POKJA KONSERVASI: “DPR RI DAN PEMERINTAH HARUS PERCEPAT PEMBAHASAN RUU TENTANG PERUBAHAN UU NO. 5/1990”
Jakarta, 18 September 2017 – Kelompok Kerja (Pokja) Kebijakan Konservasi meminta DPR RI dan pemerintah untuk segera memulai pembahasan perubahan UU 5/1990 tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem, yang saat ini sudah mendesak untuk dilakukan, melihat kejahatan konservasi yang terjadi di tingkat tapak sudah tak dapat diakomodir dalam UU 5/1990. Hal ini disampaikan pada acara Rapat Umum Dengar Pendapat (RDPU) dengan DPR-RI Komisi IV, Senin 18 September 2017 di ruang Kura-Kura DPR.
Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL selaku juru bicara Pokja Kebijakan Konservasi mengatakan, ”Kami menilai DPR dan Pemerintah perlu mempercepat dan memprioritaskan proses perubahan undang-undang ini dengan memulai pembahasan bersama”.
Sesungguhnya, usulan perubahan RUU ini sudah digaungkan lebih dari satu dekade yang lalu, bahkan sudah masuk dalam prioritas DPR RI (prolegnas), namun sampai saat ini status pembahasannya belum juga dijadwalkan oleh DPR.
Lanjut Henri, ”Sudah banyak kasus kejahatan keanekaragaman hayati yang tidak dapat diproses secara optimal karena tidak diatur dalam UU 5/1990, contohnya perusakan ekosistem terumbu karang oleh kapal asing di Raja Ampat. Kami masyarakat sipil yang tergabung dalam Pokja Kebijakan Konservasi mendorong DPR RI dan Pemerintah untuk segera mempercepat prosesnya sebelum terlambat kita kehilangan identitas bangsa”.
Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa perlu segera merevisi UU 5/1990 ini, pertama jangka waktu keberlakuan UU 5/1990 sudah sangat lama sehingga belum dapat mengakomodir perkembangan isu-isu dan permasalahan konservasi keanekaragaman hayati baik di tingkat nasional maupun internasional, kedua pengaturan penegakan hukum yang tidak dapat mengikuti perkembangan kejahatan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Ketiga, ada isu konservasi keanekaragaman hayati pada tingkat genetik yang sama sekali belum ada aturannya di tingkat nasional, sehingga banyak terjadi “pembajakan” sumber daya genetik atau yang sering dikenal dengan biopiracy.
Dalam proses RDPU ini, Pokja Kebijakan Konservasi menyampaikan lima poin atau isu yang sangat penting untuk memastikan kelestarian dan keberlanjutan manfaat keanekaragaman hayati yang krusial untuk diakomodir dalam perubahan UU 5/1990 ini, yaitu:
1) Akses dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional.
2) Perizinan, pengawasan, dan sanksi administrasi.
3) Kelembagaan penyelenggaraan konservasi keanekaragaman hayati.
4) Perlindungan hak dan akses masyarakat adat serta lokal.
5) Aspek penegakan hukum terhadap kejahatan konservasi keanekaragaman hayati.
Pokja Kebijakan Konservasi juga mengapresiasi Komisi IV DPR-RI yang telah berinisiatif menyusun draf RUU perubahan dan naskah akademiknya, namun inisiatif ini harus segera ditindak lanjuti dengan memulai pembahasan perubahan UU 5/1990. Pokja juga meminta Pemerintah selaku pihak yang bertanggungjawab dalam penyelenggaran dan perlindungan keanekaragaman hayati untuk lebih proaktif mendorong segera dimulainya pembahasan perubahan undang-undang ini. Keutuhan keanekaragaman hayati adalah cermin dari kedaulatan sebuah bangsa, hilangnya keanekaragaman hayati artinya hilangnya kedaulatan bangsa Indonesia.
-0-
Info lebih lanjut, hubungi:
Diah R. Sulistiowati (Sulis)
Koordinator Kampanye Hutan dan Spesies Terrestrial WWF-Indonesia
dsulistiowati@wwf.id, 0811-100-4397
Catatan Editor:
1. Tentang Pokja Kebijakan Konservasi
Pokja Kebijakan Konservasi terdiri atas: Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), Wildlife Conservation Society (WCS), World Wildlife Fund (WWF), dan Yayasan KEHATI, serta beberapa perorangan.
2. Policy brief, catatan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Konservasi Keanekaragaman Hayati lengkap dapat diunduh pada tautan berikut ini: http://bit.ly/2x66c2c