MENGINVENTASIKAN SUMBER DAYA ALAM: KEMITRAAN, KEBIJAKAN DAN INVESTASI
Sumber daya alam adalah tema utama di salah agenda cara KTT Rio+20, yang diselenggarakan oleh WWF dan tiga bank internasional, African & Asian Development Banks dan Inter-American Development Bank. Para pembicara membahas pentingnya sumber daya alam dalam mendukung ekonomi hijau dan pembangunan keberlanjutan, dan peran kritikal kemitraan dalam prosesnya.
Menteri Kuntoro Mangusubroto, Kepala Unit Kerja Kepresidenan Indonesia untuk Pemantauan dan Pengendalian Pembangunan, berbicara mengenai sumber daya alam dan Heart of Borneo (HoB), dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam perlindungan hutan, keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Beliau mengatakan bahwa pada tahun 2011 yang lalu, Propinsi Kalimantan Tengah yang terletak di Pulau Borneo, telah dipilih untuk menjadi propinsi percontohan untuk menjalankan sejumlah aktivitas yang diklasifikasikan sebagai inisiatif ekonomi hijau. Kalimantan Tengah adalah propinsi berhutan luas ketiga di Indonesia dengan lahan gambut yang luas dan kaya akan keanekaragaman hayati. Setidaknya ada enam proyek REDD+ yang sedang dilakukan di lahan gambut dan lainnya yang berfokus di hutan Kalimantan Tengah, termasuk hutan-hutan yang dikenal secara internasional berada di dalam Inisiatif HoB.
Elemen-elemen kesuksesan
Bapak Kuntoro berbagi dua elemen prinsip kesuksesan program ini kepada para delegasi. Yang pertama adalah keterlibatan pemerintah lokal – menyediakan sebuah pondasi yang kuat untuk kepemilikan dan keberlanjutan atas pemasukan.
“Indonesia masih muda dalam demokrasi disentralisasi. Otoritas tidak berada di dalam tangan pemerintah pusat, melainkan berada di tangan para kepala daerah. Kami bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah untuk menciptakan sebuah strategi kawasan pada REDD+. Kami paham bahwa paradigma lama mengenai pemerintah pusat menyuapi daerah-daerah tidak lagi berlaku. Maka kami menguatkan masyarakat Kalimantan Tengah untuk menulis sehingga benar-benar memiliki strategi itu,” katanya.
Yang kedua adalah bahwa element tersebut selalu praktis dan benar-benar mendorong dampak!
“Pada akhirnya, yang paling penting bagi saya adalah menurunnya deforestrasi dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal dan etnis. Diinisiasikan oleh Gubernur, kami saat ini mulai menggandakan inisiatif yang berfokus pada tindakan-tindakan di lapangan. Sebagai contoh, rehabilitasi lahan gambut dan pemetaan hak-hak para masyarakat etnis,” lanjut beliau.
Bapak Kuntoro mengatakan bahwa secara khusus kedua element ini merupakan hal yang akan tetap melahirkan inisiatif-inisiatif ‘Koridor Ekonomi Hijau di Heart of Borneo’, sebuah contoh utama tentang bagaimana dunia harus mengelola sumber daya alam mereka.
Heart of Borneo (HoB)
Bermula sebagai sebuah kesepakatan sukarela antar negara-negara tetangga di tahun 2007 yang lalu (Deklarasi HoB), Inisiatif HoB mendorong sebuah kerangka yang berfungsi untuk kerjasama lintas batas negara di sejumlah area kunci – pembentukan area-area yang dilindungi, pengelolaan sumber-sumber daya alam yang berkelanjutan, pengembangan ekowisata dan peningkatan kapasitas.
Bapak Kuntoro mengatakan bahwa selain ini, telah meluas mitra-negara dan dukungan dunia internasional yang berasal dari Inisiatif HoB.
Satu contoh bermula pada bulan Agustus 2011, ketika unit kerja Bapak Kuntoro meluncurkan proyek awal Koridor Ekonomi Hijau Kalimantan dengan dukungan UNEP, dalam kemitraan dengan sejumlah organisasi, termasuk WWF.
“Proyek unit yang melihat ke depan ini bermaksud untuk menganalisa dan mengembangkan opis-opsi demi memastikan dukungan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan sumber daya alam dan manusia sepanjang Kalimantan, dan hasil-hasil inisial dari studi ini sangat menguatkan,” kata beliau.
Bapak Kuntoro mencatat bahwa dalam tingkat nasional, pemikiran hijau berjalan lambat tapi pasti memberikan dampak pada proses perencanaan pembangunan nasional. Pada bulan Januari 2012, Presiden SBY mengeluarkan Regulasi Presiden mengenai penetapan sebuah rencana spasial baru untuk Pulau Kalimantan. Regulasi ini menetapkan sebuah visi untuk mencapai konservasi 45% hutan Kalimantan, menyoroti area tersebut sebagai komitmen Indonesia untuk “paru-paru dunia”.
“Heart of Borneo telah diidentifikasikan sebagai sebuah Area Strategi Nasional baru, pusat pertama Indonesia untuk nilai sumber daya alam,” kata Bapak Kuntoro dengan bangga.
Secara lebih luas, melalui persamaan tetapi dibedakan program, ketiga negara, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan para mitranya telah mulai memberikan konservasi tiada akhir dan pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan ekonomi hijau.
“Melekatkan nilai-nilai ekosistem, keanekaragaman hayati dan jasa aliran air, merupakan pusat untuk menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan kemakmuran di tingkat lokal, nasional dan regional di sepanjang HoB,” lanjut beliau.