dimungkinkan di pulau lain, namun membutuhkan proses yang panjang dan tahapan yang matang. Harimau tidak bisa dilepas begitu saja di habitat barunya.
Sebelum melepasliarkan Harimau Sumatra ke habitat barunya, harus ada penelitian mendalam yang mengarah pada upaya reintroduksi yang akan memakan waktu setidaknya 20 hingga 50 tahun. Proses eksplorasi harus segera dilakukan dan tidak boleh dilakukan pada saat populasi harimau sangat sedikit karena ancaman akan meningkat seiring dengan waktu.
Tidak dapat dipungkiri, perburuan dan perdagangan ilegal kucing besar di pasar gelap masih marak. Tak hanya itu, alih fungsi hutan menjadi pemukiman atau perkebunan yang diklaim sebagai rumah harimau, kerap memicu konflik antara harimau dengan manusia. Hal ini memunculkan stigma bahwa Harimau Sumatra adalah hewan berbahaya dan harus dibunuh. Inilah momok yang sangat menakutkan bagi kelestarian hewan yang dijuluki raja hutan.
Harimau merupakan hewan penting dalam kerangka ekosistem, karena menempati urutan teratas dalam piramida makanan. Maka dari itu, kucing besar ini memiliki peran sebagai pengendali populasi di alam. Ruang jelajahnya yang luas juga menjadikan hewan ini salah satu spesies payung di Indonesia. Ketika kita menjaga dan melestarikan Harimau Sumatra, maka hewan-hewan lain yang hidup di hutan dalam ruang jelajahnya juga ikut terlindungi. Jika hewan ini punah, otomatis keseimbangan ekosistem akan terganggu.
Hasil klasifikasi Wilting menunjukkan bahwa Harimau Sunda (Panthera tigris sondaica) hanya dapat ditemukan di Indonesia. Walaupun tampaknya ada pengurangan subspesies harimau di Indonesia, dari tiga subspesies menjadi hanya satu subspesies, kita tetap harus berbangga. Pasalnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang menjadi habitat spesies harimau yang satu ini. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa Harimau Sunda merupakan harimau endemik Indonesia, berbeda dengan Harimau Kontinental yang tersebar di beberapa negara. Oleh karena itu, Harimau Sunda dapat kita kenali sebagai Harimau Indonesia atau Harimau Nusantara. Maka wajar jika masyarakat Indonesia merasa memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama menjaga subspesies unik ini. Menjaga kelestarian Harimau Indonesia adalah kewajiban kita sebagai bangsa Indonesia. Jangan biarkan hewan mengagumkan ini punah hanya tinggal nama! Mari kita selamatkan Harimau Indonesia bersama-sama!