MENELUSURI JEJAK BADAK DI KALIMANTAN
Oleh: Saipul Hidayat Siagian (Front Liner Training Officer WWF-Indonesia)
Pada tahun 2013 silam, dunia konservasi dikagetkan dengan temuan keberadaan badak di Kalimantan oleh tim WWF-Indonesia. Padahal, dalam beberapa dekade terahir, keberadaan badak di Kalimantan sudah dinyatakan punah. Berawal dari cerita masyarakat Dayak, tim monitoring gabungan antara WWF-Indonesia, pemerintah daerah beserta mitra dan masyarakat mencoba menelusuri jejak badak di Kalimantan. Mereka pun menemukan kubangan serta gesekan badan badak di batang pohon. Temuan keberadaan tersebut ditindaklanjuti dengan memasang kamera perangkap di sekitar kubangan. Setelah tiga bulan kamera dipasang, didapatkan hasil visual keberadaan badak di Kalimantan.
Mencoba menelusuri jejak badak di Kalimantan, pada awal Maret silam, saya menemani tim program 360 Metro TV datang langsung ke lapangan dan melihat lebih dekat perjuangan para pelestari badak di Kalimantan. Kami tiba di Bandara Sepinggan Balikpapan dan bertemu dengan Arif Data Kusuma (Kutai Barat Project Leader) dan Wiwin Efendi (East & North Kalimantan Program Manager) untuk berdikusi.
Perjuangan para pelestari badak memang tidak mudah. Untuk mencapai lokasi camp gabungan (yang tak bisa disebutkan demi alasan keamanan –Red), kami membutuhkan sekitar 13 jam perjalanan. Camp patroli sangat serderhana, beratap terpal plastik berwarna biru dan kerangkanya dari kayu. Di dalam tenda, beberapa orang tidur menggunakan velbed dari kayu dan alas tidur dari karung plastik di atas tanah becek. Kebetulan sebagian anggota tim patroli gabungan sedang tidur dan sebagian lagi berjaga serta di dapur menyiapkan makanan untuk sarapan tim patroli. Kami pun beristirahat di beberapa velbed kosong yang memang sudah disiapkan.
Keesokan paginya, kami dibangunkan oleh suara burung dan suara kesibukan persiapan tim patroli gabungan. Tim Patroli Gabungan terdiri dari anggota Kepolisian, Polhut KSDA, Staf Dinas Kehutanan Kabupaten dan masyarakat. Tim patroli dibagi dua agar kawasan dapat diawasi dengan maksimal.
Setelah sarapan, saya dan tim 360 mengikuti tim patroli dengan menelusuri jalan perusahaan kayu. Sesekali beberapa anggota melihat jalan setapak diantara semak-semak. Tiba-tiba tim menemukan jerat satwa yg terbuat dari tambang plastik. Jerat tersebut diperiksa dan ternyata berukuran 5 cm. “Jerat ini sengaja dipasang berukuran diameter kecil karena sasarannya rusa dan babi. Kemarin kita menemukan ukuran diameter 10 cm. Nah, kalau ukuran 10 cm itu berarti sasarannya badak, mas,” ujar Pak Mus, salah satu anggota patroli gabungan dari unsur masyarakat. Kami juga menemukan jejak tapak babi hutan dan rusa di sepanjang jalan. Salah satu petugas dari BKSDA Kalimantan Timur menjelaskan pada kami bahwa ketika menemukan bangkai satwa yang terkena jerat, tim patroli akan mendatangi pemilik jerat dan kepala adat untuk menjelaskan bahwa jerat yang mereka pasang dapat membahayakan badak bila ukurannya 10 cm.
Saya dan tim 360 Metro TV kemudian berpisah dengan tim patroli gabungan. Kami menggunakan mobil 4x4 menuju lokasi dropping terdekat dari tim monitoring badak. Perjalanan menuju titik dropping sangat seru karena kami melalui jalan perusahaan yang berlumpur dan melintasi jembatan dari batang pohon serta lorong semak di sepanjang jalan. Dari titik dropping, kami melanjutkan dengan berjalan kaki selama 3 jam menuju camp monitoring. Barisan dipandu oleh Temet (Koordinator Monitoring Badak di Kalimantan) dan Sugeng (fotografer dan pemasang camera trap). Perjalanan sangat melelahkan. Kami harus berjalan di bawah tegakan pohon, berjalan menuruni turunan terjal, lalu mendaki dengan kemiringan 50 sampai 70 derajat. Kami juga menyeberangi sungai melalui jembatan kayu dan licin. Ternyata perjuangan para pelestari badak di Kalimantan sungguh luar biasa.
Ketika tiba di camp monitoring di tengah hutan, kami disambut dengan penuh kekeluargaan oleh dua orang anggota tim monitoring. Kami menginap di camp tersebut untuk mempersiapkan diri melakukan pengambilan gambar esok paginya.
Pagi harinya, setelah melakukan briefing, kami mengikuti kegiatan tim monitoring ke dalam kawasan hutan. Perjalanan kami menelusuri jejak badak disuguhi dengan temuan keberadaan badak berupa pelintiran dan sisa batang pohon bekas badak makan. Setelah beristirahat, Sugeng melihat bekas tapak badak berukuran 21 cm. Sugeng pun menjelaskan ciri tapak badak pada tim 360 Metro TV. Kebetulan, dekat tapak tersebut juga ditemukan batang pohon bekas sayatan cula badak. Setelah mengukur dan menandai tapak dan tandukan cula di pohon, tim melanjutkan perjalanan. Ketika kami melintasi sungai, Temet melihat ada gundukan boli (kotoran badak) di pinggir sungai. Saat didekati, ternyata itu memang boli Badak. Boli tersebut masih terlihat bulat dan berwarna kecoklatan.
Pada kesempatan itu, tim monitoring juga memasang camera trap di dekat sungai. Jay salah satu anggota tim patrol menjelaskan cara kerja camera trap dan cara pemasangannya. Jay adalah unsur pemuda masyarakat yang dilatih WWF dalam melakukan dan menggunakan peralatan monitoring badak di Kalimantan. Itulah sekelumit cerita perjalanan saya mengikuti tim monitoring badak.
Tayangan tentang pelestari badak yang rela hidup dalam kondisi minim untuk jangka waktu tidak menentu dari hasil perjalanan ini dapat dilihat di http://video.metrotvnews.com/360/GNlGZjVK-pelestari-badak .