17 HARI HIDUP DI ALAM: PENGALAMAN SEORANG WARGA URBAN
Oleh: Nicholas Fong
Belum lama ini saya mendapat kesempatan untuk mengikuti “Perjalanan Ekspedisi Penelitian Kehidupan Alam” yang diselenggarakan oleh Yayasan Sabah, dimulai dari 5 – 22 Juli 2012. Perjalanan tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi keragaman satwa liar di dalam dan di luar Kawasan Konservasi Lembah Imbak (ICCA), serta untuk mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pekerjaan di masa datang mengenai pengelolaan dan konservasi satwa liar.
Salah satu hal yang mengejutkan dari banyak hal mengejutkan di perjalanan ini, yakni penunjukan saya sebagai pemimpin salah satu dari 13 kelompok yang ada. Saya ditugaskan mengendarai mobil 4WD dan menyeberangi sebuah sungai besar. Kami menghabiskan beberapa hari di hutan tanpa persiapan untuk urusan tidur dan makan yang layak. Kami juga harus tinggal di daerah tempat para pemburu illegal berkeliaran, dan hampir setiap malam kami mendengar suara tembakan senapan!
Saya dan rekan dari WWF-Malaysia terbang ke Sandakan dan Thereon. Perjalanan ini merupakan petualangan bagi kami. Kami mengendarai mobil 4WD menuju Kawasan Konservasi Lembah Imbak (ICCA) yang terdapat di Kawasan Tongod, sekitar 300 km dari Kota Kinabalu.
Rumah-rumah di sana terbuat dari bahan-bahan alami. Di sana juga terdapat air terjun yang indah. Kini terdapat 4 perkemahan yang baru didirikan di sana, tersebar di empat wilayah yang diberi nama ‘Tempat Penelitian Tampoi’, ‘Tempat Penelitian Gunung Kuli’, ‘Tempat Penelitian Kapur’, dan ‘Tempat Penelitian Pinang-Pinang’.
Perjalanan kami tempuh selama 5 jam, melalui jalanan yang kondisinya rusak dan sulit untuk dilewati. Beberapa kilometer sebelum tiba di tempat perkemahan, kami harus menyeberangi Sungai Imbak. Sungai ini memiliki level air yang cukup tinggi. Untungnya, kami berhasil menyeberangi sungai tersebut tanpa ada masalah. Kami tiba di perkemahan sebelum senja. Setelah makan malam, kami mengikuti sesi pengarahan oleh pihak penyelenggara. Saat itu didistribusikan kamera, GPS, dan yang paling penting persediaan makanan untuk sisa perjalanan ekspedisi ini.
Di hari selanjutnya, kami diberangkatkan menuju tempat perkemahan masing-masing. Beberapa anggota pergi dengan helikopter (karena daerah penelitian sulit dicapai), sementara anggota lainnya mengendarai mobil 4WD. Setelah sampai di tempat perkemahan, kami langsung mendirikan tenda.
Setiap hari kami melakukan observasi dengan kamera pengintai di lokasi dimana terdeteksi banyak jejak atau kotoran binatang liar. Kami bergantian melakukan penelitian ini; di saat yang sama beberapa orang harus tetap di perkemahan untuk menjaga barang-barang bawaan kami karena daerah perkemahan kami mudah dijangkau oleh banyak orang.
Kami berhasil menangkap gambar 2 spesies melalui kamera pengintai kami.
Kami juga menemukan 14 spesies mamalia dan 27 spesies burung. Dari 14 spesies mamalia, dua di antaranya ditemukan dalam keadaan terluka dan salah satunya masuk kategori hampir punah berdasarkan data dari IUCN.
Jumlah mamalia yang terlihat menurun drastis karena di daerah tersebut banyak terjadi penebangan liar dan para pemburu ilegal.
Secara keseluruhan, perjalanan ekspedisi kali ini tergolong sukses, kecuali dalam hal radio untuk komunikasi yang rusak dan tidak bisa digunakan untuk menghubungi orang luar. Untungnya, tidak terjadi apa pun; hanya sempat digigit lintah dan nyamuk.
Perasaan saya sangat campur-aduk selama mengikuti ekspedisi ini. Sedih, karena saya tidak sempat mengobservasi spesies utama, seperti badak, gajah, dan orangutan. Di sisi lain, saya senang karena berkesempatan untuk mengendarai mobil 4WD dan menyeberangi sungai. Saya juga senang bisa melihat sejumlah air terjun yang indah dengan air sebening kristal.
Perjalanan ini merupakan kesempatan sekali seumur hidup. Jika ada tawaran seperti ini lagi, saya siap mengikutinya dengan penuh semangat!
Nicholas Fong adalah seorang staf dari Satuan Bidang Hukum dan Pemerintahan Kehutanan di WWF-Malaysia. (Kantor Sabah)