MASYARAKAT APRESIASI PAGELARAN “GOLDEN PATH OF LOVE-PERSEMBAHAN CINTA UNTUK BUMI”
Oleh: Ciptanti Putri
Berlangsung dua hari berturut-turut di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 22 hingga 23 Desember 2012, pagelaran “Golden Path of Love-Persembahan Cinta Untuk Bumi” mendapat feedback yang positif. Pertunjukan teaterikal yang menggambarkan perjalanan upaya konservasi WWF di Indonesia itu sukses menyedot antusiasme ratusan penonton setiap harinya.
Diana, seorang mahasiswi dari Universitas Al-Azhar, Jakarta, merasa sangat puas dapat menonton pagelaran berdurasi 120 menit ini. “Kalau dari skala 100, saya beri nilai 105,” ujarnya. “Saya paling terenyuh dan terkesan saat fragmen yang menggambarkan hutan tropis kita yang tadinya berhektare-hektare, kemudian dirusak oleh pihak-pihak yang hanya memikirkan keuntungan material. Awalnya mereka membuka hutan karena ingin membangun industri atau usaha tertentu tetapi tidak tahu caranya sehingga hutan malah hancur, malah rusak. Itu menyakitkan sekali,” katanya. Setelah menonton pagelaran, Diana bertekad untuk lebih memperhatikan unsur kelestarian alam dalam segala lini kehidupannya. “Kalau kelak saya jadi pejabat negara, saya akan membuat kebijakan yang pro kelestarian Bumi.”
Nada serupa diutarakan Aldo, pria yang berprofesi sebagai wartawan di sebuah majalah gaya hidup. “Pertunjukannya bagus banget,” katanya lugas. Aldo sangat menyukai keseluruhan pagelaran. “Terutama di bagian dimana Ratna Riantiarno dan Adinia Wirasti membacakan Prosa Lestari. Sangat berkesan,” tambahnya.
“Saya suka dengan cara penyampaian pesan di pagelaran ini. Message yang bagus, dikemas dengan tata cahaya dan koreografi yang bagus,” komentar Rory, seorang jurnalis dari sebuah stasiun tivi nasional. Ia menyukai penggambaran ilustrasi video yang ditembakkan ke latar panggung. “Over all, pertunjukan ini bagus sekali,” ujarnya. Rory menyatakan kesediaan untuk hadir menonton lagi jika WWF-Indonesia mengadakan pertunjukan serupa.
Melvi dan Afan, pasangan suami istri yang sama-sama bekerja di sebuah kelompok penerbitan, juga merasa pagelaran yang mereka tonton malam itu menarik. “Pesan tentang konservasi lingkungan yang ingin disampaikan WWF cukup mengena, kolaborasi dengan musik dan busana sangat berhasil. Secara keseluruhan pagelaran ini bagus,” tutur mereka. Menurut mereka, bagian yang paling menghibur dan sangat mereka nikmati adalah di bagian ketika violis Iskandar Wijaya dan harpis Rama Widi berkolaborasi. “Penampilan mereka luar biasa,” ujar Melvi.
Menurut Nina, seorang ibu rumah tangga yang menyempatkan diri menonton bersama keluarga, pesan dari pagelaran ini cukup baik dan berhasil tersampaikan. “Masyarakat dan anak muda sekarang memiliki concern yang tinggi terhadap isu lingkungan. Mereka pasti sangat mengapresiasi pertunjukan seperti ini,” katanya.
Beberapa kritik dan masukan diutarakan oleh para penonton. Seperti yang diungkapkan oleh Rory, “Kalau boleh usul, seharusnya generasi muda mulai dari kelas sekolah dasar bisa dimobilisir menonton pagelaran ini. ""Katakanlah 30% kursi pertunjukan ditargetkan untuk mereka, sisanya untuk masyarakat umum. Anak-anak ini bisa dikombinasi antara dari sekolah-sekolah di daerah terpencil dengan sekolah-sekolah unggulan,” jelasnya. Ia menganggap generasi muda di usia dini sangat penting menjadi target pertunjukan.
“Publikasi dan informasi tentang pagelaran ini kurang,” tanggap Nina. Ia merasa masyarakat kurang aware terhadap penyelenggaraan acara yang menurutnya sangat bagus ini. “Sayang sekali. Padahal anak muda harusnya berbondong-bondong menonton,” katanya.
“Meskipun ada beberapa bagian yang durasinya terlalu panjang sehingga membosankan, akan tetapi kekuatan kostum para penampil yang glamor dan unik dapat menutupi,” komentar Melvi. “Entah ini diskenariokan oleh WWF atau tidak, saya menangkap ada pesan lain yang disisipkan, yakni tentang betapa Negeri kita ini luar biasa indah dan memiliki keragaman budaya yang kaya. Kalau memang ada pesan nasionalisme yang juga disampaikan, saya merasa pagelaran ini sangat berhasil,” tutup Melvi.