MEMUPUK SEMANGAT MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN MEBEL KSU MO MAKE UNAF
Oleh: Paulus Robert Obinaru (Forest Officer Site Papua WWF-Indonesia)
Bagi sebagian orang, menunggu merupakan hal yang membosankan. Mungkin hal itulah yang juga dirasakan oleh anggota KSU-MMU, singkatan dari Koperasi Serba Usaha - Mo Make Unaf, salah satu dampingan WWF-Indonesia. KSU yang telah sah berdiri sejak (23/11/2009) silam tersebut mendapatkan pendampingan berupa program community logging (pendampingan masyarakat adat yang mengelola hutan pada kawasan ulayat mereka dengan mengedepankan asas kelestarian ekosistem).
Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari pemetaan high conservation value (hutan bernilai konservasi tinggi) hingga kepada penguatan kapasitas maupun kapabilitas dari koperasi ini. Areal produksi KSU-MMU seluas 4.500 hektare telah sah melalui keputusan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam hutan alam, No.91 Tahun 2011 oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua. Sayangnya kegembiraan KSU-MMU mendapatkan kendala dan tantangan yang cukup berat. Regulasi perizinan pada Kementerian Kehutanan menjadi polemik panjang dan serius untuk dihadapi bagi WWF dan KSU-MMU sendiri. Aturan dan regulasi kehutanan tingkat pusat membuat KSU-MMU hanya mampu mengurut dada dan di dalam benak mereka terlintas, “Kapan izin kami dikeluarkan?”.
Waktu terus berjalan, semangat terus dipompa untuk komitmen KSU-MMU. Angin segar pun mulai terasa pada April 2016 silam di basecamp KSU-MMU wilayah Kampung Wayau, Distrik Anim Ha. Semangat mulai terpompa melalui kegiatan sharing pengalaman pelatihan permebelan oleh kedua anggota KSU-MMU yang dibagikan kepada sesama rekannya yang juga dibantu WWF-Indonesia kantor Merauke yang memfasilitasi proses kegiatan mereka.
Roby dan Frengki, itulah nama panggilan bagi kedua anggota KSU-MMU tersebut. Latar belakang kehidupan yang keras memacu mereka untuk bisa tekun terhadap sebuah pekerjaan. Salah satunya adalah mempelajari teknik pembuatan meja dan kursi. Mereka berdua adalah sosok anak muda yang pernah difasilitasi WWF untuk mengikuti pelatihan permebelan di Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Jayapura. Lewat ilmu yang telah diterima, mereka berdua juga ingin berbagi ilmu tersebut kepada rekan-rekannya yang lain.
Hari pertama sharing pelatihan pembuatan meja dan kursi diikuti oleh tujuh orang anggota KSU-MMU. Proses demi proses mulai dilakukan oleh Frengki dan Roby sambil teman-teman yang lainnya memperhatikan. Disela-sela keduanya mempersiapkan ukuran kayu dan memotong, Frengki terlihat beberapa waktu melirik tulisan dalam buku catatannya saat mengikuti pelatihan pembuatan permebelan.
Sembari memperhatikan, teman-teman yang lain pun mulai memegang kayu dan peralatan yang sudah disiapkan WWF untuk mendukung pelatihan mereka. Satu per satu anggota KSU-MMU bertanya kepada Roby dan Frengki tentang nama alat-alat yang ada dan fungsinya. Masing-masing mencoba melakukan perapian ketebalan papan dan mencoba menggunakan mesin sekrap. Mereka juga diajarkan cara menghasilkan papan yang tebalnya sesuai permintaan serta pengukuran papan dan balok sebelum dilakukan pemotongan dan perataan.
Pelatihan berlangsung selama delapan hari. Hasil dari kegiatan sharing pengalaman dan ilmu antar sesama anggota KSU-MMU ini menghasilkan empat kursi, satu meja makan, dan satu meja televisi dengan kualitas yang boleh dikatakan masih pemula. Namun ketekunan mereka bisa diacungi jempol.
Rangkaian kegiatan sharing pengalaman dan ilmu oleh Roby dan Frengki berbuah manis, yaitu rekan-rekan anggota KSU-MMU yang terlibat sudah bisa dan paham dalam menggunakan peralatan yang baru bagi mereka. Kegiatan pelatihan permebelan bagi anggota KSU-MMU ini merupakan upaya WWF-Indonesia Program Papua dalam meningkatkan ketrampilan, pengelolaan, dan pemanfaatan hasil hutan yang bisa mendatangkan pemasukan ekonomi bagi keluarga para anggota KSU-MMU.
Selain itu, kegiatan pelatihan dan sharing ini menjadi refleksi dalam perjalanan pendampingan pengelola hutan masyarakat adat di Merauke supaya lebih optimis bahwa kegiatan pelatihan akan memupuk semangat dan kekompakan dalam menyatukan persepsi membangun kehidupan masyarakat adat yang lebih baik melalui pemanfaatan dan pengelolaan hutan adat yang lestari. Mereka pun memiliki semboyan yang selalu digaungkan oleh pemimpin mereka, yaitu, “Jangan pernah tinggalkan air mata buat anak cucu kita, tetapi tinggalkanlah mata air bagi mereka!”