MENJELAJAH SISI LAIN WAKATOBI SEBAGAI KABUPATEN MARITIM
Oleh: Martina Rahmadani (Responsible Marine Bussiness Officer, WWF-Indonesia)
Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara, memang sudah jadi destinasi wisata kelas dunia. Namun, apa iya pesona gugusan pulau ini hanya ada pada kekayaan bawah laut dan budayanya? Wakatobi menawarkan banyak sisi lain sebagai kabupaten maritim.
WWF-Indonesia Southern Eastern Sulawesi Subseascape baru saja menjadi tuan rumah sebuah perjalanan lima hari menjelajahi Wakatobi. Awal bulan November, Jelajah Biru – operator pariwisata bahari berkelanjutan, dan perusahaan properti Synthesis Development, berkesempatan mengajak enam belas peserta untuk menjelajahi sisi lain taman nasional satu ini. Mereka adalah pelanggan kehormatan dan staf terbaik Synthesis Development, dan tamu kehormatan WWF-Indonesia.
Perjalanan ini berlangsung selama lima hari di Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, dan Hoga. Tidak hanya menjelajahi keindahan bawah laut dan kekayaan budaya masyarakat, peserta berkesempatan berlayar dengan FRS Menami.
Kapal riset WWF-Indonesia ini baru saja menyelesaikan misi #XPDCSULTRA. Menami membawa peserta berlayar selama empat jam dari Pulau Wangi-wangi menuju Pulau Hoga, persinggahan pertama para peserta.
Kegiatan ekowisata yang baik tidak hanya berisi aktivitas bermuatan konservasi, tetapi juga mencakup pemberdayaan masyarakat. Inilah sisi lain Wakatobi yang menarik untuk diselami. Toudani, kelompok pariwisata berbasis komunitas dampingan WWF-Indonesia didapuk sebagai pelaksana kegiatan selama di Pulau Kaledupa. Dengan fasih, para guide lokal Toudani menjelaskan kepada warga fungsi mangrove yang akan ditanam di Sombano pada keesokan harinya.
Aktivitas ini menjadi pilihan kegiatan bukan tanpa alasan. Vegetasi mangrove yang mulai berkurang mengakibatkan abrasi Pantai Sombano dan kurangnya habitat spesies yang hidup di wilayah mangrove. Dalam perjalanan ini, enam belas peserta berkontribusi untuk perbaikan pantai ini. Istimewa rasanya.
Kami – bersama seluruh peserta, juga mengikuti kelas memasak menu tradisional Kaledupa. Soami, parende, dan kosea nu kaudafa menjadi menu percobaan kami di Sekretariat Forkani, Ambeua, Kaledupa.
Soami adalah makanan pengganti nasi terbuat dari ampas ubi parut yang dikukus berbentuk kerucut. Soami biasa dimakan dengan sup ikan dengan rasa asam dan gurih (parende) serta sayur dari daun kelor dan pepaya muda (kosea nu kaudafa). Semua masakan dibuat tanpa menggunakan bahan penyedap sehingga lebih sehat. Peserta nampak antusias dan memuji hidangan yang mereka buat sendiri saat bersantap siang.
Perjalanan dilanjutkan ke Desa Pajam, desa adat yang berada di ketinggian. Kesan desa tradisional terasa saat peserta trip disambut dengan kalungan syal tenun oleh ibu-ibu Desa Pajam. Para ibu lalu mengajak peserta untuk mengikuti proses homoru (menenun) dengan alat tradisional, yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian.
“Sampai bikin nggak tega kalau menawar kerajinan hasil tenun,” ungkap Davina, salah satu peserta. Homoru dengan cara tradisional ini memang memiliki proses yang cukup panjang, namun dapat menciptakan satu tenunan yang indah.
Hari kedua perjalanan menjelajahi Wakatobi ditutup dengan penampilan tarian tradisional Lariangi. Tarian yang ditarikan oleh perempuan Pajam ini, memiliki magnet tersendiri bagi peserta. Bagi mereka, Lairangi memiliki nilai magis yang memesona dengan gerakan dan nyanyian penarinya. Tentunya, dalam tiga hari ke depan, masih banyak hal magis lainnya menanti mereka di sini, Wakatobi.