MASYARAKAT DESA PENYANGGA TNBBS MENGIKUTI PELATIHAN PENYUSUNAN RPJMDES
Oleh: Hijrah Nasir (Communication and Education Officer WWF-Indonesia Southern Sumatra Program)
Setiap warga negara mempunyai hak untuk mengambil peran dalam upaya pembangunan. Partisipasi aktif masyarakat ini menjadi kunci dalam implementasi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pengelolaan sumber daya alam yang lestari membutuhkan peran dari masyarakat sebagai pemilik sekaligus pengelola. Untuk itu, hal tersebut harus diakomodir dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa atau yang biasa disingkat RPJMDes merupakan dokumen perencanaan desa untuk periode 6 enam tahun sebagaimana yang diatur dalam Permendagri 114 tahun 2014 mengenai Pedoman Pembangunan Desa. Rencana Desa ini diharapkan bisa sejalan dengan praktek pembangunan yang berkelanjutan dan partisipatif. Oleh karena itu, pada tanggal 20 – 24 November 2017, WWF melaksanakan Pelatihan Kader Pembangunan Masyarakat Desa yang berlangsung di Balai Desa Ngarip, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.
Pelatihan ini diikuti oleh perwakilan masyarakat dari beberapa desa dampingan WWF yang merupakan desa penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, antara lain Desa Ngarip Ulubelu, Kabupaten Tanggamus serta Desa Trijaya, Desa Sukajaya, dan Desa Tebing Rambutan, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Selain itu pelatihan ini juga dihadiri oleh staff WWF dan mitra antara lain KPHL Batutegi dan KPHL Kota Agung Utara, Nestle, Rumah Kolaborasi, Kelompok Srikandi, Kelompok Gapoktan Margorukun, dan fasilitator Sekolah Lapang dari Bengkunat, Pesisir Barat. Kegiatan ini difasilitasi oleh Pietra dan Rizal dari WWF Indonesia dan Sugiyanto.
Meskipun diyakini bahwa RPJMDes ini memberikan kesempatan kepada desa untuk menentukan arah pembangunannya secara lebih mandiri dan partisipatif, namun disadari masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi, antara lain masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan, perencanaan, implementasi, dan pengawasan serta masih adanya anggapan bahwa RPJMDes hanya sebagai formalitas sehingga tidak perlu prosedur dan substansi yang benar. Sehingga pelatihan ini diharapkan bisa memberikan kemampuan yang diperlukan oleh aparatur desa untuk mengambil peran sebagai fasilitator dalam penyusunan RPJMDes di desa masing-masing.
“Dalam membuat perencanaan desa, perlu mengetahui kondisi dan kebutuhan di desa. Dari informasi ini, kita bisa menyusun prioritas. Prioritas desa bisa ditemukan ketika ada diskusi yang terjalin dengan masyarakat desa. Pembangunan desa dalam RPJMDes ini harus mengakomodir ketersediaan kebutuhan dasar, seperti kesehatan (klinik desa), pendidikan (Paud, TK), dan kependudukan (Posyandu) untuk kesehatan ibu dan anak serta gizi, penyediaan sarana dan prasarana, dan pembangunan usaha/ekonomi.
Selain itu, ada kegiatan pemberdayaan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang bisa dalam bentuk pelatihan, seperti pelatihan usaha tani, pelatihan RPJMDes, serta kegiatan untuk pemenuhan hak-hak perempuan dan anak serta hak sipil.” Ucap Pietra Widiadi selaku fasilitator dalam pelatihan ini.
Dalam pelatihan ini salah satu alat yang digunakan adalah Kajian Penghidupan yang Lestari (KPL) atau Sustainable Livelihood Assessment (SLA) yang memuat 5 modal yakni modal alam, sumber daya manusia, infrastruktur, dana, dan sosial. Ada 2 faktor yang mempengaruhi tercapainya 5 modal, antara lain faktor politik (kebijakan) dan shock (bencana alam). Faktor politik bisa dipengaruhi oleh suksesi kepemimpinan, partisipasi dan donasi. Dalam merancang RPJMDes harus mempertimbangkan 3 hal tersebut untuk mendukung pembangunan desa yang berkelanjutan. Dengan menggunakan 5 modal ini, kita bisa menggali masalah dan akar masalah yang dihadapi di dalam desa serta menemukan solusi dari potensi yang tersedia di desa.
Dalam melakukan penyusunan RPJMDes yang baik harus ada komunikasi, mengetahui tujuan, menyatukan pemikiran, dan fokus pada kepentingan bersama. RPJMDes berusaha mengubah pola pikir masyarakat yang berujung pada perubahan perilaku. Sehingga untuk mencapai itu, kita perlu menggali permasalahan dan potensi yang dimiliki desa. Adapun alat yang dipakai untuk merumuskan RPJMDes yang berkelanjutan, antara lain Diagram Venn/diagram relasi/hubungan antar pelaku/diagram hubungan antar lembaga yakni mengidentifikasi lembaga yang ada di desa dan relasi antar lembaga tersebut; mencari informasi mengenai kegiatan harian anggota keluarga dalam desa selama 24 jam; menyusun Kalender musim untuk mengidentifikasi kegiatan yang dilakukan di desa atau peristiwa besar yang terjadi di masyarakat; mencari informasi mengenai trend perubahan Sumber Daya Alam atau lingkungan (hutan, kayu, sungai, kopi, air, harimau, dan lain-lain); melakukan penelusuran desa (transek desa) yang berisi informasi mengenai kondisi vegetasi, sarana sosial, asset yang dimiliki, dan lain-lain; serta membuat peta sosial desa yaitu peta mengenai tempat-tempat yang dianggap penting di dalam desa.
Menariknya, peserta diajak untuk mengumpulkan informasi secara langsung di lapangan dengan mewawancarai perwakilan masyarakat di desa Ngarip. Ini merupakan bagian dari simulasi penyusunan RPJMDes. Dalam pelatihan ini, perwakilan masyarakat yang terlibat merupakan masyarakat dari desa penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sehingga Rencana Pembangunan Desa yang memperhatikan kelestarian lingkungan adalah hal yang sangat mendasar agar dapat mendukung implementasi pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di kawasan penyangga Taman Nasional.