PERJALANAN EDUCATION FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF LSM
Republik Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia dengan penduduk sebanyak 235 juta (2013). Luas wilayahnya yang mencakup daratan dan lautan juga menempatkannya dalam 20 negara terbesar di dunia.
Bentang alam Indonesia yang terdiri dari laut, pulau, kepulauan dan pegunungan, dalam proses pembangunan dan pengembangannya dari masa ke masa menghasilkan banyak dampak. Dampak tersebut ada yang yang positif namun ada pula yang memberi dampak kesenjangan kehidupan di sebagian besar masyarakat. Kondisi inilah yang memberi ruang bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi non pemerintah (Ornop) untuk berperan pada pergerakan di tingkat akar rumput untuk dan dari masyarakat dalam rangka mencapai penghidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Dalam perjalanannya yang cukup panjang, sejumlah LSM di beberapa daerah menjalin kemitraan dengan pemerintah di daerah masing-masing maupun pihak terkait lainnya. Secara umum dapat dikatakan keberadaan LSM di masyarakat maupun pemerintah diterima dan diakui memberikan hasil dan dampak positif.
Dalam pengembangan dan penerapan program pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (PPB) atau juga dikenal dengan istilah aslinya Education for Sustainable Development (ESD), sejumlah pemangku kepentingan termasuk organisasi sipil/lembaga swadaya masyarakat juga ikut berperan penting.
Menjelang berakhirnya Dekade PPB (2005 – 2014) sebagaimana dicanangkan UNESCO hampir sepuluh tahun lalu, sejumlah penggerak PPB/aktivis LSM tergerak untuk melihat sejauh mana PPB dikenal, dipahami, dan dilaksanakan di Indonesia. Perjalanan program PPB di Indonesia dan pendampingan oleh LSM tersebut perlu direkam dan didokumentasikan sebagai bahan masukan dan pembelajaran bersama. Hal tersebut mendorong pembuatan “Perjalanan Education for Sustainable Development di Indonesia dalam Perspektif LSM” ini. Laporan ini dimaksudkan sebagai pendukung informasi penerapan PPB dalam berbagai bentuk dan penerjemahan di tingkat lapangan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Untuk mengumpulkan data pendukung pembuatan laporan ini, pada semester kedua tahun 2012, beberapa LSM melakukan Focus Group Discussion (FGD) di tujuh kota lokasi dengan mitra program yang terdiri dari guru, kepala sekolah, Dinas Pendidikan kota atau kabupaten, BLH, serta LSM lain. Di tingkat nasional, pada bulan Desember 2012 Jaringan PPB Indonesia dan WWF Indonesia mengadakan Lokakarya Kebijakan PPB yang dihadiri 150 orang yang merupakan perwakilan dari pemerintah pusat hingga daerah, kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan di sekolah, dan sejumlah mitra program. Lokakarya Kebijakan PPB tersebut menjadi titik awal terbentuknya Kelompok Kerja: Sosialisasi Rekomendasi Hasil Lokakarya Kebijakan PPB dan pembuatan laporan “Perjalanan Education for Sustainable Development di Indonesia dalam Perspektif LSM”
Status implementasi dan kajian PPB dalam laporan ini didapat berdasarkan pengumpulan praktek-praktek pelaksanaan PPB (best practice) dari 22 NGO di 11 daerah/provinsi di Indonesia. Harus diakui, pengumpulan data dalam waktu dan sumber daya manusia terbatas ini tidak bisa mewakili Indonesia secara utuh. Meskipun begitu, diharapkan data yang terkumpul ini bisa memberikan gambaran besar tentang pelaksanaan PPB di Indonesia. Penyusunan laporan ini memberikan sumbangan kerangka keberlanjutan dari sudut pandang dan perspektif pelaku di tingkat akar rumput di beberapa wilayah di Indonesia.
