MEMBANGUN KAPASITAS APARATUR DAERAH DALAM PERBAIKAN PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM DI MANGGARAI BARAT
Oleh: Kusnanto (Biodiversity Monitoring and Fisheries Assistant, WWF-Indonesia)
Dengan status tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 713 dan 573 di Manggarai Barat yang sebagian besar dalam kondisi tereksploitasi pada tingkat sedang hingga berlebihan, dibutuhkan rencana perbaikan perikanan lewat pendekatan ekosistem.
Demikian kesimpulan dari Pelatihan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang di Labuan Bajo (11-12/04/2017), Manggarai Barat.
Pelatihan ini adalah bagian dari usaha Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk memperbaiki pengelolaan perikanannya melalui pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem approach to fisheries management atau disingkat EAFM). Pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari Kelas Terpadu Organisasi Perangkat Daerah.
Dalam kelas yang digelar WWF-Indonesia bersama pemerintah daerah tersebut, penilaian perikanan tahun 2016 menunjukkan bahwa Perikanan di Manggarai Barat masih kurang menerapkan EAFM. Penilaian itu menekankan pentingnya sinergi antar sektor untuk bersama memperbaiki dan mengoptimalkan potensi perikanan, baik lewat penyediaan data, evaluasi, dan rekomendasi, serta adopsi dari rekomendasi perbaikan dalam rencana kerja dan anggaran dari tiap organisasi perangkat daerah.
Pelatihan ini dihadiri oleh 15 orang aparatur daerah yang akan menjadi penggerak perbaikan perikanan lewat pendekatan EAFM di Manggarai Barat, yaitu Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) serta tim lintas sektor yang dari Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Perindustrian Koperasi (Disperinkop), Balai Taman Nasional Komodo, Satuan Kerja Karantina Ikan Labuan Bajo, dan Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi (DKP) Provinsi NTT.
”Pelatihan EAFM ini kami desain untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan aparatur daerah Kabupaten Manggarai Barat yang nantinya menjadi bagian dari tim penggerak perbaikan perikanan. Tim ini juga nantinya akan melakukan kajian pembaharuan performa EAFM setiap dua tahun sekali,” ungkap Saraswati, mewakili harapan WWF-Indonesia.
Penilaian performa EAFM ini dilakukan pada enam domain yaitu domain sumber daya perikanan, teknik penangkapan, habitat dan ekosistem, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. “Perlu menjadi pemahaman bersama bahwa tidak hanya dinas perikanan yang punya peran untuk mengoptimalkan potensi perikanan. Perikanan juga terkait dengan kualitas lingkungan hidup, pemberdayaan ekonomi dan usaha nelayan, investasi perikanan, pengamanan wilayah laut dan peredaran hasil laut, serta perencanaan pembangunan pesisir” jelas Donny, narasumber dari UKAW Kupang.
Dalam pelatihan ini, peserta dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan pengumpulan dan analisa data dari enam domain EAFM. Peserta juga dilatih untuk merumuskan rekomendasi rencana perbaikan serta indikatornya dengan mempertimbangkan identifikasi prioritas, periode pelaksanaan, dan penanggung jawab kegiatan.
Tim penggerak EAFM selanjutnya akan berkoordinasi untuk adanya Surat Keputusan Bupati Manggarai Barat yang menaungi kerja dari aparatur daerah yang telah mengikuti pelatihan ini. Diharapkan, dengan adanya aparatur daerah yang terlatih serta surat keputusan bupati yang menaungi, usaha perbaikan perikanan di Manggarai Barat ini dapat dilakukan secara terpadu berdasarkan data dan informasi yang kuat, serta rekomendasi perbaikan yang strategis yang menjadi masukan bagi program kerja dan anggaran pemerintah. Dua tahun mendatang, perikanan Manggarai Barat akan mengalami peningkatan.