SARASEHAN KEBANGKITAN UDANG WINDU DI TAMBAK RAKYAT
Penulis: Mohammad Budi Santosa
Pada tanggal 21 Oktober 2015, WWF-Indonesia diundang oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara untuk menghadiri acara Sarasehan Kebangkitan Udang Windu di Tambak Rakyat. Acara yang dibarengi dengan Pelatihan dan Pendampingan Keterampilan Pembenihan Rajungan bertujuan untuk memotivasi para pelaku usaha tambak udang windu dan pembenihan rajungan agar kembali bergairah dalam mengelola usahanya.
Kegiatan ini dihadiri sekitar 250 undangan dari kelompok-kelompok pembudidaya udang binaan BBPBAP Jepara, asosiasi pengusaha rajungan, DKP Propinsi serta Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, perguruan tinggi di Jawa Tengah seperti UGM, UNDIP dan Unisnu Jepara, serta perusahaan prosessing udang PT Misaja Mitra Pati. Sedangkan WWF-Indonesia menjadi satu-satunya LSM yang diundang pada acara tersebut.
Sarasehan Kebangkitan Udang Windu
Acara yang dimulai dengan kunjungan lapangan ini, mengajak peserta untuk melihat panen udang windu pada tambak rakyat yang dikelola dengan metode intensif untuk melihat cara pembenihan udang windu serta mengenal cara pembenihan dan budi daya rajungan di komplek BBPBAP Jepara. Setelah itu dilanjutkan dengan acara sarasehan mengembalikan kejayaan udang windu di tambak rakyat, yang diselenggarakan di gedung aula BBPBAP Jepara.
Kepala BBPBAP Jepara, I Made Suitha, APi, yang mewakili Dirjen Perikanan Budidaya KKP menyampaikan bahwa usaha tambak udang merupakan usaha yang menjanjikan karena hanya memerlukan waktu perputaran yang cepat, yakni sekitar 3-4 bulan. Namun, karena banyaknya masalah yang belum teratasi menyebabkan usaha tersebut semakin ditinggalkan.
Ketidaktahuan tentang prinsip budi daya yang menyeimbangkan antara kepentingan bisnis dan kelestarian lingkungan dapat memunculkan serangan penyakit. Hal ini membuat para pelaku usaha tambak udang khususnya di Pulau Jawa menghentikan usahanya karena hasil panennya menjadi tidak mampu menutup biaya operasional. Oleh karena itu pihak BBPBAP Jepara terus mengembangkan teknologi dan inovasi budi daya udang agar dapat membantu pembudidaya udang dalam mengembalikan kejayaan udang windu.
DR. Made L. Nurdjana, peneliti yang juga mantan Kepala BBPBAP Jepara memotivasi para pelaku usaha tambak udang untuk terus meningkatkan produksi udang melalui pengelolaan tambak tradisional yang baik. Standar budi daya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah harusnya menjadi prinsip dasar yang dilakukan oleh para pembudidaya agar hasil panennya bisa meningkat. Untuk tambak di Pulau Jawa, tidak ada cara lain untuk meningkatkan produksi udang selain menggunakan teknologi dan inovasi budi daya seperti yang dilakukan di BBPBAP Jepara.
Hasil tersebut disebabkan kondisi lingkungan di Pulau Jawa sudah tidak seperti tahun 70-90an, dimana peningkatan produksi masih bisa dengan cara ekstensifikasi. Keberhasilan dalam memunculkan teknologi pembenihan dengan metode ablasi, pengaturan padat tebar, pengelolaan sistem budidaya serta pengendalian limbah merupakan terobosan yang dilakukan oleh pemerintah melalui BBPBAP Jepara untuk membantu para pembudidaya udang di Indonesia. Pada tambak tradisional, menurutnya tidak ada jalan lain selain terus mengembangkan udang windu karena spesies ini merupakan spesies pribumi yang terbukti berhasil bertahan di Indonesia, baik jika dibudidayakan dengan cara tradisional maupun intensif melalui pembudidayaan yang baik dari hulu sampai hilir jika udang windu ingin terus berkibar di Indonesia.
Menjaga Kelestarian Udang Windu
Pada kesempatan diskusi, Fisheries Officer WWF-Indonesia, M Budi Santosa turut menyampaikan tentang pentingnya menjaga keberlangsungan udang windu sebagai spesies asli Indonesia dari “serangan” udang vanamei. Seperti kondisi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang saat ini masih terus berjuang mempertahankan udang windu sebagai satu-satunya spesies yang dibudidayakan. Meskipun tidak ada aturan yang melarang pengembangbiakan udang vanamei di Indonesia, tetapi perkembangan udang vanamei cenderung rentan terhadap serangan penyakit.
Para pembudidaya di kedua provinsi tersebut khawatir akan kedatangan udang vanamei karena hal tersebut akan membawa dampak bagi kelangsungan budi daya udang windu. Para pembudidaya udang di kedua daerah tersebut masih percaya bahwa udang windu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, mengingat pasarnya yang masih terbuka lebar di luar negeri.
WWF-Indonesia yang selama ini bekerja di Kalimantan Utara terus mendampingi para pembudidaya dan perusahaan pengolahan agar menerapkan prinsip budi daya udang windu yang telah ditetapkan, baik oleh pemerintah maupun oleh pasar luar negeri.
Salah satu kendala yang dihadapi para pembudidaya di Kalimantan Utara ialah terbatasnya benur udang windu berkualitas baik. Kebutuhan benur di Kalimantan Utara yang mencapai sekitar 70 juta ekor hanya bisa dipenuhi dengan hatchery lokal sekitar 40-50 persennya saja. Alhasil, kekurangnya didatangkan dari Pulau Jawa dengan risiko tidak jelas ketelusurannya.
Untuk itu WWF-Indonesia bersama dengan perwakilan BBPBAP Jepara, DKP Prov Kaltara dan DKP Kota Tarakan telah mengusulkan agar kekurangan benur udang di Kaltara dapat disediakan oleh BBPBAP Jepara dengan mekanisme membuka toko penjualan di Kota Tarakan. Dan DKP Tarakan sudah bersedia memfasilitasi jika memang bisa diaplikasikan. Kepala BBPBAP Jepara menyambut baik usulan tersebut untuk membantu pengembangan udang windu di Kaltara.
Pada akhir acara, I Made Suitha, Made L. Nurdjana dan Ketut Sugama berkenan melakukan jamuan makan siang bersama jajaran Polsek Jepara Kota, Koramil Jepara, perwakilan kelompok pembudidaya, WWF Indonesia dan Direktur PT Misaja Mitra Pati. Hidangan yang disajikan merupakan hasil panen dari komplek BBPBAP Jepara. Diharapkannya dengan sinergi semua pihak yang baik, maka usaha untuk mengembalikan kejayaan udang windu ini bisa cepat terwujud.