ROBOT, SANG PEJUANG KONSERVASI LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN BERAU
Siang itu di ruang kerjanya, Rahmat, atau yang lebih akrab disapa dengan nama panggilan Robot, sedang bersiap untuk melakukan perjalanan menuju Pulau Derawan di Kalimantan Timur. Kali ini ia akan mengikuti kegiatan pembangunan rock pile, yakni sebuah upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur dan Yayasan WWF Indonesia di Pulau Derawan. Tak lupa ia membenahi sebuah speaker karaoke kesayangannya untuk dibawa ke Derawan, “Bisa untuk healing-healing habis (setelah selesai) kegiatan”, ujarnya.
Hampir setiap hari ia menerima laporan dari masyarakat yang menemukan nelayan andon tidak berizin, ia juga bertanggung jawab untuk memberikan teguran kepada nelayan yang melakukan penangkapan ikan di zona inti, serta menindak nelayan yang melakukan destructive fishing. Selain itu, ia juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Berau, kelompok masyarakat di Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya, maupun organisasi-organisasi yang fokus pada konservasi kelautan, termasuk Yayasan WWF Indonesia.
Mengenal Laut Derawan Sejak Kecil
Sejak kecil, laki-laki berusia 35 tahun ini senang bermain atau memancing bersama teman-temannya, sehingga kebiasaan tersebut membuatnya sangat akrab dengan aktivitas di laut. Sebagai anak seorang nelayan pancing, pendapatan keluarganya saat itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.
Ayah Robot, sebagai tulang punggung keluarga, pernah tergiur dengan ajakan tetangganya untuk mengebom ikan dan berharap bisa mendapatkan ikan lebih banyak untuk dijual. Saat Robot masih 11 tahun, ia meminta izin kepada ayahnya untuk menemaninya pergi ke laut karena ia sangat penasaran dengan bagaimana cara ayahnya mencari ikan. Setelah mengikuti ayahnya seharian di laut, ia melihat bagaimana ikan-ikan yang didapatkan dari hasil mengebom masih banyak yang tersisa karena ukurannya yang kecil dan tidak memiliki nilai jual. Ada juga jenis ikan hias yang tidak dapat dikonsumsi ikut mati, sehingga pada akhirnya ikan-ikan tersebut dibiarkan saja membusuk.
Setahun berlalu, Robot merasa dihantui oleh rasa takut karena pekerjaan ayahnya itu. Robot pun mencoba untuk berbicara kepada ayahnya agar mau menghentikan kegiatan destructive fishing yang ia lakukan. Bukan hal mudah bagi Robot untuk meyakinkan ayahnya hingga akhirnya mau mendengarkan. Ayah Robot disadarkan dengan dengan kabar dari kerabat dan tetangganya yang menjadi incaran petugas, bahkan ada yang meninggal akibat terkena bom ikan.
Kemudian, ayah Robot kembali menjadi nelayan pancing ulur dan sesekali menggunakan jaring insang (gillnet). Selain itu, ayah Robot juga sering menanju, yaitu menangkap ikan dengan menggunakan spear gun dari bahan bekas yang dilakukan pada malam hari, dibantu dengan lampu strongkeng sebagai penerangan.
“Percaya aja kalau kita mencari rezeki di laut dengan cara yang baik, ikan-ikan di laut juga pasti akan ikut mendoakan kita untuk keberkahan rezeki yang kita dapatkan hari itu”, ucap Robot. Robot merasa bangga, walaupun pendapatan nelayan pancing tidak banyak, ayahnya tetap mampu berjuang hingga ia dan saudara-saudaranya dapat menamatkan sekolah menengah.
“Memang, mereka (para pengebom ikan) itu bisa dapat (uang) sepuluh sampai dua puluh juta dibandingkan bapak saya yang hanya nelayan pancing, paling hanya dapat ratusan ribu saja. Tapi ya mereka tidak jadi apa-apa, sama saja kehidupannya seperti kami. Bahkan malah nahas yang didapat”, imbuhnya.
