MENUJU FINALISASI RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA CAKALANG TONGKOL INDONESIA
Oleh M. Maskur Tamanyira
Perikanan tuna (meliputi jenis cakalang dan tongkol) merupakan perikanan yang multidimensi. Di dalam perikanan ini terdapat interaksi multi alat tangkap, multi-stakeholder, bahkan multinegara. Berbicara pengelolaan perikanan tuna multinegara, terhitung sejak tahun 2013 lalu Indonesia tercatat menjadi anggota dari Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), menyusul keanggotaan pada badan pengelola tuna regional lainnya, seperti Indian Ocean Tuna Comission (IOTC) dan Central Comission of Southern Bluefin Tuna (CCSBT). Hal ini menjadi kebutuhan Indonesia karena FAO merekomendasikan agar setiap negara produsen tuna menjadi anggota badan pengelola tuna di masing-masing regional untuk pengelolaan perikanan tuna yang lebih baik.
Selaku anggota, Indonesia diharuskan menerapkan rekomendasi yang diterbitkan dari setiap badan tersebut terkait pengelolaan tuna. Mencoba menyelaraskan dengan regional, pada Kamis dan Jumat 18-19 September 2014, pengelolaan tuna di Indoensia menapaki anak tangga kemajuan. Sub Direktorat Perairan (Zona Ekonomi Eksklusif) ZEE dan Laut Lepas mengadakan konsultasi Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna Cakalang Tongkol, Direktorat Sumber Daya Ikan (SDI), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di Hotel Salak, Bogor. Sebuah langkah maju yang harus diapresiasi meskipun cukup memakan waktu mengingat lokakarya nasional untuk perbaikan praktik perikanan tuna yang difasilitasi oleh WWF-ID bekerja sama dengan Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mengidentifikasi kebutuhan ini sejak 2010.
Kegiatan ini dihadiri oleh para peneliti dari internal KKP, perwakilan dari direktorat lain lingkup KKP, perwakilan asosiasi dan beberapa LSM. Sebagai pertemuan tindak lanjut dari kegiatan serupa tanggal 19 Agustus 2014 lalu, diskusi kali ini lebih mendalam dan detail mengenai isi draf rencana pengelolaan tuna yang dibangun. Secara umum, dokumen ini sudah menjawab sebagian kebutuhan yang harus dipenuhi sebuah dokumen rencana pengelolaan perikanan tuna. Namun sebagai sebuah rencana pengelolaan, dokumen ini belum mengakomodasi secara penuh rekomendasi ilmiah mengenai pentingnya pengelolaan perikanan tuna dalam satu unit stok sumber daya. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan pengaturan pengelolaan antara perairan kepulauan Indonesia serta area konvensi WCPFC dan IOTC, serta belum diakomodasinya pengaturan pemanfaatan menggunakan pendekatan Harvest Control Rules yang diperkuat dengan adanya Target Reference Point serta Limit Reference Point.
Agar pengelolaan tuna dapat dilakukan sesuai dengan prinsip berkelanjutan, WWF-ID mengkoordinasi lembaga civil society lain di bidang perikanan seperti Greenpeace, Sustainable Fisheries Partnership (SFP), International Pole and Line Foundation (IPNLF) dan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) untuk bersama menulis surat rekomendasi perbaikan dokumen rencana pengelolaan perikanan tuna agar menjadi perhatian tim penyusun dan Direktorat SDI. Surat ini diajukan sebagai masukan terhadap dokumen yang sedang dibangun agar sesuai dengan nilai-nilai konservasi yang digalang bersama serta agar sejalan dengan rekomendasi yang diberikan oleh badan regional pengelola tuna dalam bentuk resolusi atau conservation management measures (CMM).