PERTEMUAN TRILATERAL HEART OF BORNEO KE-6 MENGUNGKAP SISI HUMAN DARI HEART OF BORNEO
Aspek masyarakat di Heart of Borneo (HoB) merupakan topik utama pada pembukaan Pertemuan Trilateral Inisiatif Heart of Borneo ke-6, yang diselenggarakan di Kuching, Sarawak, Malaysia, September 2012 yang lalu.
Dewan Penyantun WWF-Malaysia yang diwakili oleh Jayl Langub, secara resmi meluncurkan ‘The Human Heart of Borneo’, sebuah publikasi terbaru yang dibuat atas kerjasama WWF dengan ketiga negara di Borneo, sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat etnis yang hidup di area HoB.
Pak Jayl menggarisbawahi nilai kekayaan alam dan sumber daya manusia yang terkandung di dalam area lintas batas negara HoB lebih berharga dari uang, dan harus dihormati, dijunjung tinggi dan dikelola secara berkelanjutan sebagai sebuah warisan untuk generasi masa depan, sebagaimana telah dilakukan oleh masyarakat etnis sejak beberapa tahun silam.
“Bagi kita yang melihat nilai sumber daya alam dari sudut pandang uang, maka akan sulit untuk menghargai cara masyarakat etnis berhubungan dengan alam”, kata Pak Jayl.
“Akan tetapi, dengan melihat bagaimana masyarakat etnis berhubungan dengan alam, maka kita dapat berharap terjaminnya kesehatan alam untuk generasi yang akan datang”, lanjutnya.
Publikasi mengenai masyarakat etnis di Heart of Borneo ini yang memberikan pandangan sekilas tentang cara hidup tradisional mereka ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai kekayaan keanekaragaman hayati, budaya dan warisan etnis yang tercakup dalam wilayah lintas batas antara Malaysia Timur, Kalimantan Timur (Indonesia) dan Brunei Darussalam, yang memiliki hutan tropis dengan luas sekitar 22 juta hektar.
Diwawancara oleh media Borneo Post, Wisnu Rusmantoro, Koordinator Nasional HoB untuk WWF-Indonesia, mengapresiasi pemerintah Indonesia, Malaysia dan Brunei karena mengakui HoB yang signifikan dan bekerja sama untuk mewujudkan visi prinsip pembangunan berkelanjutan HoB melalui penelitian dan pembangunan.
Beliau juga menyorot pentingnya mendapatkan dukungan dan partisipasi dari masyarakat lokal dan pemerintah untuk konservasi dan pembangunan berkelanjutan di HoB.
“Masyarakat ini memiliki hubungan sosial, budaya dan religi yang kuat dengan alam. Jika hutan di Heart of Borneo hilang, maka sangat dimungkinkan masyarakat lokal juga akan hilang. Kata kunci untuk isu ini adalah pembangunan berkelanjutan. Jika tidak ada konservasi, pembangunan juga tidak dapat berjalan”, kata Wisnu.
Pertemuan Trilateral
Setelah pembukaan, pertemuan resmi ketiga negara HoB di hari-hari selanjutnya merupakan sebuah kesempatan bagi ketiga negara tersebut untuk melaporkan perkembangan yang telah dihasilkan sejak pertemuan trilateral sebelumnya pada tahun 2011 yang lalu.
Indonesia memberikan laporan mengenai perkembangan pengelolaan konservasi dan ekowisata lintas batas, dan kampanye Muller-Schwaner sebagai sebuah kawasan konservasi, serta perkembangan pendanaan berkelanjutan dan pengembangan platform politik dan forum kemitraan untuk menyokong investasi yang tertuang di dalam Peta Jalan Ekonomi Hijau HoB.
Brunei Darussalam melaporkan kemajuan dan perkembangan Inisiatif Heart of Borneo yang memfokuskan pada penghentian perdagangan ilegal lintas batas atas produk-produk hutan termasuk hidupan liar, mempromosikan wisata alam, berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk pengelolaan hutan (hidupan liar, wisata dan pengelolaan air), serta peresmian zona penyangga antara area batas administratif Brunei dengan Sarawak.
Laporan yang disampaikan oleh Malaysia tercermin pada tiga hal prioritas yaitu penguatan jaringan dan konektivitas kawasan lindung, pembangunan koridor hutan yang dikelola secara berkelanjutan dan peningkatan kerjasama lintas batas. Malaysia menekankan pentingnya mengupayakan pendanaan berkelanjutan untuk konservasi, meningkatkan sinergi antara inisiatif yang sudah ada dan memperluas partisipasi para pemangku kepentingan.