MENGGALI POTENSI WILAYAH MELALUI KUNJUNGAN SILANG ANTAR KSU DI PAPUA
Oleh: Ade Erawati Sangadji (Learning Centre & Marketing Communication Coordinator Program Papua)
Sepuluh kelompok ecoforestry dampingan WWF-Indonesia di Provinsi Papua melakukan kunjungan silang ke kawasan ekowisata birdwatching Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura. Sebanyak 35 orang perwakilan dari enam kelompok Koperasi Serba Usaha (KSU) pengelolaan hutan lestari masyarakat adat (dua KSU dari Kabupaten Kepulauan Yapen, satu KSU dari Kabupaten Jayapura, dua KSU dari Kabupaten Sarmi, dan satu KSU dari Kabupaten Merauke), empat kelompok petani organik kakao dari Kabupaten Jayapura (kelompok tani Pato, Srukumani, Cipta Mandiri, dan Nembu dengan total area seluas 185 hektare), dan satu kelompok ekowisata birdwatching Rhepang Muaif di Kabupaten Jayapura mengikuti kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, dari 13-15 Desember 2017 di Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura. Dalam pertemuan tersebut, mereka saling berbagi pengalaman, keberhasilan, dan kegagalan di masing-masing kelompok dampingan.
Mereka juga diberikan materi dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua tentang petunjuk teknis tata usaha kayu melalui skema Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu bagi masyarakat hukum adat di Provinsi Papua. Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan materi tentang kebijakan pemerintah dalam pengembangan ekonomi kreatif masyarakat hukum adat. Sedangkan Dinas Pemberdayaan Kampung Provinsi Papua menyampaikan materi tentang kebijakan pemerintah dalam pengembangan desa wisata di Provinsi Papua.
Selain mendapatkan berbagai materi, para peserta juga menerima pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan tentang Tata Usaha Kayu, meliputi pencatatan dan pelaporan skema Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu bagi kelompok KSU dan pelatihan pengelolaan pendanaan berkelanjutan melalui skema Credit Union (CU). Hingga saat ini, dari 13 izin yang telah ditetapkan Gubernur Papua, KSU yang ada akan melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan kayu dengan total areal kelola seluas 25.750 hektare.
Menurut Roki Aloisius, Northern New Guinea Leader WWF-Indonesia, kegiatan kunjungan silang ini sangat bermanfaat untuk memotivasi anggota KSU dalam membangun potensi di wilayah kerja masing-masing. “Dengan pengelolaan yang baik, masyarakat bisa menerima manfaat ekonomi langsung, baik melalui pemanfaatan hasil hutan kayu melalui produksi mebel, maupun jasa lingkungan seperti ekowisata,” terang Roki Aloisius saat memberi arahan pada anggota KSU yang hadir.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kehutanan yang diwakili oleh Kepala Seksi Peredaran dan Iuran Hasil Hutan, Caroline Hursepuny menjelaskan, “Skema perizinan dan tata usaha kayu yang saat ini dipermudah untuk memudahkan masyarakat mengelola hasil hutan kayu.” Beliau juga mengakui kurangnya sosialisasi langsung ke masyarakat tentang hal ini. “Kegiatan seperti ini menghapus kerinduan untuk bertatap muka langsung dengan masyarakat, berdiskusi untuk mengurai persoalan yang ada karena potensi ekonomi bukan berasal dari kayu saja melainkan potensi wisata,” Caroline Hursepuny menambahkan.
WWF-Indonesia Program Papua bersama Dinas Kehutanan Provinsi Papua dan Kabupaten, sejak 2006 secara aktif melakukan pendampingan pada kelompok masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui beberapa tahap. Tahapan tersebut dimulai dari persiapan kelembagaan, perizinan, pengembangan kapasitas kelompok melalui beberapa pelatihan, persiapan rencana pengelolaan yakni Rencana Karya Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat dan Rencana Kerja Tahunan. Masyarakat hukum adat saat ini siap berperan dalam implementasi pengelolaan hutan lestari di Provinsi Papua.