SUKA DUKA MENJADI ANAK IKAN
Oleh: Sila Kartika Sari (Reef Check Indonesia)
Pernah menyelam atau snorkeling? Siapa, sih, yang tidak terhibur dengan atraksi ikan warna-warni di bawah air, berenang ke sana kemari, keluar masuk terumbu karang. Tapi, pernah membayangkan, nggak, ikan yang kita lihat itu harus dicatat nama spesiesnya, panjang tubuhnya, serta jumlahnya. Ya, spesies - berarti kita harus tau apa nama Latin spesies ikan kakap warna kuning bergaris – garis, hingga estimasi panjangnya. Tidak hanya satu jenis ikan, tapi bisa puluhan bahkan ratusan.
Itulah tugas utama kami, peneliti ikan terumbu karang, atau biasa disebut si Anak Ikan. Kami mendata jenis-jenis ikan terumbu karang yang ditemukan dalam setiap titik penyelaman pada #XPDCALORFLOTIM ini. Protokol reef health monitoring yang kami gunakan adalah metode Undewater Visual Census (UVC).
Dengan metode ini, kami mendata 16 famili ikan target. Dalam satu famili ikan, bisa terdiri dari belasan dan puluhan spesies. Ikan yang dicatat adalah spesies dari ikan herbivora (ikan kakatua, baronang, dan kulit pasir) dan ikan ekonomis (ikan kerapu, kakap, kuwe, ekor kuning, dan sebagainya).
Kami menyelam selama kurang lebih 1 jam 15 menit kami menyelam, dengan sabak dan kertas underwater di tangan kiri, dan pensil di tangan kanan. Ketika melihat segerombolan ikan kakap, kami mengidentifikasi secara morfologi, lalu corak tubuh dan tanda khusus yang dimiliki ikan tersebut untuk mengetahui nama spesiesnya. Baru setelah itu, kami estimasi cepat jumlah keseluruhan dan ukurannya.
Kalau di sebelahnya terdapat jenis ikan lain yang termasuk dalam 16 famili tadi, ya, kami identifikasi lagi dan catat cepat, sebelum mereka kabur. Terdengar ribet, ya? Memang. Tapi, di situlah letak keseruannya.
Yaitu ketika melihat kertas underwater kami penuh dengan banyaknya jenis dan jumlah ikan terdapat di lokasi penelitian. Apalagi, jika yang ditemukan adalah jenis ikan yang berukuran besar atau mulai “langka” seperti Napoleon wrasse (ikan napoleon), manta ray (Manta birostris), dan hewan hewan kharismatik lainnya.
Dalam ekspedisi ini, saya menemukan beberapa “pasar ikan” di bawah sana, saking banyaknya ikan yang tercatat di sabak saya. Salah satunya adalah dua titik penyelaman di sekitar Pulau Reta, pulau kecil yang berada di antara Pulau Alor dan Pulau Pantar. Tercatat ada 2599 individu ikan yang terdiri dari 58 spesies ikan! Termasuk, black tip reef shark. Keren!
Di samping keseruan itu, sebagai Anak Ikan, kami juga menghadapi tantangan yang melelahkan. Peneliti ikan memiliki jarak penyelaman terjauh, 550 meter, dibanding peneliti karang dengan jarak 150 meter. Ditambah jika perairan berarus, dengan frekuensi menyelam tiga kali sehari, seperti makan saja.
Peneliti ikan juga menjadi yang paling repot saat rekapitulasi hasil pendataan. Kami memasukkan data ke lembar excel dengan format yang sudah ditentukan, untuk selanjutnya diolah dan dianalisa bersama dengan data terumbu karang. Terkadang, kami dituntut untuk melek hingga hampir larut, agar entry data selesai sebelum mengambil data baru keesokan harinya. Apalagi, jika dalam suatu lokasi penyelaman terdapat jenis ikan yang belum kami ketahui nama spesiesnya kami harus memverifikasi jenis ikan tersebut melalui buku identifikasi ikan.
Menjadi Anak Ikan, harus pintar-pintar mencuri waktu entry data, bahkan kadang di sela surface interval. Memang tidak semudah yang dibayangkan. Namun, senang sekali jika mengetahui bahwa hasil catatan kami di atas sabak ini, adalah bukti bahwa di bawah sana, masih ada “pasar ikan” yang harus kita jaga sama-sama.