WWF INDONESIA SELENGGARAKAN EVALUASI STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI GAJAH KALIMANTAN (SRAK-GK) 2011-2017
Oleh: Agus Suyitno
Tarakan (3/5/2017) - WWF Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara menyelenggarakan lokakarya “Evaluasi Dokumen Strategi & Rencana Aksi Konservasi Gajah Kalimantan (SRAK-GK) 2011-2017 Dan Rencana Penyunan Dokumen SRAK-GK 2018-2028” di Tarakan.
Tujuan dilakukan evaluasi ini adalah untuk melihat sejauh mana capaian kerja dalam implementasi konservasi gajah di Kalimantan dan juga melihat persoalan atau kendala yang dihadapi oleh para pihak. Empat aspek dalam evaluasi SRAK-GK 2011-2017 meliputi pengelolaan populasi dan distribusi, pengelolaan habitat, penanganan konflik gajah, peningkatan kesadaran dan dukungan para pihak dalam konservasi Gajah Kalimantan. Sementara itu rencana penyusanan SRAK-GK yang baru periode 2018-2028 adalah untuk memproyeksikan rencana kerja yang akan dilakukan selama 10 tahun ke depan dalam upaya konservasi Gajah Kalimantan.
Sebanyak 36 peserta mengikuti acara lokakarya ini, mulai dari Organisiasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Nunukan, OPD Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, Perguruan Tinggi Di Kalimantan Utara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan nasional, sektor swasta perkebunan dan kehutanan, anggota satgas penanganan konflik gajah dan media.
Hasil dari evaluasi terhadap target SRAK-GK 2011-2017 menunjukkan bahwa habitat gajah sekitar 84% masih dapat dipertahankan, sedangkan 16% sudah dalam peruntukan pengembangan perkebunan kelapa sawit dan wilayah permukiman. Total deliniasi habitat gajah adalah 93.800 Ha berada di Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan yang berbatasan langsung dengan wilayah Sabah, Malaysia.
Dari segi populasi, jumlah Gajah Kalimantan masih dapat dipertahankan keberadaannya, tidak ditemukan adanya penurunan populasi (kematian gajah) di alam akibat perburuan dan sebab lainnya oleh faktor manusia. Populasi Gajah Kalimantan diprediksi berksisar 20-80 individu dari hasil survei WWF Indonesia tahun 2007 dan 2012. Terhadap target kenaikan populasi, hal ini masih belum bisa dipastikan, ke depan diperlukan survei dan monitoring dengan metode yang lebih komprehensip untuk mengetahui jumlah kenaikan populasi yang dapat dilakukan para pihak.
Dari segi konflik antara gajah dan manusia (human-elephant conflict), konflik gajah masih terjadi dari tahun ke tahun, gajah kerap memakan tanaman perkebunan kelapa sawit milik perusahaan dan masyarakat serta jenis tanaman lainnya. Keberadaan tim satgas penanganan konflik gajah dari masyarakat setempat yang dibentuk oleh pemerintah Kabupaten Nunukan sejak tahun 2012/2013 memiliki peranan penting dalam menangani konflik gajah bersama masyarakat sehingga resiko konflik gajah dapat diminimalisir.
Dalam perjalanannya selama 7 tahun terhadap implementasi SRAK-GK 2011-2017 masih banyak ditemui berbagai hambatan, tercatat 63% kegiatan di dalam dokumen SRAK-GK 2011-2017 telah dilakukan namun sekitar 37% kegiatannya masih belum bisa dilakukan. Dilihat dari peran para pihak tercatat sekitar 50% sudah berkontribusi dalam implementasi SRAK-GK 2011-2017 namun sekitar 50% dari para pihak belum dapat berkontribusi.
Agus Suyitno, Human-Elephant Conflict Mitigation Officer WWF Indonesia menyampaikan, walaupun capaian SRAK-GK 2011-2017 belum maksimal patut kita apresiasi kepada para pihak yang telah terlibat dalam implementasi SRAK-GK 2011-2017, baik dari pemerintah, LSM, sektor swasta, perguruan tinggi dan masyarakat yang telah berkontribusi dalam upaya konservasi Gajah Kalimantan. “Secara target kita sudah mencapainya walaupun belum maksimal, populasi dan habitat Gajah Kalimantan masih dapat diselamatkan,” demikian ditambahkan oleh Agus Suyitno. Saat ini WWF Indonesia bersama para pihak sedang merencanakan untuk menyusun SRAK-GK yang baru untuk periode 2018-2028. Beberapa tantangan dalam 10 tahun ke depan adalah:
1. Mempertahankan populasi dan habitat utama Gajah Kalimantan; kebijakan, perlindungan, pengelolaan dan
penegakan hukum;
2. Survei, monitoring populasi dan habitat Gajah Kalimantan dengan penggunanaan metode yang tepat dan
komprehensif untuk menentukan populasi dan kualitas habitat Gajah Kalimantan;
3. Kerjasama lintas batas Indonesia-Malaysia dalam konservasi Gajah Kalimantan;
4. Penanganan konflik antara gajah dan manusia (human-elephant conflict) agar resiko konflik gajah dapat
dicegah atau diminimalisir;
5. Keterlibatan para pihak: pemerintah (daerah dan pusat), LSM, akademisi, sektor swasta (kehutanan dan
perkebunan), satgas penanganan konflik gajah dan masyarakat dalam konservasi Gajah Kalimantan;
6. Peningkatan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar habitat gajah;
7. Dukungan anggaran pemerintah dari dana APBD & APBN dan dana yang tidak mengikat untuk konservasi
Gajah Kalimantan.
Dalam acara lokakarya ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Utara Drs.H. Badrun, M.Si pada sambutan pembukaan menyampaikan bahwa Gajah Kalimantan merupakan satwa yang langka dan perlu dilestarikan, jumlah populasinya sangat terbatas. “Gajah Kalimantan merupakan aset daerah, di Kalimantan hanya ditemukan di wilayah Kalimantan Utara saja dan ini juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita,” demikian ditegaskannya. Disampaikan pula bahwa Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Utara sudah disyahkan pada 31 Maret 2017, tentunya sudah mengakomodir masukan para pihak bahwa habitat Gajah Kalimantan perlu dilestarikan, selanjutnya dipersilahkan menindaklanjuti dari peraturan daerah yang sudah terbit tersebut sebagai bahan perencanaan ke depan.