MELONGOK PEMBANGUNAN STASIUN PENGAMATAN SATWA DI BUKIT PENINJAU
Oleh Masayu Yulien Vinanda
Pontianak (10/04)- Sebagai upaya mendorong kegiatan riset keragaman hayati khususnya orangutan di sekitar kawasan koridor Labian-Leboyan, Kalimantan Barat, WWF-Indonesia membangun stasiun pengamatan satwa di Bukit Peninjau,Desa Melemba, Dusun Meliau. Masyarakat setempat secara aktif dilibatkan dalam proses perencanaan hingga pembangunan pusat penelitian tersebut.
Proses pembangunan dilakukan dengan memperhatikan aspek ekologi. Kayu yang digunakan tidak diambil dari kayu-kayu yang ada di sekitar lokasi stasiun riest itu karena akan mengganggu habitat dan sarang orangutan yang banyak terdapat di bukit tersebut. Bahan bangunan untuk pembangunan stasiun riset ini semuanya diambil di dalam kawasan hutan produksi disekitar bukit peninjau dan bukan di ambil dari dalam kawasan konservasi. Kayu yang di pakai untuk bahan bangunan ini adalah jenis tekam dan kayu belian. Kayu belian yang di ambil dibukit peninjau ini umumnya sudah mati, dan merupakan bekas tebangan masyarakat atau sisa bahan bangunan masyarakat.
Sebelum melakukan kegiatan pengambilan kayu, terlebih dahulu WWF bersama masyarakat Meliau melakukan survei lokasi kayu di sejumlah titik dengan medan yang tidak mudah. Survei dilakukan di empat lokasi di dalam kawasan hutan produksi yakni di Sungai Semati, sungai Semati Bilau didanau sarang burung , dan survei jalan Danau Kasim-Bukit Peninjau. Survei jalan yang dimaksud adalah jalan angkutan bahan bangunan dari Danau Kasim menuju lokasi stasiun riset. Jalan yang sering di gunakan kondisinya sangat jauh dan memutar dengan jarak tempuh sekitar 1,7 km. Untuk mempermudah proses penangkutan, maka jalan baru pun dibuat. Dengan mengunakan peralatan kompas dan GPS, jarak Danau kasim- Stasiun Riset dengan rute baru berhasil dipangkas. Kini, jarak dua lokasi itu hanya 790 m. Jalan ini merupakan jalur angkutan barang maupun bahan bangunan stasiun riset, dengan mengunakan lantai papan.
Hingga kini, bangunan perumahan staff berukuran 7 x 12 meter telah rampung dibangun. Tidak hanya itu, di sekitar stasiun riset juga dibangun bendungan air yang dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih. Manfaat lain dari bendungan ini adalah untuk pembangkit listrik pikohydro dengan kapasitas 100 watt yang digunakan untuk menerangi stasiun riset tersebut. Pembangkit listrik ramah lingkungan itu kini sudah mulai beroperasi selama 12 hingga 24 jam.
Pembangunan stasiun pengamatan satwa ini diharapkan dapat menjadi base camp dalam pengumpulan data-data ilmiah keanekaragaman hayati yang terdapat di daerah tersebut, terutama data mengenai orangutan Pongo pygmaeus pygmaeus liar yang berstatus terancam punah. Data yang komprehensif tentang spesies itu dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan menstrategikan upaya konservasi satwa kharismatik tersebut.
Lebih jauh lagi, Manajer WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat Hermayani Putera berharap, stasiun pengamatan satwa Bukit Peninjau ke depannya akan mampu menunjang kegiatan lainnya seperti ekowisata dengan minat khusus pengamatan terhadap Orangutan.
“Saya optimis dengan dukungan masyarakat di sekitar Desa Melemba, khususnya di Rumah Panjang Meliau yang sudah disiapkan kapasitasnya oleh operator tur setempat KOMPAKH (Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu),program ekowisata berbasis pengamatan Orangutan bisa menjadi ikon Pariwisata Kapuas Hulu di wilayah ini. Tentu saja ini akan sangat mendukung komitmen Pemkab Kapuas Hulu yang sudah menetapkan Koridor Labian-Leboyan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten seperti yang tertuang di dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kapuas Hulu 2011-2031,” pungkasnya.