MASYARAKAT PENJAGA PERAIRAN ALOR
Meningkatnya permintaan pasar akan hasil perikanan yang berkualitas telah memberikan tekanan pada keberlangsungan perikanan di wilayah perairan Kabupaten Alor seluas 10.773,62 km². Nelayan dari luar kawasan Alor banyak yang tergoda untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan atau sumberdaya laut lainnya dengan menggunakan alat penangkapan yang merusak dan melupakan segala bahaya yang mengancam ekosistem laut serta kerugian yang harus diderita masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada perairan yang sama.
Pemerintah Kabupaten Alor sadar akan segala potensi juga ancaman yang mengintai. Sebagai salah satu kawasan perairan dengan keberagaman habitat dan satwa laut yang kaya di Indonesia, pada tahun 2009 wilayah perairan Kabupaten Alor sudah dicadangkan sebagai KKPD (Kawasan Konservasi Perairan Daerah) seluas 4.083 Km2.
Masyarakat yang gerah akan maraknya nelayan luar yang berlomba untuk memanfaatkan hasil laut sebanyak-banyaknya tanpa perduli dengan dampak kehancuran ekosistem laut tergerak untuk mendukung upaya pemerintah dalam melindungi sumber kehidupan bersama di Alor.
“Kami yang penduduk asli sini sudah muak dengan aktivitas penangkapan hasil laut yang merusak. Terumbu karang banyak yang hancur, ikan menjadi sedikit, kami mau makan apa?” Tutur Pak Robert, salah satu penduduk asli Desa Beang di Kabupaten Alor.
Dinas Kelautan dan Perikanan setempat terpanggil untuk memfasilitasi itikad masyarakat dengan membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Kelompok ini adalah ujung tombak dari pengawasan pemanfaatan sumberdaya laut dan mereka merupakan bagian dari jaringan sistem pengawasan yang berbasis masyarakat. Patroli terpadu pun dilakukan aparat penegak hukum dari TNI dan kepolisian, dan anggota masyarakat dan difasilitasi oleh WWF-Indonesia
Pada Oktober 2014 silam, tim patroli terpadu menemukan adanya kapal penangkap ikan dari luar Kabupaten Alor yang melakukan aktivitas penangkapan lobster di Desa Beang, Mauta, Kecamatan Pantar Tengah. Sekilas kegiatan penangkapan mereka tidak mencurigakan. Namun, Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) DKP selaku kordinator patroli pengawasan, melakukan kelengkapan dokumen dan perijinan penangkapan sumberdaya laut kapal tersebut.
Diketahui bahwa kapal tersebut bernama KM Putri Amel, yang berasal dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Kapal yang diawaki 10 orang dan satu kapten tersebut telah melanggar wilayah perijinan penangkapan ikan karena ijinnya hanya berlaku untuk penangkapan ikan di perairan Kupang dan bukan di dalam perairan Alor.
Kapal ini juga melakukan penangkapan lobster yang masih berukuran kecil ataupun dalam kondisi sedang bertelur. Dari hasil pengamatan, ada setidaknya puluhan lobster yang tertangkap dan telah dimasukkan ke dalam palka yang berisi air. Para nelayan Sumbawa ini melakukan penangkapan lobster dengan melakukan penyelaman menggunakan kompresor.
Dengan adanya pelanggaran wilayah tangkap serta pengkapan menggunakan kompresor, alat tangkap yang dilarang dalam Undang-Undang tentang Perikanan No. 45 Tahun 2009, maka tim patroli mengadakan pemeriksaan lebih jauh. Masyarakat di Desa Beang yang menyaksikan proses pemeriksaan kapal penangkap lobster ini juga menggerutu resah karena wilayah laut penopang hidup mereka sekarang rusak karena seringnya kegiatan penangkapan sumberdaya laut secara tidak ramah lingkungan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan beracun.
Tim patroli kemudian mengambil sikap dengan menyita hasil tangkapan lobster tersebut serta membuat perjanjian tertulis dengan aparat penegak hukum untuk tidak lagi melakukan kegiatan penangkapan sumberdaya laut secara ilegal di wilayah perairan Kabupaten Alor.
Setelah kapal tersebut diperintahkan untuk meninggalkan perairan Alor, tim patroli mengembalikan lobster sitaan tersebut ke laut. Lobster laut sendiri merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang termasuk dalam kategori ekonomis penting di Indonesia. Harganya yang cukup tinggi dibandingan komoditas beberapa perikanan lainnya menyebabkan lobster banyak dicari dan ditangkap.
Penulis : Tutus Wijanarko - Community Right Based Management Officer