PETAMBAK UDANG DI PINRANG KENALI 14 PROSEDUR STANDAR PENGELOLAAN TAMBAK
Oleh: Zulkarnain (Fasilitator Lokal Aquaculture Improvement Program Udang, Pinrang)
Keberhasilan budidaya udang tak lepas dari sistem yang memerhatikan aspek manajemen budidaya dan lingkungan. Namun, dalam prakteknya, sistem manajemen ini belum sepenuhnya diterapkan oleh para pelaku usaha budidaya.
Hal inidisebabkan oleh minimnya akses informasi untuk peningkatan kapasitas petambak, serta model pembelajaran yang masih berbasis tradisi dan belum sistematik. Sehingga, banyak tambak yang belum menghasilkan produk budidaya secara optimal.
Untuk itu, perlu adanya peningkatan pemahaman dan pengenalan sistem Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada para petambak budidaya udang tradisional.
“SOP – SOP ini dasarnya mengacu pada dokumen standar Aquaculture Stewardship Council (ASC) udang, yang menuntut adanya sistem yang dapat menjamin pengelolaan tambak, lingkungan dan social,” jelas Mushadiq (WWF-Indonesia) dalam pertemuan bersama PT Bomar dan 8 perwakilan petambak dampingan di Kelurahan Pallameang, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, Selasa (18/07) lalu.
Diskusi hari itu membahas mengenai 14 SOP dalam pengelolaan tambak, lingkungan, dan sosial. “SOP ini mengatur pengelolaan dampak tambak terhadap lingkungan, dampak tambak terhadap kehidupan sosial dan penjaminan hidup pekerja tambak, serta adanya jaminan terhadap kesehatan tambak,” lanjut Mushadiq.
“SOP – SOP ini adalah versi detil dari Panduan Budidaya Udang Windu (Better Management Practices) yang telah disusun oleh WWF-Indonesia dan telah disosialisasikan sebelumnya,” saya menambahkan.
Kelimabelas SOP yang dimaksud adalah (1)SOP pemantauan kesehatan dan pertumbuhan udang; (2) pencegahan penyebaran penyakit keluar tambak; (3) pencegahan udang lepas (escape shrimp protokol); (4) penanganan hewan liar/predator yang lewat atau mencari makan di tambak; (5) penyimpanan bahan kimia, ; (6) penanganan hama ikan liar pada tambak udang windu, langnga’; (7) penanganan udang yang mati di tambak; (8) pengecekan kerusakan mata jaring; (9) perbaikan tanggul pada tambak; (10) resolusi konflik di masyarakat sekitar tambak; (11) penanganan keluhan pekerja tambak; (12) penanganan keluhan masyarakat sekitar tambak; (13) SOP kalibrasi alat ukur kualitas air (refraktometer); dan (14) penanganan bahan kimia.
Secara umum, kegiatan keseharian petani tambak dalam mengelola tambaknya tidak jauh berbeda dengan SOP yang diberikan. Hanya saja, perlu dilakukan pemahaman terkait beberapa tambahan berupa fungsi dan tujuan SOP tersebut.
Misalnya, dalam penanganan hewan liar. Sejauh ini, hewan liar berupa burung liar sekadar diusir oleh petambak. Dalam hal penanganan bahan kimia, sejauh ini para petambak hanya menggunakan pupuk kimia dalam jumlah minim dan ditempatkan di bawah kolong rumah petambak.
Namun, dalam beberapa hal, petambak masih belum menerapkan metode sesuai dengan SOP. Seperti penanganan udang yang mati, petambak hanya mengangkatnya dan dibiarkan membusuk di atas pematang. Padahal, menurut SOP, sebaiknya udang yang mati segera dikubur atau dibakar untuk memutus rantai penyebaran penyakit dalam tambak dan sekitarnya. Selain itu, penanganan hama di tambak pun belum sesuai dengan SOP karena masih menggunakan pestisida dalam memberantas hama teritip.
Penerapan 14 SOP ini akan dipantau secara kontinyu. ”Untuk memudahkan, kami akan membuatkan panduan sederhana yang berisi seluruh SOP ini untuk para petambak, yaitu buku SOP Petambak Mitra PT. Bomar,” ujar Andriatro (PT Bomar).
Tak hanya itu, rangkaian pelatihan pun akan digelar bagi para petambak mitra PT Bomar di Pinrang ini. Pelatihan akan menguatkan pemahaman petambak mengenai SOP. Mulai dari pelatihan pencegahan penyakit udang, pelatihan mengenai penanganan lingkungan, hingga pelatihan penanganan pencemaran tambak. Harapannya, semua upaya ini akan menghasilkan produksi udang yang lebih berkualitas dari Pallameang, Pinrang, Sulawesi Selatan.