Laporan Monitoring dan Evaluasi
Borneo adalah pulau ketiga terbesar di dunia yang sangat terkenal dengan kekayaan alamnya seperti hutan, batubara, emas dan minyak. Mario Rautner (2005) dalam laporannya mengenai status hutan, kehidupan alam liar di Borneo dan ancaman terhadapnya mengatakan bahwa Borneo adalah a land of plenty atau tanah yang memiliki banyak hal, atau dengan kata lain, tanah yang kaya. Ancaman yang dimaksud oleh Rautner salah satunya adalah hilangnya keanekaragaman hayati di pulau ini dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, berdasarkan data pantauan satelit, World Wide Fund for Nature (WWF) melaporkan bahwa 56% atau kurang lebih 29,000 kilometer dari hutan yang dilindungi di Kalimantan telah ditebang untuk perkebunan kelapa sawit dan konversi lahan (Rautner, 2005). Untuk menjaga Pulau Borneo dan memastikan bahwa pengelolaan pulau ini dapat dilakukan secara efektif, maka pada tahun 2007 tiga negara yang memiliki wilayah di pulau Borneo yaitu Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia menandatangani kesepakatan untuk melakukan kegiatan positif untuk menjaga Pulau Borneo. Kesepakatan tersebut bernama Heart of Borneo (HoB).
Tahun 2008 WWF menindaklanjuti kesepakatan tersebut melalui pengembangan program Education for Sustinable Development (ESD) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD) dengan melakukan pelatihan dan pendampingan sekolah-sekolah yang berada di 10 kabupaten yang berada di areal HoB yaitu: Katingan, Murung Raya, Gunung Mas, Kutai Barat, Sintang, Melawi, Barito Utara, Kapuas hulu, Nunukan dan Malinau. Di setiap kabupaten dibangun sekolah percontohan dengan tujuan untuk menjadikan sekolah dampingan WWF-Indonesia sebagai pusat pembela-jaran komunitas sekitar dan sekolah lainnya dengan menanamkan nilai-nilai ESD sebagai bagian dari penyelamatan kekayaan alam nasional. Tahun 2008, WWF-Indonesia memulai program ESD pada 10 kabupaten di kawasan HoB-Kalimantan Ada 34 sekolah yang berada di bawah pendampingan WWF-Indonesia. Selama kurun waktu berjalan, sekolah dampingan tersebut telah menerima pendampingan dalam bentuk pelatihan untuk peningkatan kualitas sekolah, dan nilai-nilai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Program pendampingan ESD di HoB dilakukan melalui penerapan The Whole School Approach. Pendekatan The Whole School Approach yang dimaksud disini meliputi:
- Budaya dan etos sekolah
- Pembelajaran
- Murid
- Masyarakat
- Lingkungan sekolah
- Monitoring dan evaluas
Program pendampingan ESD di HoB dilakukan melalui penerapan the whole school approach Tentunya ada banyak perubahan yang terjadi di sekolah-sekolah tersebut. Untuk itu sebuah kegiatan evaluasi dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi tentang dampak pendampingan sekolah pada:
- Pembelajaran di sekolah meliputi integrasi pembelajaran dan isu-isu ESD
- Perubahan yang terlihat di sekolah dan komunitas
- Rencana sekolah pasca masa pendampingan usai terkait. keberlangsungan pendididkan pembangunan berkelanjutan
- Perkembangan siswa, yang tidak hanya terkait dengan aspek. pembelajaran. Namun lebih pada bagaimana siswa menghargai. keberagaman biologi, sosial dan budayanya, dan tentunya persoalan lingkungan di sekitarnya
- Kemampuan guru, kepala sekolah dan siswa untuk berpikir kritis terhadap pembelajaran dan isu-isu di masyarakat
- Partisipasi dan kontribusi komunitas di sekitar sekolah (orangtua, pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dll) dalam kegiatan-kegiatan di sekolah
Perencanaan dan kebijakan yang dikembangkan sekolah. Selain itu kegiatan ini juga diharapkan memberikan rekomendasi pada pengembangan program yang sama dimasa yang akan datang serta relevansinya untuk peningkatan kualitas sekolah di Indonesia.