LONGBOAT PENGHUBUNG MASYARAKAT PESISIR SORONG SELATAN
"Oleh: Mustika Muchtar & Tyassanti Triwydiarini/MPA & Biodiversity Facilitator SEA Project
Sorong Selatan memiliki hutan mangrove primer seluas rata-rata 76,171 Ha dan mangrove sekunder seluas 3,266 Ha (Baseline data, USAID SEA Project, WWF-Indonesia). Data tersebut membuktikan bahwa wilayah Sorong Selatan sebagian besar adalah wilayah perairan. Oleh karena itu, sarana transportasi utama untuk menjangkau antar kampung-antar distrik hanya dapat ditempuh melalui jalur laut, yaitu dengan menggunakan longboat (perahu kayu panjang). Menurut Yoel Shesa, kepala suku di Yaben Saifi “Selain sebagai alat transportasi, longboat juga berfungsi sebagai sarana sosial untuk mempermudah pendekatan kepada masyarakat Pesisir Sorong Selatan”
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Sorong Selatan terbentuk dengan berbasis masyarakat, dimana bertujuan untuk perlindungan biodiversitas dan mendukung perikanan berkelanjutan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat adat memiliki peran utama dalam penentuan KKP. Hal tersebut terjadi karena Papua Barat khususnya Sorong Selatan masih menjunjung tinggi adat-istiadat, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan penetapan wilayah harus atas dasar kesepakatan masyarakat adat. Sehingga masyarakat adat yang terdapat di beberapa kampung pesisir Kabupaten Sorong Selatan menjadi sasaran utama partisipan dalam kegiatan Konsultasi Publik II.
Melalui Konsultasi Publik II, masyarakat dapat menyampaikan haknya untuk mengusulkan jenis dan nama KKP Daerah Sorong Selatan yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17 Tahun 2008. Pentingnya diadakan kegiatan Konsultasi Publik II pada tanggal 1 Oktober 2018 yang menghasilkan jenis dan nama KKP daerah berdasarkan musyawarah masyarakat pesisir Sorong Selatan, serta pihak-pihak lain yang ikut terlibat dalam perencanaan KKPD. Persiapan yang dilakukan salah satunya adalah dengan melakukan pendistribusian undangan kepada masyarakat di masing-masing kampung.
Pendistribusian undangan dilakukan secara langsung ke kampung-kampung yang mewakili tiga suku besar. Diantaranya adalah Kampung Nusa dan Mugim di Distrik Metemani, Kampung Yahadian di Distrik Kais, Kampung Konda dan Wamargege di Distrik Konda, Kampung Botain di Distrik Saifi, Kampung Sayolo dan Ampera di Distrik Teminabuan, Kampung Kamaro di Distrik Seremuk, Kampung Tarof di Distrik Kokoda, Mugibi dan Kampung Mate di Distrik Inanwatan. Metode dengan memberikan undangan langsung antar kampung bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat hadir dalam diskusi penentuan jenis dan nama KKPD.
Pada proses distribusi undangan antar kampung diperlukan waktu selama tiga hari dua malam hingga sampai ke dua belas kampung delapan distrik. Tokoh—tokoh yang menjadi sasaran utama untuk hadir pada KP II seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, dan kepala kampung. Harapan dari adanya perwakilan masyarakat melalui tokoh-tokoh tersebut adalah dapat menjadi tokoh yang dapat meneruskan informasi dan mengajak masyarakat di kampungnya masing-masing terkait pembentukan KKP di Sorong Selatan.
Tantangan yang dihadapi pada saat pendistribusian undangan adalah akses yang sulit. Perjalanan dengan menggunakan longboat perlu mempertimbangkan cuaca dan gelombang laut. Selain akses, komunikasi juga menjadi tantangan besar dalam penyampaian informasi dikarenakan keterbatasan jaringan telepon yang cukup sulit. Namun di sisi lain, dengan metode ini semakin menambah hubungan pendekatan personal antara masyarakat dan tim WWF-Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek USAID SEA sehingga proses penyampaian informasi lebih mudah diterima oleh masyarakat.
"