Robot Si Pengawas Perairan Kabupaten Berau
Robot pernah bergabung dengan Yayasan WWF Indonesia pada tahun 2008-2009 sebagai motoris untuk pengawasan penyu di Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya. Saat itu ia belum memiliki bayangan apapun mengenai pekerjaan apa yang harus ia lakukan dan situasi seperti apa yang akan dihadapinya. Ia hanya tertarik dengan program yang dikerjakan oleh Yayasan WWF Indonesia di Pulau Derawan saat itu. Melalui pekerjaannya tersebut, ia pun semakin mencintai laut dan belajar banyak hal tentang penyu yang menjadi ikon Kabupaten Berau.
Setelah menyelesaikan tugasnya bersama Yayasan WWF Indonesia, Robot memiliki niat untuk terus berkontribusi dalam menjaga laut dan segala isinya, yaitu dengan mengajak semua orang untuk menjaga laut. Misalnya, ketika ia menjadi motoris dan pemandu wisata ke Pulau Kakaban. Ia selalu mengimbau wisatawan yang didampinginya untuk tidak membuang sampah sembarangan. Ia rajin mengingatkan kepada wisatawan yang akan berenang di Danau Kakaban untuk tidak menggunakan tabir surya dan kaki katak, serta tidak memegang ubur-uburnya. Selain itu, ia juga selalu memberikan penyadartahuan kepada masyarakat sekitar tempat tinggalnya dengan pendekatan persuasif agar tidak menggunakan racun potasium dan bom ikan lagi. Atas aksinya ini, ia jadi kerap diajak untuk melakukan kegiatan pengawasan bersama Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Stasiun Tarakan, hingga akhirnya ia pun diangkat menjadi Staf Teknis Pelaksana Seksi Konservasi di Perairan Kabupaten Berau.
“Saya pernah menemukan pelaku penangkapan ikan dengan potasium yang masih di bawah umur untuk menangkap lobster di malam hari. Pernah juga ada anak sekitar lima tahun lah, diajak orang tuanya ke laut untuk ngebom ikan,” kenang Rahmat ketika ditanya mengenai pengalamannya selama menjadi pengawas perairan.
Robot menyadari bahwa pekerjaannya ini sangatlah berisiko menjadi musuh masyarakat sekitarnya. Namun ia selalu berpikir bahwa hal yang sedang ia jalani saat ini akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kampung Tanjung Batu secara luas suatu saat kelak. Selain menjaga ekosistem laut agar selalu terjaga, kegiatan yang ia dan timnya lakukan juga berpotensi untuk mendorong terciptanya perikanan dan pariwisata yang berkelanjutan. “Selama (bertugas) menjadi pengawas, Robot ndak pernah pandang bulu. Temannya kah, tetangganya kah, pokoknya kalau melanggar pasti ditindak”, terang salah satu tetangga Robot.
Upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh Robot hingga saat ini, memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan hasil Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi (EVIKA) di Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya. Walaupun ia pernah menjadi musuh beberapa nelayan yang melanggar aturan dan dilaporkan olehnya, ia masih terus menggantungkan harapannya terhadap keberlanjutan perikanan dan kelautan di Kabupaten Berau.
“Bagi saya, aksi konservasi ini akan terus saya perjuangkan walaupun nanti sudah tidak dinas. Saya ingin terus bisa berbagi pengetahuan dengan teman-teman nelayan. Saya tidak ingin hanya tutup mata dan tutup telinga begitu saja ketika mengetahui ada nelayan yang melakukan destructive fishing”, tutur Robot.
Sebagai kawasan yang termasuk dalam Segitiga Terumbu Karang, Perairan Kabupaten Berau memiliki kekayaan hayati yang tinggi untuk menunjang penghidupan masyarakat. Selain itu, kawasan ini juga merupakan jalur migrasi biota laut penting yang dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
Beberapa hal yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten, masyarakat lokal bersama Yayasan WWF Indonesia dan para mitra adalah melakukan kajian-kajian daya dukung wisata, survei kondisi kesehatan terumbu karang, peningkatan kapasitas masyarakat, pendataan kemunculan dan populasi hiu paus, dan program rehabilitasi terumbu karang di Pulau Derawan. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka Ocean Governance Project yang didukung oleh Uni Eropa.
Hal tersebut pula yang mengantarkan Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya ini pada kategori perak dalam EVIKA tahun 2022. Di mana, kawasan ini telah dikelola dengan optimum, yaitu sebesar 77,14% atau meningkat 5,89% dari hasil penilaian tahun 2021.