KONSORSIUM WWF BANTU 2.000 KOTAK LEBAH MADU UNTUK PETANI DESA MUMBULSARI
Oleh: Tim Program Small Island WWF-Indonesia
Pengelolaan hutan oleh masyarakat didorong agar dapat berdaya guna secara ekologi, sosial, dan ekonomi. Ada banyak cerita masyarakat yang telah mampu menyelamatkan hutan sehingga dapat mengikis stigma buruk bahwa masyarakat miskin pemicu hilangnya hutan di Indonesia.
Menyadari hal itu, pemerintah telah memfasilitasi skema-skema pengelolaan hutan. Salah satunya dengan melegalkan pemanfaatan hutan seluas 758 ha di Santong, Lombok Utara, oleh 838 petani yang terorganisir dalam wadah Koperasi Maju Bersama Santong.
Untuk mendukung program pemerintah, terutama dalam pengelolaan hutan, WWF-Indonesia bersama Koperasi “Maju Bersama” Santong – didukung dengan dana hibah dari Millenium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) – menginisiasi program peningkatan ekonomi masyarakat pengelola hutan, yang bertujuan untuk melestarikan kawasan Gunung Rinjani dan secara bersamaan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
Program ini dirancang untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pengembangan dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) secara berkelanjutan. Mulai dari proses produksi, pengolahan, hingga pemasaran. Caranya, dengan meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan kelompok perempuan dalam pengelolaan hutan dan hasil hutan; serta advokasi kebijakan yang berpihak kepada HHBK.
Salah satu implementasi dari upaya tersebut adalah dengan pemberian bantuan sebanyak 2.000 kotak (stup) lebah madu (trigona sp dan Apis Cerana) oleh WWF-Indonesia kepada para petani madu di Dusun Belencong, Desa Mumbulsari, Jumat lalu (25/11).
Acara ini dihadiri juga oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lombok Utara; Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan (DPPKKP) Kabupaten Lombok Utara; serta pemerintah dan masyarakat Desa Mumbulsari.
Ketua Kelompok Jaringan Madu Girang, Gelek, Genem (3G), Samsudin, mengatakan bahwa pekerjaan rumah dalam usaha budidaya lebah saat ini terpusat pada peningkatan kualitas hasil produksi madu, mengingat permintaan pasar sangat besar.
“Dengan bantuan 2.000 kotak madu ini, diperkirakan pada tahun 2017 akan berkembang menjadi 4.000 kotak, karena setiap tahunnya ratu lebah harus dipindahkan ke kotak yang kosong dan begitu seterusnya,” ungkap Samsudin.
“Diperkirakan hasil panen pada enam bulan ke depan dapat mencapai 400-500 liter, atau setara dengan Rp 112.500.000. Jika mengalami gangguan, periode panen kedua dapat mencapai nilai perjualan sebesar Rp 250.000.000. Dengan adanya bantuan kotak madu ini, kami sangat terbantu dan akan memberikan manfaat bagi para petani meningkatkan pendapatan serta mengembangkan usaha berbasis HHBK,” lanjutnya.
Direktur Konservasi WWF-Indonesia, Arnold Sitompul, Ph.d, dalam sambutannya, menyampaikan ucapan terima kasih atas antusiasme dan dukungan masyarakat terhadap program-program WWF-Indonesia di Lombok Utara, yang mana melalui skema hibah MCA-I.
“Dengan adanya bantuan ini, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas madu, khususnya di Desa Mumbulsari, serta menjamin kelestarian kawasan hutan di Lansekap Rinjani pada umumnya, tanpa meninggalkan aspek peningkatan ekonomi masyarakat yang tinggal di pinggir hutan,” ungkap Arnold.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kabupaten Lombok Utara, Wartawan, juga mengungkapkan bahwa upaya ini tidak hanya merupakan terobosan yang luar biasa dalam memberdayakan masyarakat miskin yang tinggal di pinggir hutan, tetapi juga sejalan dengan program prioritas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara.
Ke depannya, dukungan yang sama akan diberikan oleh Bappeda Kabupaten Lombok Utara seperti sarana dan prasarana pendukung pengembangan produksi madu ini. “Kami berharap HHBK madu bisa menjadi produk unggulan dari Kabupaten Lombok Utara, mengingat pasar nasional masih terbuka luas,” imbuhnya.
Selain itu, Kepada Desa Mumbulsari, H. Sawaluddin, juga menegaskan akan mendukung program pengembangan madu yang pembiayaannya akan dialokasikan dari anggaran desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Mumbulsari.
Menurutnya, upaya pengembangan madu di desa tersebut sangat memungkinkan karena kondisi alam dan iklim yang sangat mendukung, seperti ketersediaan sumber pakan tiap tahun dan tidak adanya pestisida, selama penanganannya dilakukan secara berkelanjutan.